9. Ga! (2)

356 142 77
                                    

Perasaan masih tertinggal. Biarkan saja, nanti juga cintanya berubah bentuk.

Bel tanda pelajaran dimulai kembali terngiang begitu jelas. Mengisi seluru penjuru sekolah. Semuanya bergegas ke kelas masing-masing untuk mempelajari kembali takdir yang sudah ditetapkan. Lebih tepatnya mengerjakan kewajiban mereka sebagai seorang pelajar.

"Eh bentar!" cegat Tasya yang membuat Vina dan Jihan refleks berhenti.

"Apaan sih dongo?" kesal Jihan.

"Gue kebelet, kalian duluan aja ya ke kelasnya, gue nyusul!" terang Tasya.

"Tap—"

"Bye!" baru saja Vina memulai perkataannya sudah dipotong langsung oleh Tasya yang sudah berlalu mendahuluinya.

"Suka banget tuh bocah motong perkataan orang!" kesal Vina dengan wajah ditekuk.

"Apa bedanya sama lu, Vini!" koreksi Jihan.

"Lo gue bilangin, Mama!" ancam Vina sarkas.

"Lah, salah gua apaan?" tanya Jihan tak mau di salahkan. Masa di gugat!

"Nama gua itu, Vina, V-I-N-A. Bukan Vini!" tegas Vina dan berlalu meninggalkan Jihan sambil menghentak-hentakkan kakinya.

"Jangan datang untuk memberi harapan jika pergi tanpa meninggalkan alasan," cemberut Jihan yang masih mampu didengar oleh Vina.

"Ngebucin kaga punya pacar apa gunanya bakso!" balas Vina tanpa menoleh kebelakang sedikit pun.

"Iiih Vina!!" kesal Jihan menjadi dua kali lipat dari sebelumnya.

***

"Kalo begini kan gua lega," ucap Tasya yang menghembuskan nafas lega. Dan gadis berpita pink itu melanjutkan langkahnya menuju kelas kebanggaannya lagi. Dipertengahan perjalanan mendadak langkahnya terhenti.

"Aaww!" ringis Tasya yang merasa tangannya begitu dicekal hebat.

"Sakit bangsat!" teriak Tasya dalam hati. "Tapi, kea tangan cowo anying!" keluhnya lagi dalam hati. Tasya refleks membalikkan badannya dan mendongak keatas menatap sang pria misterius.

"Hah?" teriak Tasya histeris dan lelaki itu langsung membekap mulutnya menggunakan sapu tangan. Membawanya menuju taman belakang yang sepi hanya ditemani dedaunan berguguran dan angin sepoi-sepoi.

"Ish Galang!" teriak Tasya garang.

"Lo ngapain sih bawa gue kesini? Gue udah telat tau ga? Lo boleh jadi apa aja sesuka lo termasuk jadi orang ter buruk. Tapi, gue ga mau ikut-ikutan lo, gue masih punya masa depan. Punya cita-cita!" jelas Tasya panjang lebar namun hanya dihadiahi tatapan datar dari seorang Galang Aditya Amrick.

"Udah ngocehnya maemunah?" mulai Galang membuka suara.

"Belom!"

"Jan ngegas dong lo! Lo pikir gue takut apa?" ujar Galang dan mendorong tubuh Tasya hingga terbentur dinding pembatas taman.

"Ga-Galang, lo-lo udah pu-punya V-Vina" ucap Tasya gugup. Bagaimana tidak? Jarak mereka hanya tinggal satu jengkal bahkan kurang.

"Cih, lo ngapa gugup anying?" ucap Galang dan mulai menjauh dari Tasya.

"Ga bakalan nafsu gua sama orang kea lo!" sambung Galang.

"Lo kira gue juga mau sama lo? Kalo cowok didunia ini cuman satu, mungkin gue milih jomblo seumur hidup dari pada harus hidup sama lo. Ngerti?!" umpat Tasya geram.

"Ck, lo bilangin sama sahabat lo. Jauhin gue dan temen-temen gue!" tukas Galang garang.

"Sahabat gue? Sepupu lo? Bajingan banget sih lo jadi cowo, masa sepupu lo sendiri lo gituin," jengah Tasya tak kuasa.

"Eh bego! Yang satu lagi,," ralat Galang sambil memijat pelan pelipisnya.

"Cantik-cantik bego anying!" ujar Galang dalam hati.

"Vi-Vina?" bata Tasya.

"Akhirnya lo nyimak!" jawab Galang dan bertepuk tangan kemenangan. Bak orak yang sudah memenuhi kehendaknya.

"Lang, kenapa sih lo sebenci itu sama Vina? Bukannya lo bedua mau dijodohin? Terus nikah?" tanya Tasya yang mulai berusaha menguak semuanya.

"Ternyata semua cewek sama. Sama-sama bangsat! Kepo mulu sama privasi orang, ga bisa diem, ga bisa ga kepo," bantah Galang.

"Semua cewek? Elo lebih bangsat! Emak lo cewek bego!" tegas Tasya.

"Gue nanya bukannya jawab malah jelek-jelekin emak," sambung Tasya.

"Ga!" tolak Galang mentah-mentah.

"Disaat gue nanya tentang semuanya, lo ga pernah mau jawab, lo selalu ngelak. Apa sebenernya laki-laki brengsek di dunia ini elo?" kata demi kata yang dilontarkan Tasya hanya mampu membuat Galang terdiam, terpaku. Entah apa yang membuatnya begitu.

"Lo bisa menyakiti Vina tanpa lo tau rasanya disakiti. Lo bisa ngejatuhin Vina tanpa lo tau rasanya dijatuhin. Dan, lo selalu nginjak harga diri Vina tanpa lo tau rasanya diinjak. Lo pikir semua didunia ini tetap? Engga Lang, semuanya cuman sementara. Tapi, tugas kita cuman berusaha dan selalu berusaha. Dan, lo ga pernah mau berusaha," ucap Tasya serius.

"Lo ga tau semuanya, mending lo diam," ucap Galang datar.

"Ga tau apalagi? Lo masih mau ngelak?" tantang Tasya.

"Tadi lo bilang lo mau ke kelas kan? Lo udah telat kan? Yaudah sekarang lo boleh pergi," ucap Galang dan mendudukkan bokongnya disalah satu batu.

"Stop Galang, stopp!! Berhenti ngeluarin semua omong kosong itu, gue kasihan Lang, sama, Vina," tangis Tasya mulai pecah membuat Galang refleks memperhatikannya.

"Eh, lo kalo mau nangis jan disini. Kalo orang pada liat ntar dia nyangka gue ngapa-ngapain lo gimana. Udah pergi sono!" usir Galang sarkastik.

"Kenapa sih Lang, lo ga pernah mau ceritain ke gue?" tanya Tasya.

"Ngeyel banget sih lo, gue bilang gue ga mau, ya ga mau. Tolol amat sih!!" teriak Galang frustasi.

"Lo pingin gue pergi kan? Ok, sekarang gue pergi, gue ga mau jadi pelampiasan kegilaan lo nanti," pamit Tasya yang sudah mulai berlalu meninggalkan Galang.

"Eh, lo!" teriak Galang mencoba memanggil Tasya kembali.

"Kenapa? Ngapain lo manggil gue lagi?"

"Kalo lo sayang sama sahabat brengsek lo itu, suruh dia jauhin semua cewek yang gue deketin atau
.." jeda Galang. Wajah penasaran terlihat jelas dimimik wajah Tasya. Keringat dingin mulai bercucuran dari pelipisnya. Seakan semuanya tau tentang keadaan buruk selanjutnya.

"Atau gue bakalan liatin sakit hati yang sebenarnya," ucap Galang pelan di telinga Tasya. Tasya dibuat tertegun oleh ucapan Galang barusan, apa Galang tau rasanya sakit yang sebenarnya?

Galang pergi meninggalkan Tasya terpaku sendirian. Membiarkan setiap helaian rambutnya mengikuti arah angin berhembus. Membiarkan angin itu masuk ke dalam pori-porinya. Membiarkan angin itu menusuk setiap celah kulitnya.

"Vina, gue harap lo selalu bahagia dan tak pernah merasakan luka," lirih Tasya untuk terakhir kalinya. Mana sempat, keburu kerasa. Sebelum dia teringat bahwa dirinya sudah bolos 2 jam pelajaran.

Tamatlah riwayat Tasya selepas ini. Semuanya perihal Galang.

❇❇❇❇❇

Tbc!!!

Mudah-mudahan kalian suka sama part ini, gw udah usahain selalu update dan ga ngecewain kalian sama cerita-cerita gw. Keep read ok, tpi jan jdi silent readers👍

Hargai setiap ketikan gw dengan cara vomment. Ga cmn sma cerita gw doang tpi, sama semua karya org lain.

Salam hangat,
Chaca❤

After Alter EgoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang