1. Dugaanku Benar

61 9 7
                                    

"Selalu kepikiran padahal nggak lagi mikir"

Pagi ini cuaca mendung menyelimuti langit, sinar mentari tidak nampak sama sekali hanya awan hitam yang menguasai. Beruntung air hujan masih belum menetes sama sekali.

Aku masih menunggu transportasi umum alias angkot untuk mengantarku sampai sekolah, pasti kalian mau menanyakan "sepedah motor kamu kemana?" dikarenakan pas aku mau keluar dari rumah eh, ban motorku kempes dan tidak ada lagi waktu untuk ke bengkel yang letaknya 2km dari rumahku bisa-bisa aku telat ke sekolah.

Dari jarak 100 meter sudah kelihatan angkot berwarna hijau-ungu segera aku melambaikan tangan kanan ku, aku segera menaikinya dan aku duduk di sebelah cowok yang sedang menyumpal kedua telinganya dengan headset, "kayak nggak asing sama ni cowok" batinku berbicara. Dia menghadap ke kaca samping sedangkan aku di sebelah kiri nya tidak bisa melihat wajahnya leluasa.

"Duh jadi keinget Abyan mulu gue." Batinku.

Tapi kan nggak mungkin dia naik angkot, kata nya "Naik angkot itu panas, gerah terus kalau udah penuh sempit nggak bisa gerak. Males gue naik angkot." itu ucapannya saat aku ngasih saran kalau dirumah nggak ada kendaraan apapun.

15 menit berlalu, angkot yang aku tumpangi berhenti tepat di depan gerbang sekolahku. Aku turun dan tidak lupa untuk membayar ongkosnya.

"Woy."

"Woy."

Aku mendengar teriakan seseorang dari belakangku, mungkin manggil anak lain lagian namaku juga bukan "woy." aku berjalan santai menuju kelas. 

"Assalamualaikum." ucapku saat memasuki kelas.

Ada yang menjawab dan lainnya diam dengan urusan masing-masing. Selang beberapa detik cowok yang selalu menghantui pikiranku datang.

"Waalaikumsalam." Jawabku saat dia mengucapkan salam. Mata kami saling menatap dan detik ketiga aku langsung menatap ponselku.

Sedang asik-asik nya bermain game yang sudah terkenal di kalangan pelajar, bahkan anak kecil pun juga bisa memainkannya. Tiba-tiba aku merasa ada yang menarik-narik kerudungku dari belakang. Aku masih fokus ke ponselku lama-kelamaan tarikan dari belakang menggangguku.

"Mati kan!! gara-gara lo." Teriakku nggak terima kepada Abyan, memang siapa lagi kalau bukan dia.

"Yee, gitu aja marah. Sabar orang sabar disayang Allah." Aku menghela nafas karena ucapannya selalu benar.

"Lo tadi gue teriakin kenapa nggak noleh sama sekali, Ra?" Tanya Abyan sambil menarik ujung kerudung belakangku lagi.

Aku menoleh kearahnya alis ku mengernyit tanda memastikan kapan dirinya meneriakiku, oh apa mungkin tadi itu Abyan yang teriak-teriak "woy".

"Tadi, saat turun dari angkot gue teriakin, lo malah terus aja jalan kayak orang budeg." Ucap Abyan yang diakhir kata ia pelankan.

"Lo ngatain gue budeg? Lo kali yang budeg."

"Duh itu cuma perumpamaan Ra, baper banget jadi cewek."

Entah kenapa setiap kali adu mulut dengan Abyan, aku selalu menikmatinya. Padahal aku anaknya anti dengan keributan tapi dengan Abyan. Entahlah.

"Oh." Ucapku asal.

"Gak jelas lo Ra."

Aku menghadap lagi ke layar ponselku sebentar lagi bel akan berbunyi. Tiba-tiba aku keinget sesuatu.

Saling TerhubungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang