“Ya tuhaaannn, apakah ini mimpi??” teriakku dalam batin.Aku membuka bungkusan kresek putih itu dan ternyata isinya adalah dua buah bakpao. Aku suka bakpao. “Makasih Rey-han” ucapku pelan. Aku lihat Reyhan hanya tersenyum. Mereka semua akhirnya makan dengan makanannya masing-masing. Setelah itu, kami bersenang-senang di rumah Karina. Berkaraoke, bermain truth or dare dan masih banyak lagi. Hari itu aku larut dalam bahagia. Hingga tidak sadar bahwa waktu terus berjalan dan hari semakin malam. Tepat pukul sebelas kami menyudahi semuanya, beberapa menit kemudian Farhan kembali disusul aku.
Sebenarnya aku tidak ingin pulang, karena pasti hanya tersisa dua orang. Yaitu Reyhan dan Karina. Tapi hari sudah makin malam, aku juga harus pulang. Tapi di tengah jalan aku ingat bahwa earphone ku tertinggal di meja rumah Karina. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali karena belum terlalu jauh. Saat melihat pintu rumah Karina masih terbuka, aku langsung masuk saja. Namun aku melihat hal yang sama sekali tidak kuinginkan, Reyhan memasangkan kalung di leher Karina. Sungguh, saat itu aku merasa hancur. Nafasku tak beraturan. Aku hanya mematung. Karina yang merasakan[‘; kehadiranku langsung menepuk tangan Reyhan dan berkata “Cepetan copot”. Reyhan menoleh ke arahku dengan tatapan nanar. “Maaf ganggu, Cuma mau ngambil earphone yang ketinggalan” ucapku lirih. Saat ku ambil barangku yang ada di meja, tepat didepanku ada Reyhan sedang duduk. Aku menatap matanya, dia juga menatapku. Mungkin dia bisa melihat mataku yang sudah berkaca-kaca. Namun segera kusudahi untuk menatapnya, aku tidak kuat lagi. Lalu aku segera pergi tanpa berkata lagi.
Dalam perjalanan pulang itu aku meluapkan kekesalanku, air mata keluar tanpa izin. “Kenapa kamu baik sama aku tadi kalo akhirnya kamu kayak gitu Rey, kamu jahat” ucapku kacau. Sesampainya dirumah aku segera bercermin. Kulihat mataku lebam karena terlalu banyak menangis. Aku capek. Saat itu aku hanya ingin tidur dan melupakan semuanya.