Waktu sudah menunjukkan pukul 12.35 masih ada waktu 10 menit lagi dan kami bertiga langsung kembali ke kelas masing-masing agar tidak terlambat masuk. Satya sudah kembali ke kelasnya, karena memang kelasnya dekat dengan kantin. Sementara aku dan Della harus berjalan melewati 3 kelas lagi untuk sampai di kelas kami. Di sepanjang kelas yang kami lewati, aku mengobrol dengan Della soal mimpi anehku malam tadi.
"Eh Del tadi malam gue mimpi lagi!" ucapku memulai pembicaraan.
Della yang dari tadi mengamati cowok-cowok yang sedang bermain basket, kini langsung membalikkan wajahnya menatapku.
"Mimpi apaan Nan. Soal penabrak itu?" tanya Della penasaran.
"Bukan Del ini lebih aneh dari bayangan gue sendiri!" balasku.
"Oh kirain soal penabrak itu lagi1" Della kembali menatap cowok basket lagi.
Matanya memang tidak bisa dijauhkan dengan pesona cowok baket yang menurutnya ganteng. Aku sendiri sampai heran kenapa Della sampai begitu terpesonanya dengan cowok basket. Padahal kalau dilihat cowoknya juga rata-rata bertampang biasa-biasa saja. Lebih ganteng juga Lee Min Ho, Kim Wo Bin, Kim Hyun Joong.
"Aduh lo dengerin dulu kali cerita gue, malah lihatin cowok basket mulu!" sungutku kesal sembari melipatkan tangan di dada.
"Iya iya maaf lo kan tahu sendiri gue nggak bisa jauh-jauh dari cogan apalagi anak basket. Oh ya mimpi lo emang apaan Nan jangan bilang ketemu cowok?" Della menebak dengan antusias sembari menunggu jawabanku.
"Em..bisa dibilang sih gitu Del. Dan lo tahu di mimpi gue dia itu anak basket dan sekolah disini juga. Aneh banget kan mimpi gue?" Aku menggelengkan kepala tak percaya dengan mimpiku semalam.
"What, sumpah demi apa? Lo beneran mimpi kaya gitu sementara lo benci basket semenjak meninggalnya Kak Widya!" Della menangkup wajahku tak percaya.
"Iya Del. Lo tahu sendiri kan sepulang gue eskul basket dulu, Kak Widya meninggal gara-gara jemput gue waktu itu. Dan semenjak saat itu gue berhenti dari eskul basket" ucapku lemah.
"Tapi lo seharusnya nggak benci basket juga Nan karena ini juga kan udah takdir Kak Widya meninggal. Kalau lo terus-terusan kaya gini, sama aja lo yang ngaku kalau lo penyebab Kak Widya meninggal. Lo kan dulu paling ngebet ikut eskul basket padahal dulu pendaftaran udah ditutup. Sampai akhirnya lo bisa masuk. Coba pelan-pelan hilangin rasa benci lo pada basket." ucap Della menyarankan.
"Bener juga kata lo Del. Tapi..!" belum sempat aku melanjutkan kalimatku ada sebuah bola memantul ke kepalaku.
Aku memegangi kepalaku yang sedikit pusing, tapi aku langsung mengambil bola itu dan berjalan ke arah lapangan menemui orang yang tadi memantulakn bola basket ke kepalaku. Cowok yang berada di lapangan tersenyum menatap ke arahku tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Aduh baru juga mau bersahabat sama basket, udah kelempar basket. Nanda tunggu gue!" teriak Della mengikuti langkah Nanda ke arah lapangan.
"Siapa yang ngelempar bola basket ini ke kepala gue?" tanyaku sudah kesal masih memegang bola basket.
"Gue, kenapa ada masalah buat lo hah?" jawab laki-laki berkulit putih dengan tinggi sekitar 170 cm sembari berkacak pinggang.
"Lo tuh bukannya minta maaf malah nyolot gitu?" kataku yang sudah naik pitam.
"Gue bakalan minta maaf dan nurutin semua permintaan lo asalkan lo mau nerima tantangan gue main basket. Kalau lo menang gue bakalan minta maaf dan nglakuin semua permintaan lo, tapi kalau gue yang menang lo harus turutin semua permintaan gue. Gimana deal ?" tantang cowok songong itu sembari mengangkat tangan mengarah kepadaku.
Happy reading and dont forget to vote & comment guys.
Thank you :)...
KAMU SEDANG MEMBACA
Fakta Sebuah Mimpi (END)
Teen FictionSelalu dianggap salah di mata kakaknya karena sebuah teka - teki mengenai kematian seseorang hingga akhirnya menemukan pujaan hati. "Kak lo harus ikhlasin ini semua. Kak Widya udah tenang disana!" kataku sembari memegang pundak Kak Juna. "Widya men...