Pagi telah menyapa, riuh suara ayam membuat sang pemilik kamar terusik dengan suara tersebut, ditambah dengan suara alarmnya. Dengan terpaksa ia mematikan alarmnya, lalu beranjak menuruni ranjangnya. Dengan langkah gontai, ia berjalan keluar kamarnya, dengan sedikit menguap.
Dan ia pun sampai ditempat yang ia tuju. Ia mengetuk pintu berwarna coklat itu, tak ada jawaban dari dalam, ia mencoba sekali lagi dan tentunya agak keras, supaya sang empu mendengarnya.
Tak perlu waktu lama, akhirnya pintu didepannya terbuka, dengan pandangan yang ia lihat adalah gundukan selimut tebal.
Ia menghampiri anak itu, lalu mengguncangnya perlahan, masih tak mau bangun juga, sekali lagi ia mengguncang anak itu dengan lebih keras. Mulai lelah dengan cara itu Ozkar langsung menggunakan cara lain, yang kemungkinan akan berhasil membuat anak itu bangun dari alam mimpinya.
Ia mengambil selembar kertas di atas meja adiknya, lalu menggulungnya, dan menempelkannya tepat di atas telinga sang adik.
"ACELLL!!!! BANGUUUNNN!!!! DAH JAM 10 WOII BANGUNN!!" Teriaknya, dan membuat sang adik gelagapan.
Adzel, telinganya seperti diserang beberapa tawon. Panas, itulah yang ia rasakan sekarang, ditambah dengan kepalanya yang kembali berulah.
Ozkar yang melihat sang adik yang tiba-tiba memegang kepalanya itu, seketika menjadi panik, akhh.. mengapa ia menjadi lupa sih, aduhh kan sekarang jadinya kaya gini.
Sesegera mungkin ia berlari keluar kamar, dan mencari apa yang harus dibutuhkan adiknya sekarang. Ia mencari obat itu ditempat biasa, yaitu kamarnya tapi tak ada.
Sekarang bagaimana ini, apa jangan-jangan obatnya diambil oleh orang tuanya? Iya pasti ada di salah satu dari mereka, pasti itu.
Akhirnya ia berlari keruang makan. Lalu dengan tampang tak berdosa ia langsung menggebrak meja makan, tak terlalu kencang, tali berhasil membuat Ayah dan Bundanya terkejut.
"Ayah, bunda kalian ambil obat adek kan? Jawab yah, bun." Ucapnya menatap mereka secara bergantian.
"Ayah nggak. Memang kenapa sih dengan anak itu hah?" Tanya Raka agak keras.
"Aduhh...ayah buruan deh kasih obatnya, kasian si acel ayah.." bujuknya dengan tampang sangat khawatir.
"Nggak ada di ayah!!" Jawab Raka cuek.
"Trus?"
"Dibunda kamu tuh!" Raina langsung menoleh kearah suaminya. Lalu memelototkan matanya memberi isyarat agar tidak memberi tahu apapun kepada anaknya, tapi percuma ia hanya pasrah lalu memberikan tabung obat itu kepada anaknya.
Sedangkan disisi lain, Adzel langsung lari kekamar mandi untuk membersihkan dirinya lalu pergi kesekolah, rencananya berhasil ia sangat puas bisa membohongi kakaknya yang berisik itu. Dan untungnya ia sudah meninum obatnya tadi sebelum kakaknya membanguninya tadi.
Setelah selesai, ia bisa melihat Ozkar yang tercengo melihatnya keluar dari kamar mandi, mukanya yang tak enak di pandang itu membuatnya ingin terbahak dan untungnya ia masih mempunyai topeng untuk ia sembunyikan tawanya itu. Terlalu gengsi ia tertawa di depan orang sekarang, walupun itu keluarganya sendiri.
Lalu ia mulai berjalan menuju lemari pakaiannya, dan mengambil seragan sekolahnya. Setelah itu ia kembali memerhatikan kakaknya yang masih berdiri di ambang pintu, dan sepertinya dia masih bingung.
"Lo ngapa sih??" Tanyanya pura-pura tidak mengetahui apa yang terjadi, dan sambil memakai seragamnya.
"Lo nggak apa-apa?" Balik tanyanya.
"Emang lo nggak liat gue, orang gue nggak ngapa-ngapa!" Tuturnya.
"Trus tadi apaan??" Tanya masih binggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
D U N I A A D Z E L [END]
Teen FictionJika hadirnya memang tak lagi diinginkan,mengapa ia harus dilahirkan di dunia? Mengapa ia pernah di nanti-nantikan, jika akhirnya di singkirkan? Apakah ia hidup hanya untuk di permainkan saja? Mengapa semua orang selalu membuatnya terluka? Apakah se...