bonbón

6.8K 232 7
                                    







Jeon Jungkook, nama manis seperti pemiliknya.


Mata bulat dengan bibir tipis, siapa yang tega membenci entitas seharum bolu baru matang.

Dengan postur tinggi, ramping cukup menggoda bagi setiap wanita untuk datang dan membiarkan tubuhnya dijamah panas oleh Pemuda itu.





" Jung, kamu sudah makan?"

Maka tidak ada seorangpun berani atau sekedar menatap ketika Taehyung datang, memproklamirkan diri sebagai pemilik seutuhnya dari tubuh menggoda itu.

" Saya tahu, kamu marah tapi bukan berarti kamu menyiksa diri dengan berhenti makan. Hm?" tidak ada yang spesial dari sosok Pria yang tengah membujuk pemuda itu untuk menyentuh piring penuh makanan itu, tetapi sesuatu tentang suaranya dan segala sesuatu tentang kedewasaannya yang entah mengapa membuat orang luluh lantah akan dominasinya.

" Tidak, kakak membuatku kecewa, lagi."

Ia tidak menangis, hey! Terlalu riskan untuk menangis di tengah malam begini Jungkook memutuskan untuk menduduki meja balkon miliknya, sembari sebatang rokok terapit bilahnya. 

" Jung, ayolah. Oke saya minta maaf, tak akan berbuat seperti itu lagi. Berjanjilah kamu akan menghabiskan makanan ini."

Melirih di setiap silabelnya, Taehyung memang bajingan yang hobi mempermainkan tiap hati, namun Jungkook hanya lelah. Ia ingin beristirahat dari semua kegilaan tentang dirinya yang di cumbu terlampau mesra oleh Taehyung. Hanya ingin membuka mata bahwa Taehyung tak hanya mengklaim dirinya sebagai satu-satunya,  mempermainkan banyak saat masih memiliki satu yang amat percaya.

" Berhentilah bersikap kekanakkan Jeon! Saya muak." Taehyung mendengus  sembari bibirnya membentak amat kasar.

" Pak tua, yang mengejarku sejak awal adalah kau! Jika kau mengira diri jauh lebih dewasa, maka enyahlah." giliran Jungkook kini mendesis parah, hanya tak menyangka ia akhirnya bisa berucap begitu kasar kepada orang yang selama ini begitu ia hormati.


" Jung yang benar saja, kita akan menikah beberapa hari lagi, bukankah yang minta dipingit itu kamu? Saya sudah peringatkan kalau itu sama sekali tidak menyenangkan dan kamu ngotot sekali ingin melakukannya."

Jungkook tidak menjawab, hanya tertegun sebelum akhirnya tungkainya menlangkah kearah pintu yang tak terkunci sedari tadi. Dalam hati bertanya sejak kapan Prianya itu begitu taat?

" Ugh, kakak aku menyesal." ujarnya sembari mengalungkan lengannya pada bahu kokoh Taehyung.

" Salah, siapa. Saya tahu rasanya, meski kamu bukan awalnya, tetapi saya senang kamu menjadi akhirnya saya." mengelus pucuk kepala Jungkook sebagai bentuk afeksi menenangkan, begitu bersemangat mengingat keduanya akan segera di satukan dalam ikatan suci oleh Tuhan.

Jemari yang bertautan dan bibir yang mengecup, semoga keduanya berakhir bahagia hingga rambut memutih dan tubuh tak sanggup mengangkat raga yang renta.

Hingga maut memutuskan untuk memisahkan.



















Fin.
Sekali lagi saya dilanda gabut.
*Deep bow*

babe ¦ tkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang