Chapter 2 : Jumpa Lagi

2.1K 267 15
                                    

Good to each other, give it the summer
I know, you too
But i only saw you once in december
I'm still confused

You said 'forever', and i almost bought it
I miss fighting in your old apartement
Breaking dishes when you're disappointed
I still love you, i promise

•••

Irene melirik ke arah Seulgi, raut kesalnya benar-benar tak bisa sahabatnya tutupi. Tentu saja Seulgi kesal setelah diteror untuk bertemu direstoran yang terletak didekat gedung kantornya. Irene sebenarnya ingin meminta pendapat tentang pengangkatannya sebagai kepala divisi baru, bagaimanapun Seulgi adalah satu-satunya tempat Irene meminta pertimbangan.

“Wow itu bagus, masih banyak karyawan yang lebih lama bekerja disana dibandingkan denganmu tapi kau sudah ditunjuk sebagai kepala divisi, itu pencapaian yang luar biasa tahu!” Seulgi berseru heboh. Berbeda dengan yang dilakukan sahabatnya, Irene malah terlihat tak senang. Menyadari raut wajah Irene yang tampak tak bahagia dengan berita yang dibawanya sendiri. Seulgi menghela napas pelan, sangat mudah ditebak, pasti ada yang membebani pikiran wanita itu.

“Aku tak ingin jabatan itu.”

Seulgi mengerutkan keningnya heran, “Kenapa?”

“Aku suka pekerjaanku yang hanya sebagai penulis novel. Kau juga tahu sendiri aku tak ingin menghabiskan waktu hanya untuk bekerja hingga membuat waktuku bersama Jiwon jadi menipis. Aku tak ingin melalaikan tugas utamaku sebagai seorang ibu. Selain itu, aku tetap tak enak jika terus merepotkan bibi.” ujar Irene.

Sejak bayinya lahir, Irene memang tak membiarkan dirinya jauh dari Jiwon. Saat ada keperluan mendadak saja, ia akan kembali lebih awal agar bisa segera bertemu anaknya, padahal Jiwon ia titip dirumah Seulgi dan tak ada yang perlu dikhawatirkan. Kedua orang tua Seulgi pun sudah sangat dekat dengan Irene. Ibu dari sahabatnya itu juga tak pernah merasa direpotkan, bahkan ia mengaku dengan adanya Jiwon mereka tak merasa kesepian.

Memiliki dua anak wanita—yang pertama tinggal di Australia mengikuti sang suami dan satu lagi memilih tinggal diapartement sendiri membuat mereka selalu merasa kesepian. Karena itu kedua orang tua Seulgi akan sangat senang jika Irene menitipkan Jiwon di sana.

Sangat mengerti apa yang dimaksud Irene, Seulgi mengangguk, “Ya sudah, aku akan mendukung apapun pilihan yang menurutmu baik.” Benar, dari awal Irene memang tak menginginkan jabatan tinggi, ia terlanjur jatuh cinta dengan profesinya sebagai penulis.

Irene ingin mengembangkan karya-karyanya. Lagipula, kompensasi dari profesinya sebagai penulis sudah mencukupi kebutuhannya dan Jiwon. Irene tentu saja tahu menjadi kepala divisi pendapatannya akan lebih tinggi. Tetapi jika karena itu waktunya bersama Jiwon berkurang, rasanya tak perlu. Irene mengangguk pelan, ia sudah memantapkan pilihannya.

Namun masih ada yang menjanggal dihati Irene. Meletakkan sendok dan garpunya, wanita itu beralih menatap Seulgi yang tengah sibuk dengan ponsel sambil menyeruput jus jeruk. Irene menghela napas, rasa makanan yang tadi begitu nikmat kini terasa hambar ketika kembali mengingat sesuatu yang sejak tadi membuat hatinya risau, “Aku bertemu Oh Sehun tadi. Ia bekerja di kantorku, sebagai direktur keuangan baru.”

Perkataan Irene mengalihkan atensi Seulgi pada ponselnya. Seulgi mengangkat satu alis, “Si brengsek itu masih hidup?” Irene hanya mengangguk pelan dengan ucapan sarkastis sahabatnya.

Seulgi memutar bola mata lalu memasang wajah jengkel, “Aku kira ia sudah hilang ditelan bumi, cih. Sudah, tak perlu terlalu dipikirkan, anggap saja si brengsek itu hantu, tak terlihat. Atau anggap saja ia sebagai benalu dihidupmu yang perlu kau jauhi.” Seulgi kemudian kembali pada makanannya.

I miss you, i'm sorry ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang