First.

899 40 4
                                    


Hujan sudah reda, berganti dengan gerimis-gerimis kecil yang berjatuhan. Bau rumput yang menyeruak di indera penciuman, sangat khas. Di udara yang dingin beberapa ekor burung penikmat hujan sedang berterbangan gembira menyambut air hujan yang sejuk.

Seorang pria bertubuh kecil masih setia berbaring di atas hamparan rumput yang luas, mengabaikan rasa dingin yang masuk menembus kulitnya menusuk ke dalam tulang. Matanya terlihat sembab menatap kosong ke arah langit yang ditaburi awan abu-abu yang merata.

Kepalanya sudah sangat sakit,Bayangan kejam Chris masih berputar di kepalanya, memaksanya mengulang kembali apa yang terjadi padanya dua hari yang lalu, saat dia meminta Pertanggung jawaban pada Kekasihnya itu untuk anak yang di kandungnya.

Flashback On.

"Aku Hamil!". Seru Can mantap, memberanikan diri mengungkapkan kenyataan yang dia alami kepada kekasihnya itu.

Pria berkulit coklat dengan manik mata berwarna ke abu-abuan itu melotot tak percaya pada pria kecil di hadapannya itu. Dirinya bagai di sambar petir di siang bolong setelah mendengar dua kata, terangkai menjadi satu kalimat pendek yang baru saja di ucapkan pria manis di depannya.

"Apa maksudmu, kau bercanda. huuhh lelucon macam apa ini?". Pria bernama Chris itu hanya terkekeh renyah. Can tentu saja hanya bercanda dengannya. Mana mungkin pria bisa hamil, pikirnya. Namun jantungnya tetap berdegup kencang, takut jika apa yang di katakan Kekasihnya itu benar adanya, dan apa yang akan dia lakukan jika itu benar-benar terjadi. Dia masih ingin kuliah masa depannya masih panjang, mana mungkin dia akan menghancurkan mimpi nya.

Chris tak ingin menikah muda, selain itudia juga tak ingin membuat ayahnya kecewa. Dia sudah berjanji pada ayahnya setelah lulus kuliah dia akan melanjutkan bisnis ayahnya. Dia anak tunggal ayah dan ibunya, dia sama sekali tak ingin kedua orang itu kecewa.

"Aku tidak bercanda, Aku serius!". Can berdiri dari duduknya, kecewa karena Chris menganggapnya bercanda, apa itu, apa wajahnya terlihat bercanda saat ini.

Berganti, sekarang Chria yang duduk, meringkuk, tangannya terlihat meremas rambutnya sendiri frustasi. "Apa kau yakin, Can aku belum siap menikah, ayahku pasti akan kecewa". Lirih pria itu masih dalam ringkukannya.

"Apa maksudmu?". Can tak bisa menebak apa yang ada dalam pikiran Chris, apa maksud dari pernyataannya tadi. Apa dia tidak ingin bertanggung jawab. Kenapa tidak mau, jelas yang dia kandung sekarang adalah anaknya. Dia tak pernah berhubungan dengan siapa pun selain pada kekasihnya Itu.

"Maksudku, aku tidak ingin menikah dengan mu Can, dan sebenarnya aku ingin memberitahu mu kalau besok aku akan pindah ke London, ayah yang menyuruhku.". Ucap Chris berbohong, ayahnya tak pernah menyuruhnya pindah ke London, di dalam pikirannya dia hanya akan berusaha menghindar dari Can, dari tanggung jawab itu.

"Jadi bagaimana dengan anak ini?". Kelopak mata Can mulai memanas, matanya mulai berkaca-kaca. Dia tak menyangka Chris akan sepengecut itu. Bayangan tentang dirinya dan anak itu hidup tanpa ayah mulai menghantui kepalanya.

Chris sama sekali tak berniat menjawab pertanyaan Can, dia masih meremas-remas rambutnya. Sedangkan Can hanya berdiri di tempatnya, tak tahan air matanya sudah mengalir lolos dari matanya. Ada rasa sakit di dadanya, tepatnya Hatinya.

Belati cukup besar tak terlihat sudah menancap di organ itu, merobek dan menyayat tanpa ampun, nyaris hancur tercincang. Hanya ada potongan-potongan kecil yang mungkin tersisa.

Can membalik badannya berlari keluar sambil memegang dadanya yang terasa nyeri. Sedangkan Chris hanya memandang tubuh mungil itu membanting pintu kamarnya keras. Air matanya mulai mengalir, dia sadar ternyata dirinya sangat rapuh.

Stuck In The Darkness (Tin&Can story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang