"Sebuah Pelukan"

9 2 0
                                    

   Sampai di UKS, aku langsung mengambil kotak obat untuk mengobati luka Satya yang penuh luka lebam dan darah akibat pukulan tadi.

"Lo kenapa sih pakai acara berantem segala kaya tadi, gue nggak suka tahu nggak?" kesalku sembari menempelkan kapas antiseptic ke muka Satya yang memar.

"Aww sakit Nan!" balas Satya meringis karena lukanya sengaja aku tekan.

"Baru sadar kan kalau berantem itu sakit. Makanya lain kali nggak usah berantem lagi kaya gitu!" saranku yang kini memberikan plester ke lukanya yang berdarah.

   Tiba-tiba Della datang dengan histeris melihat keadaan Satya yang sudah tak berbentuk akibat perkelahian tadi.

"Sat gue denger lo tadi habis berantem ya? Sama siapa? Terus masalahnya apa sama lo berantem kaya gini?" cerocos Della dengan beribu pertanyaan.

"Ya gitu Del, sahabat kita sepertinya masa kecilnya kurang bahagia sampai harus berantem kaya anak kecil sama cowok songong di rooftop." balasku sembari membereskan kotak obat.

"Maksud lo si Naufal?" tanya Della tak percaya.

   Mendengar nama Naufal, aku baru sadar kalau dari tadi dia ternyata tidak berada di UKS. Buru-buru aku langsung memasukkan kotak obat dan membawanya untuk mengobati Naufal.

"Lo mau kemana Nan?" tanya Della heran sementara Satya hanya menatapku seolah dia mengerti apa yang akan aku lakukan.

"Bentar gue ada urusan!" balasku yang langsung keluar UKS serta membawa kotak obat.

   Aku tahu pasti dia masih berada di rooftop. Masih ada waktu 15 menit untukku sebelum bel masuk berbunyi. Ku percepat langkah kakiku menuju rooftop. Walaupun kakiku agak tersandung akibat tangga sekolah tapi aku tak memperdulikannya. Sampai akhirnya aku tiba di temapt tadi dan mendapati kalau Naufal sedang berdiri sembari menatap pemadangan dari atas rooftop ini.

"Naufal!" panggilku yang langsung membuat si pemilik nama langsung membalikkan badan dan menatap keberadaanku.

   Aku berjalan mendekatinya. Terlihat luka wajahnya hampir sama dengan Satya hanya saja dia lebih parah karena banyak darah yang keluar dari mukanya. Aku tahu ini akibat pukulan Satya yang terlalu keras. Mengingat Satya jago bela diri. Sehingga tak heran jika Naufal sampai seperti ini.

"Lo kok ada disini?" heran Naufal sembari memegang sudut bibirnya yang mengeluarkan darah.

   Tanpa menjawab perkatannya, aku langsung menarik lengannya dan menyuruhnya duduk di sebuah bangku yang ada disitu. Aku mengambil kapas dan juga menetesi antiseptic di kapas untuk mengobati lukanya. Pelan-pelan aku mengobati lukanya sembari sesekali menekannya karena aku kesal dengan apa yang dia lakukan tadi. 

   Dia hanya diam tak banyak bicara sembari meringis kesakitan. Setelah itu aku menambahkan plester di wajahnya yang terllihat parah. Setelah selesai menobatinya, aku langsung beranjak dari bangku dan berniat untuk ke kelas.

   Tiba-tiba sebuah tangan menahan lenganku sehingga aku terdiam sembari berdiri. Naufal beranjak dari tempaknya, dan membalikkan badanku.

"Kenapa lo nahan gue, apa masih ada yang sakit? Atau... oh iya gue kan niatnya ketemu sama lo buat ngembaliin jaket lo. Bentar gue ambil di tas gue dulu!" buru-buru aku membalikkan tasku dan mengambil jaket Naufal untuk aku kembalikan.

"Nih jaket lo, udah gue cuci jadi lo tenang aja nggak bakalan bau lagi!" balasku sembari menengadahkan tangannya untuk menerima jaket yang kemarin dia pinjami kepadaku.

"Makasih buat semuanya. Buat jaket lo dan buat lo yang udah nganter gue ke café kemarin. Mungkin itu aja yang mau gue bilang karena sepertinya lo juga males buat ngomong!" aku langsung mengambil kotak obat dan membenarkan letak tasku.

   Dan seketika itu aku langsung melangkah pergi. Baru sampai di batas pintu keluar, tiba-tiba Naufal menahan lenganku lagi. Aku bingung dengan sikapnya yang seperti ini. Kalau dia mau bilang terimakasih kepadaku kenapa nggak dari tadi setelah aku selesai mengobatinya. Apa gengsinya terlalu tinggi untuk mengucapkan hal itu. 

"Dasar cowok songong!" umpatku dalam hati

"Kenapa lagi sih, apa ada yang mau lo..." belum sempat aku menyelesaikan ucapaku, tiba-tiba dia memelukku begitu saja. Mendadak jantungku berdetak kencang tak seperti biasanya.

"Lo kenapa sih sikapnya jadi aneh gini?" tak ada balasan dari mulutnya. Apa akibat pukulan Satya, dia jadi pendiam kaya gini. Aku sedikit ngeri dengan perubahannya karena yang aku tahu dia adalah cowok songong yang bawel yang sukanya menang sendiri.

"Lepasin gue Fal!" pintaku sembari mencoba melepaskan pelukannya. Tapi tenaganya lebih besar dariku sehingga dia malah semakin mengeratkan pelukannya.

"Makasih Nan!" ucapnya lirih tapi masih bisa ku dengar. Lama dia memelukku hingga akhirnya dia melepaskan pelukannya.

"Iya sama-sama. Ya udah kalau gitu gue ke kelas!" pamitku kepadanya. Dia hanya membalas dengan anggukan sembari tersenyum. 


Hallo guys maaf ya aku baru bisa update sekarang karena lagi sibuk - sibuknya nih hehehe

Happy reading and dont forget to vote & comment.

Thank you very much :)...

Fakta Sebuah Mimpi (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang