Listen.. (1)

487 65 0
                                    

Seseorang masuk ke apartemenmu yang kamu biarkan tidak terkunci dan menangkapmu tertidur di meja makan.

Ia menghela nafas melihatmu, "(y/n) bangunlah." ujarnya yang sebenarnya tidak tega menganggu tidurmu.

Kamu hanya bergumam tidak jelas membuat laki-laki itu menggeleng kemudian inisiatif menggendongmu--membawamu ke kamar yang jauh lebih nyaman ketimbang di atas meja makan.

"Kau harum pak tua. Habis darimana?" tanyamu yang masih dalam gendongannya dan setengah sadar.

Laki-laki itu tertawa kecil, "sempat-sempatnya kau menanyakan hal itu saat tidur."

"Harusnya kau tidak perlu kesini. Kau juga lelah." ungkapmu seperti ngelantur karena belum sadar sepenuhnya.

"Aku mengkhawatirkanmu." ia menaruhmu di atas kasur dan menyelimutimu.

"Hm?"

"Aku beberapa kali menelponmu tapi kau tidak mengangkatnya. Jadi, setelah live aku langsung datang kesini memastikan kau baik-baik saja."

Kamu terkekeh, "apakah makhluk tua ini benar-benar pacarku? Hh, beruntungnya aku.."

"Aku yakin kau tidak sadar mengucapkan itu dan akan menarik kalimat itu besok pagi. Tapi, meskipun kamu tidak sadar aku senang mendengarnya."

Kamu menarik selimutmu kemudian berbalik ke sisi kasur yang berlawanan dengan posisi Rei. "Aku serius." ucapmu pelan.

"Sudahlah, kau tidur saja. Aku akan pergi." ujar Rei dan beranjak dari kasurmu namun tanganmu menahannya entah kenapa.

"Temani aku."

Rei menautkan alisnya. Tak percaya dengan apa yang barusan kau katakan.

"Kau tidur di lantai mesum. Jangan pikir aku mengizinkanmu tidur satu kasur denganku." tambahmu berusaha menahan tawa untuk menjaga citra seriusmu saat ini.

"Tentu saja." ujarnya menurut, tidak mengeluarkan sepatah katapun untuk membantah permintaanmu.

Kamu pun kembali tidur hingga satu jam kemudian kamu terbangun karena mungkin kamu penasaran dengan keadaan Rei di bawah sana.

Kamu sedikit mengintip dari atas kasur. Ternyata laki-laki itu tertidur di atas lantai tanpa sesuatu untuk membuatnya istirahat dengan nyaman.

"Hhh.. Dasar pak tua." kamu bergerak menuju lemari---mengambil bantal dan selimut untuknya.

Kamu pelan-pelan menaruh bantal di bawah kepala Rei dan menyelimutinya kemudian duduk meringkuk di depannya yang sedang tidur.

"Maaf aku tidak mengangkat telponmu karena aku sangat kelelahan. Tapi, kamu juga kenapa harus kesini? Kan aku sudah pernah bilang untuk jangan mengkhawatirkanku. Keras kepala." kamu meraih tangan Rei kemudian memberikannya sentuhan lembut sebagai isyarat bahwa kau mencintai laki-laki itu dengan tulus.

Tiba-tiba hp mu berdering. Tertulis nama 'massu' disana. Kamu pun mengangkatnya dan keluar dari kamar agar tidak membangunkan Rei.

"Moshi moshi. Ada apa?"

"Ah, apa aku tidak mengganggu tidurmu? Maaf aku menelponmu tengah malam begini." tanya Massu memastikan.

"Iie. Doushite?"

"Aku minta maaf karena tidak bisa menemanimu pulang tadi. Aku sangat sibuk!"

Kamu terkekeh, "daijobu, kau itu sahabatku. Bukan bodyguard ku jadi santai saja."

"Hmmm,, sebenarnya aku berpikir untuk mengunjungimu sekarang. Apa boleh?"

Kamu berpikir sejenak, mempertimbangkan hal itu. Rei dan Massu di satu tempat pada malam hari? Kamu tidak dapat membayangkannya.

"Sebenarnya..."

Masuda langsung memotong katamu, "ada Rei disana?" yap, tebakannya tepat sasaran.

"Kau mengerti kan? Rei itu.."

"Cemburu padaku?" lagi, Masuda berhasil menebak isi kepalamu.

"Sungguh, aku tidak ingin menolak kedatanganmu. Hanya saja, aku tidak mau Rei semakin tidak menyukaimu."

"Kenapa? Kenapa kau peduli tentang apa yang ia pikir tentang aku?" tanya Masuda sarkas.

"Karena kau sahabatku Massu!" balasmu agak ngegas.

Laki-laki itu terkekeh dengan reaksimu, "yappari! Haha. Tapi, tetap saja. Aku tidak peduli dengan apa yang Rei pikir tentang aku. Jadi, aku akan tetap ke tempatmu." ujarnya santai kemudian mematikan sambungan telpon kalian secara sepihak.

Kamu mendengus dan menaruh hp mu di atas meja, sahabatmu itu memang cuek dengan apa yang orang pikirkan tentangnya dan entah kenapa kamu justru menganggap hal itu sebagai kekurangannya, walaupun sebenarnya ada bagusnya juga.

Tiba-tiba Rei yang masih dalam balutan selimutnya memelukmu dari belakang dan menaruh kepalanya di bahumu. 

"Ada apa?" tanyanya.

"Ah, apa aku membangunkanmu? Gomen.. Massu menelponku." jawabmu apa adanya.

Raut wajah pacarmu seketika berubah tidak suka mendengar nama itu, "kenapa harus dia yang bersahabat denganmu? Kau tidak punya sahabat perempuan apa?"

"Rei.. Sudah berapa kali aku bilang.. Berhenti cemburu pada Massu karena aku cuma cinta kau bukan dia."

"Kau tidak pernah tau perasaannya padamu. Bagaimana jika dia menyukaimu?"

Kamu tertawa mendengar kekhawatiran Rei, "tidak mungkin Massu menyukaiku. Dia pun tau kalau aku hanya sahabatnya tidak lebih."

Laki-laki itu melepaskan pelukannya darimu kemudian duduk di sofa. Kamu pun ikut duduk di sampingnya. Ah, disaat seperti ini kamu seperti menghadapi anak kecil yang dilarang membeli mainan oleh ibunya.

"Rei, kita sudah lama pacaran dan kau masih belum bisa menerima Massu sebagai sahabatku. Maumu gimana?" kamu menyandarkan kepalamu di sandaran sofa dan menatap punggung pacarmu berharap ia segera berbalik padamu.

"Aku mau..."

Between You and HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang