0.05 - "Ayo, Gue Temenin"

19.5K 1.7K 24
                                    

"Mati gue...."

Kara memukul kepalanya. Namun setelah itu meringis saat merasakan sakit. Bangkit untuk mengambil tas sekolah, Kara tampak kelabakan mencari sesuatu.

"Aaaaa! Ketinggalan di sekolah. Kalo begini gimana gue ngerjain tugasnya!? Besok dikumpul...." Kara sudah merengek kesal pada diri sendiri.

Ia mengambil handphone. Mencari nomor seseorang, lalu segera meneleponnya.

"Apaan?"

Kara hampir mengumpat saat mendengar nada ketus Anin di seberang sana. Cih, ketusnya mirip abangnya yang nomor dua.

"Aniiiin!" Kara masih saja merengek.

"Apa? Kalo nggak penting, gue matiin."

"Lo tuh manis dikit gitu lho sama gue! Jadi cewek soft spoken dikit ngapa sih. Nggak bisa apa?"

"Nggak."

"Monyet lu! Astaghfirullah...."

"Lo ngapain nelpon gue, Ramdan?"

"Anin, flashdisk-nya ketinggalan di sekolah...." Kara menggigiti kukunya, takut mendengar kemarahan Anin.

"Hah?"

"Flashdisk-nya ketinggalan di sekolah. Kan tugasnya ada di situ. Nah, gue mau selesain kan tugas kelompok kita itu, karna besok harus dikumpul. Tapi flashdisk-nya ketinggalan, astogeh, Anin. Jangan marah, yaaaa!"

Setelah bicara panjang lebar, Kara menunggu respons Anin. Beberapa detik ditunggu, Anin hanya diam. Kara jadi semakin takut.

"Ra...."

"Ya?"

"Lo salah sambung, Ra."

"Hah? Maksud lo? Gimana, gimana? Ini Anin kan? Iya, bener ini Anin kok. Emang lo siapa? Gue—"

"Gue bukan kelompok lo, bego! Yang sekelompok sama lo tuh Ghea. Refresh dulu deh otak lo, Ra."

Kara terdiam.

Lah?

"ANIN, BEGO. KENAPA NGGAK BILANG DARI TADI SIH, HAH?!"

"Ra, lo jalan sampe mepet tembok. Terus lo jedotin kepala lo."

"Ih, Anin! Lo tuh harusnya bantu gue, nenangin gue. Bukannya ma—"

Sambungan selesai.

"...lah dimatiin, sialan."

Kara mengembuskan napas berat. Ia melempar handphone ke atas tempat tidur.

Tidak Ega, tidak Anin, sama saja. Sudah seperti kembar, dua orang itu punya sikap dan sifat yang sama. Anin itu seperti Ega versi cewek.

Untung sayang....

Otak Kara bekerja, mencari solusi dari masalahnya. Ini sudah malam, masa dia harus ke sekolah? Ya, kalau sekolahannya belum ditutup rapat.







*****





Diperhatikannya oleh Kara para pemuda yang sejak tadi berkumpul di ruang tengah rumahnya. Kara berniat menghampiri Juna, dan meminta kakaknya itu untuk mengantar dia ke sekolah.

Rasa Tanpa SuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang