- bintang 39 -

52 3 0
                                    

Pukul setengah tujuh pagi. Sekolah belum terlalu ramai, begitupun dengan lorong kelas sepuluh.

Cindy berjalan menggunakan sweater kebesaran yang ia dapat dari abangnya dua tahun lalu. Kelasnya masih kosong. Hal itu membuatnya memutuskan untuk pergi ke kantin sebentar, setidaknya membeli minum karena hari ini ia lupa membawa botol isi air mineral.

"Cindy," suara bariton dari belakang buat Cindy menghentikan langkahnya.

Arga. Tengah berdiri disana, tentu lengkap dengan atribut sekolah seperti dasi, baju yang rapih, ikat pinggang, dan sepatu warna hitam. Cindy berhenti, asa sesuatu perasaan aneh disana.

Arga berjalan mendekat. "Pagi,"

"Pagi." balas Cindy kikuk.

Ada jeda beberapa menit. Seperti ada jarak canggung antar keduanya yang malah membuat tidak nyaman. Belum lagi, anehnya Cindy jadi merasa tidak enak hati, entah kenapa. Padahal Arga sendiri yang menyebutkan tidak usah buru-buru menjawab.

"Mau ke kantin?" Cindy tau Arga basa-basi.

Cindy mengangguk. "Sama?"

"Iya. Eum.." sepertinya Arga merasakan hal yang sama. Atau mungkin hanya perasaannya saja? "gue.."

"Mau ke ruang musik." Arga melanjutkan kalimatnya, setelah hening beberapa lama.

Cindy mengangguk kikuk. "I–ya."

"Eum.." astaga, ini lebih canggung dari yang Cindy bayangkan.

"Yaudah, aku mau ke kantin," ujar Cindy seperti ingin berlalu. Tapi, kemudian entah bagaimana ceritanya kakinya menahan. Seolah ada beberapa kata yang ingin ia sampaikan.

"Kak," kata Cindy pelan, Arga mendeham.

"Aku.." Cindy mendongak, melihat manik mata Arga yang sulit diartikan. "Belum bisa nentuin jawabannya."

Diluar dugaan, Arga hanya tersenyum.

"Iya. Wajar, kok. Gapapa," katanya.

Cindy merasa aneh dalam situasi begini. Untungnya tidak berlangsung lama. Agri datang bersama Edo dan Ravy menghampiri Arga. Mereka merangkul pundak sang ketua OSIS, dan juga menyapa Cindy sekali.

"Ke ruang musik yuk? Lo mau kemana, Ga?" tanya Ravy yang merangkul pundak kanan Arga.

Arga melirik Cindy sebentar, "ruang musik."

"Pas!" Edo mengangkat tangannya ke udara, mengajak Ravy untuk bertos ria. "Kesana rame-rame. Ada gossip baru tentang sekolah lain tuh, Ga. Lo doang yang belom tau. Ah kurang mantap kalo lo gak tau."

Ravy ketawa, Agri tidak, Arga hanya menatap kosong Cindy.

"Ya.. Yaudah, aku duluan ke kantin ya." Cindy pamit, berjalan meninggalkan mereka berempat.

"Sip! Gue mau cerita, jadi gini." Ravy dan Edo berjalan lebih dulu, menganggap bahwa Agri dan Arga berjalan dibelakang mereka dan mendengarkan ceritanya.

Agri mendekati Arga. "Man," kata Agri menepuk Arga.

"Udah lo tembak?" tanya Agri pelan, Arga mendongak.

Agri menaikan satu alisnya, menunggu jawaban.

"Gue liat dari sorot matanya." kata Agri mengusap pundak kawannya asal, Edo dan Ravy sudah berjalan semakin jauh. "Gue bukannya mau nakut-nakutin lo, tapi gue cuma mau peringatin lo,"

"Kalau seandainya dia lebih milih Niko, jangan benci sama dia ya. Dia baik, gue bisa liat itu." kemudian Agri berjalan meninggalkan Arga yang mematung.

Cerita Niko [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang