"Sheen lo gpp kan Hey." Rayhan pun panik melihat Afsheen di gendongannya. "Sheen jawab gue".
.
.
.
Rayhan pun bergegas membawa Afsheen ke kamar dengan diantar Vanya. Dia merebahkan tubuh Afsheen di kasur empuk miliknya. Rayhan terlihat sangat khawatir, dia genggam tangan sahabat kecilnya. Sementara itu Vanya bergegas ke bawah untuk membuat sahabat-sahabat Afsheen lainnya tetap enjoy di acara itu.
"Sayang ikut aku ke atas." Bisik Vanya.
"Ke atas kemana Bii?" Jawab Arsen.
"Ke kamar Afsheen, ayo cepetan." Sembari menarik tangan kekar Arsen.
"Hah ngapain sayang? kamu tahan dong Bii jangan dulu sekarang. Kita kan belum nikah." Bisik Arsen.
"Ihhhhhh sayangggg aku lagi enggak becanda yaaa."
"Biiii sakittt biii iya-iya ayoo, emang kenapa sih sayang?" Arsen yang menahan sakit karena dicubit Vanya.
"Afsheen pinsan, ayo buruan dong."
Di kamar Afsheen terlihat Rayhan yang mencari minyak angin untuk menyadarkan Afsheen. Dia cari di meja, laci, bahkan kamar mandi. Hati dan pikirannya berkecamuk setiap kali Afsheen seperti ini. Matanya terus melihat ke arah tubuh Afsheen yang tak kunjung sadar.
"Sheen lo kenapa sih? Gue ada salah ngomongkah? tapi emang bener kan gue ganteng."
"Ah shit ini mana lagi minyak angin, ini apa ya?" sembari membuka botol hijau yang ada di meja rias Afsheen. "Ko bau minyak angin seaneh ini sih. Duhhhhhh bingunggg gue. Sheen please sadar, gue minta maaf.""Ray lo nyari apaan?" Tanya Vanya.
"Ini gue nyari minyak angin tapi gue dapet malah botol yang bau aneh ini." sembari menunjukkan botol hijau milik Afsheen.
"Anjirrrr itu kan toner Ray." Jawab Arsen.
"Ko lo tau sih?"
"Gue kan sering anter beli si Vanya Ray."
"Ihhhh bener-bener ya kalian, udah tau Afsheen Pinsan malah diskusi toner." Ucap Vanya.
Eughhh ssssh. Afsheen yang mulai tersadar.
"Sheen lo gapapa kan? kepala lo sakit? tangan ini masih sakit?" sembari memegang tangan bekas infusan Afsheen.
"Engga gue gapapa Ray, gue cuman sedikit pusing aja tadi terus mendadak lemes."
"Yaudah lo istirahat ya Sheen, gue sama Arsen ke bawah bawain lo makanan."
Rayhan dan Afsheen pun di kamar berdua, memang hal ini bukan hal baru bagi mereka karena semasa kecil dulu dia sering bercanda berdua di kamar. Orang tua mereka pun juga saling mengenal dengan baik. Afsheen pun berjalan dan bersandar di kursi dekat jendelanya sembari memandang pepohonan di luar jendela. Dirinya sudah jauh lebih baik dari hari-hari sebelumnya tepatnya setelah Rayhan datang di kehidupannya.
"Sheen masih pusing huh?" sembari mengelus kepala Afsheen.
"Enggak Ray, udah enak ko. Thank's ya. Pasti lo kan yang bawa gue ke kamar."
"Hmmm berat tau. Untung say.."
"Apa Ray?"
"Enggak bukan apa-apa, maksudnya untung saya kuat."
"Hahahaha sejak kapan lo ngomong (saya) kocak banget Ray."
"Ahhhhh udah-udah, gue bikinin lo susu ya. Tunggu sebentar." Ray pun berlari ke arah pintu kamar Afsheen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Tears [ Completed ]
Romance(17+) Bagi Afsheen cinta hanyalah sebuah ilusi semata. Dia menyukai kesendirian, kesendirian lah membawanya pada titik kenyamanan. Dia tak percaya bahagianya mencinta atau dicinta, semua hanya angan dan bayangan saja, seolah cinta tak benar-benar a...