12. Akhirnya

13 5 3
                                    

Langit hari ini sangat mendukung, cuaca yang cerah kicauan burung bersahutan. Matahari tanpa malu memberi kehangatan di pagi ini.

"Hem, lo pura-pura nggak denger aja pakek headset lo kalo bisa dengerin musik yang keras." Titah Abyan kepada Hema. Sekarang mereka bertiga berada di sebuah taman tidak jauh dari tempat wisata, jarang yang kesini karena tempat nya tidak begitu dilihat oleh wisatawan. Ya kayak kamu yang tidak dianggap keberadaannya. Apaansih.

"Tenang cuy aman kalo sama gue." Ucap Hema.

"Oke, gue percaya sama lo."

Hema mengangguk dan mencari tempat duduk tidak jauh dari mereka berdua.

Posisinya Abyan dan Soraya duduk bersisihan tapi ada jarak nya satu meter, ya kalian tahu sosial distancing cuy. Eh bukan deh kalo duduk nya berdekatan takut nya khilaf.

"Gue lusa mau ke Jakarta udah daftar jurusan penerbangan disana."

***

Ekspresiku harus bagaimana mendengar ucapan dari Abyan yang seakan-akan seperti pamit kepadanya.

Aku mendengarnya seperti ada yang hilang dan entah kenapa aku nggak mau menebak nya.

"Oh ya bagus itu kan cita-cita lo." Bukan kata-kata itu yang ingin aku ucap, tapi apa daya aku tidak seberani itu.
Aku mencoba menahan sesuatu yang tidak seharus nya aku keluarkan di depannya. Sesuatu yang hanya membuat diriku lemah.

"Lo cuma ngucapin itu Ra, nggak ada yang lain?" Ucap Abyan menghadapku nada bicaranya seperti kecewa.

Aku mengangguk kecil. Mengunci rapat-rapat ucapanku, lebih baik begini daripada perasaanku tidak menentu.

"Gue mau ngakuin ke elo kalo gue---" Abyan berhenti berbicara, aku mencoba untuk menengok nya sebentar, dia menutup wajah nya dengan kedua telapak tangannya duduk nya sedikit membungkuk.

Terdengar Abyan menghirup udara keras-keras dan mengeluarkannya dengan kasar.

"Gue cinta sama lo--" Hema yang tadi nya main game di hp nya langsung terlonjak kaget karena pengakuan temannya itu.

Aku membelalakkan mata ku mendengar pengakuan dari Abyan. Tubuhku kaku seolah-olah ada yang menali seluruh badanku. Aku tidak berani menoleh kearahnya sama sekali kini Abyan menatapku lekat-lekat memperlihatkan hijab hitam dari samping.

"Maaf seharus nya gue nggak bilang soal perasaan ini ke elo. Lo boleh anggep gue pengecut karena cuma berani ngomong tanpa bukti soal perasaan gue. Ra, setiap gue coba untuk ngelupain lo bayang-bayang lo semakin kuat dalam pikiran gue. Gue cuma mau ngomong satu hal, lo mau kan nanti nunggu gue? Nikah sama gue?"

Degg.

Kini aku mengerti kenapa setiap bersama Abyan perasaanku selalu campur aduk tidak karuan.

Aku mencintai Abyan dan aku tidak bisa menyangkal nya lagi.

Ya Allah Ya Rahman aku telah mencintai salah satu ciptaanmu.

"Ra gue nunggu jawaban lo."

Aku masih menunduk tidak berani berucap, dia mencintaiku aku pun mencintainya lantas aku harus menjawab apa?

Saling TerhubungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang