Tengah malam aku terbangun, dengan masalah yang sama. Mimpi itu datang tanpa sebuah alasan, tidak mungkin jika rasa dendam mulai hadir menjamah hati.
"Dendamkah aku?" Kubuka salah satu pintu di samping jendela.
Bukan karena rasa hampa ini aku berlari. Pikiranku sangat kacau, rasa benci pada pria yang mengejarku, juga pada diriku yang mengejar orang lain.
Bunga lavender itu masih tumbuh dengan subur, daunnya yang basah dan baunya yang khas tercium sampai ke hidungku.
Ingin kuhampiri, tetapi ini adalah kegelapan itu. Malam yang berkabut karena hujan, hawa dingin mulai terbentuk. Selama ini, berbuat jahat itu masih bisa kukendalikan.
Tidak untuk sekarang, tanpa sengaja aku berbuat begitu. Terkadang iblis itu datang merayu dan kembali ingin mengambil bagian dalam tubuh ini.
Hanya aku, yang pernah membiarkannya lepas dari tubuhku.
Saat aku masih kelas tiga sekolah dasar. Ada beberapa pria yang ingin melukaiku, pada dasarnya aku tidak ingin melepasnya.
Mataku gelap, pelan ku mulai memperhatikan beberapa pria dari jauh. Aku tidak ingin menyakitinya lagi, bahkan aura ini juga terulang.
"Menjauhlah, " ucapku.
Banyak orang tergerak karena godaan dari iblis itu sendiri. Jauh di dalam hati, dendam itu menumpuk, hingga lepas kendali. Mengubah diri seolah menjadi monster, tubuhku sangat panas dengan tatapan itu, cobalah kau kendalikan.
"Keluarkan saja kami, biarkan kami menjadi bagian darimu, dan kamu akan bahagia. "
"Tidak! "
"Kamu membenci para pria dan orang-orang yang sudah merusak keluargamu bukan? "
"Tidak! "
"Dengarkan aku, mereka iblis kamupun juga memiliki iblis itu dalam dirimu, gunakan itu untuk membela diri! "
Jiwa ini sudah lama ku tahan. Karena beberapa kali ingin membunuh banyak orang, menambah rasa benci yang jika aku sadari akan membuat aku menangis.
Beberapa kali iblis itu terkunci dan tetap saja aku merasa pilihan itu setiap hari. Menyakitkan, rasanya kehidupan ini terbalik.
***
"Ugh, tubuhku tidak bisa bergerak."
Sejauh mana seseorang berhati malaikat? Di sanalah aku melihat mahluk itu memperlihatkan rantai yang mengikat ku.
Alasan di mana aku, dan beberapa ingatan yang tidak jelas. Aku terkurung dengan kekuatan besar itu, mereka di hadirkan dalam setiap kelahiran. Untuk melindungi, seperti hal nya aku yang mengenal kebaikan.
Tidak ku sangka jika ini sangat berbahaya untuk diriku sendiri. Menggunakan kekuatan amarah, benci seperti ini membuat rasa sedih yang sulit aku mengerti.Kamu tidak memiliki rasa, ketika membunuh kamu juga tidak merasa, jadi berbohonglah, karena orang tidak akan tahu.
Masih aku rasakan hawa dingin, semenjak dia pergi diriku mulai menghakimi diri sendiri. Bahkan beberapa kali, aku kecewa pada banyak hal.
"Tidak harusnya kamu kecewa, putri harus bertahan, justru kekuatan itulah yang sering di incar banyak orang. Karena itu dia tersimpan di sana, jangan menyalahkan diri! "
Suara-suara seperti itu, selalu terdengar bagai hati dan pikiran yang berdebat. Mengertilah aku juga merasakan hal yang menyebalkan, ketika keanehan itu terjadi.
Merasakan tubuhku yang tembus ketika mobil itu mendekat, sekarang aku bahkan tidak tahu harus menyebutnya nyata atau tidak.
Tiba-tiba saja, Marsih datang kepadaku. Memberikan beberapa puisi yang sangat indah, dan aku belajar darinya. Bagiku dia adalah sahabat yang tidak akan pernah aku lupakan.
Berkali-kali dia ingin memeluk dan menciumku, tetapi selalu saja salah sasaran dengan mencium dinding rumah.
"Kamu mencium dinding lagi? "
Ku usahakan untuk menyingkirkan semua pikiran dan hatiku. Bagaimanapun aku ingin menjadi sahabat yang baik.
"Iya biarin, ntar aku bakal cium yang bener! "
Aku tertawa, walau itu hanya palsu banyak orang menyebutnya manis.
"Kamu pintar membuat puisi sob," selaku, "kamu juga pandai membuat kue, bisakah kamu mengajariku? "
Sesaat ku lihat dia menawarkan kue buatannya.
"Kapan-kapan aku bakal ajari, tetapi ini mah belum ada apa-apanya, " jawab Marsih.
Ku lihat setiap kue yang dia buat. Memang terlihat sangat enak, Masih membuatnya dengan sangat pas dan niatnya memang untuk di jual.
Marsih memberikan dua buah donat padaku. Pada matanya juga aku melihat kesedihan itu, aku sangat bisa merasakan kapan seseorang itu akan pergi, dan ini membuatku sakit hati.
Pergi yang ku maksud adalah ketika seseorang akan berubah dan melupakan kita. Terkadang aku melihat orang seperti ini dengan aura dingin yang sangat khas, yang terkadang membuat aku takut.
Ibu iya, ibuku juga memilikinya. Hawa seperti ini yang sekarang aku lihat pada diri Marsih. Berkali-kali aku memintanya untuk bercerita tentang masalahnya, tetapi dia malah menimbunnya sendiri.
Adikku Rana dan Dina saja takut padaku. Ketika aku mengambil pisau sebagai bahan candaan. Aku berusaha untuk tidak mengulangi kejadian seperti itu.
Seperti rahasia di balik sebuah bayangan, setiap manusia memang berbeda. Maka kendalikan selagi bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope in Promise
RomanceDengan harapan dari impian itu, banyak yang berubah menjadi nada-nada baru. Aku ingin menyimpannya dalam keadaan singkat, karena hanya ini yang bisa ku utarakan. "Tutuplah matamu, dan rasakan bahwa aku ada di sampingmu, memelukmu, menjagamu. " Hat...