Eighth

318 30 0
                                    

Can perlahan membuka kedua matanya yang terasa berat. Hanya putih yang memenuhi retina matanya. Dia berusaha mengingat apa yang telah terjadi, yang terakhir di ingatannya hanya, dua orang petugas berbaju warna putih, memindahkannya di atas brankar dan membawa nya entah kemana, dia tak ingat apa-apa lagi selain sederet lampu putih yang di lihatnya. Can berusaha bergerak, berniat mendudukkan dirinya.

"Aww!.." pekik Can, saat sakit menjalari seluruh tubuhnya, terlebih sakit di bagian perutnya. Can memegangi perutnya yang sakit. Tersentak kaget, saat menyadari perut buncitnya tak ada lagi, hanya rata seperti normal. Can kembali meraba perutnya, memastikan dia tak salah lihat. Kemana perut buncitnya, kemana bayinya, dia tak mungkin melahirkan, dia tak ingat apa-apa, lagipula usia kandungannya baru delapan bulan dan dia tak mungkin melahirkan. Can bingung dan sangat panik tanpa menyadari sekelilingnya.

"Perutku.. BAYI KU DI MANA?." Teriak Can histeris, sangat panik. Air matanya mulai mengucur deras, pikirannya hanya tertuju pada bayinya, memikirkan hal buruk yang terjadi dengan anaknya. "Anak ku dimana... Hikss..".

Tin yang terkejut dengan suara teriakan Can langsung terbangun dari tidurnya, sejak tadi dia berbaring di sisi tempat tidur Can, menunggu pria itu sadar. Sekarang tiba-tiba Can sudah berteriak seperti ini.

"Can, ada apa?." Tanya Tin buru-buru melihat tingkah Can yang berteriak tak memikirkan kondisinya, dia terus saja bergerak, membuat Tin bergidik ngilu membayangkan perut Can yang baru saja di robek karena operasi. Dengan cepat Tin langsung mendekap tubuh kecil Can ke dalam pelukannya, menghentikan gerakan-gerakan yang membuatnya terluka lebih parah. Can berontak ingin Tin melepaskan tubuhnya.

"Tenanglah, Oke?." Ucap Tin berbisik, saat merasa tak ada lagi perlawanan dari pria di dadanya, hanya isakan yang terdengar. Can memeluk tubuh Tin kuat, meredam suata tangisannya di sana. Perutnya terasa sangat sakit, seperti ada sebuah pisau yang merobeknya secara horizontal.

"Bayiku, Tin hikss.. Bayiku tak ada!." Ucap Can lirih, masih membenamkan kepalanya pada dada Tin, tubuhnya terasa lemah dan bergetar. Tin tersenyum tipis sambil mengelus rambut halus Can. Dia tau apa yang terjadi pada istrinya saat ini. Jika dia ada di posisi Can saat ini, dia akan melakukan hal yang sama. Can mengira Bayinya tak selamat, karena mengingat kandungannya saat itu masih delapan bulan yang salah di perhitungkan oleh dokter Peach ternyata kandungannya sudah sembilan bulan, hanya saja kelahirannya lebih cepat dari tanggal yang di perkirakan. Dan lagipula Can tak mengingat jika dia melahirkan, atau menjalani operasi karena dia pingsan sebelum sampai ke ruangannya, kondisi itu pula yang membuatnya harus di operasi.

"Baby Tee baik-baik saja. Jangan khawatir na!." Jawab Tin, masih mengusap rambut istrinya lembut. Dia tau Can sangat terpukul, Can hanya salah paham. Bayinya sekarang sedang bersama Nenek dan kakek-kakek nya di ruangan Bayi, mereka sibuk mengurus nya. Can berhenti menangis, mendorong tubuh Tin sedikit kasar, berusaha menatap wajah Tin.

"Baik-baik saja?." Can mengulang kalimat Tin dengan nada bertanya tak percaya. Bagaimana bisa Baik-baik saja, sedangkan dia belum melihat Bayinya di sampingnya.

"Hmm, sekarang dia sedang bersama Kakek dan Neneknya!." Tenang Tin lagi, meyakinkan Istrinya. Can memperhatikan perubahan ekspresi wajah Tin, takut jika Tin sedang berbohong padanya, hanya untuk membuatnya tenang. Dia sama sekali belum yakin sudah melahirkan Bayinya.

"Mereka sebentar lagi akan ke sini. Percayalah..". Sekali lagi Tin meyakinkan Can, dia tahu Can bukanlah orang yang mudah percaya, dia keras kepala.

"Dimana mereka?." Tanya Can tak sabar, dengan nada curiga. Pikirannya benar-benar di pengaruhi hal-hal buruk yang jauh dari kenyataannya.

Tiba-tiba pintu terbuka lebar, Tin dan Can langsung menoleh ke arah pintu, mendapati Ibu Tin yang sedang menggendong sosok kecil terbungkus dengan kain bermotif bayi berwarna hijau. Mata Can meolotot tak percaya, mendapati apa yang dia lihat, dia hampir saja melompat turun dari tempat tidurnya hendak mengambil Bayinya, tapi di tahan oleh Tin.

Stuck In The Darkness (Tin&Can story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang