Dari malam bertemu malam lagi, remaja dengan surai hitam legam itu masih setia menutup kedua matanya. Seperti enggan untuk melihat dunianya yang fana ini, remaja lain yang senang tiasa menunggu itu terus menatap remaja lain sebut saja Adzel yang terbaring lemas itu.
Dua hari terlewati dengan sangat cepat, sayangnya sahabatnya itu tidak kunjung sadarkan diri. Kyle semakin cemas, dengan kondisi sahabatnya. Dan kurang lebih satu minggu yang akan datang, ia akan kembali ke Negara asalnya yang tidak lain adalah Kanada. Niatnya ia akan tinggal selama ayah-nya pindah ke negara ini, tapi hal itu tidak seperti apa yang ayah-nya katakan. Mau tidak mau, ia harus meninggalkan sahabatnya di sini. Semoga saja sebelum ia pergi, Adzel sudah sadar dan berbaikan dengan keluarganya bertemu dengan kedua orang tuanya tanpa bersembunyi-sembunyi lagi.
"Yon, bangun, banyak yang kangen sama lo. Di sana bikin lo nyaman ya? Gue mohon Yon, pulang ke pelukan kita lagi." Ujar Kyle menatap Adzel dengan mata sendunya. Remaja itu menghela napasnya, menidurkan kepalanya di lipatan tangannya. Ia mengantuk, ingin mengistirahatkan tubuhnya barang sebentar saja.
Kyle menutup matanya karena kantuk yang melanda, hingga ia tidak sadar jika ada satu pergerakan yang tidak perhatikan sebelum pergerakan itu kembali menghilang.
••••
Matahari di atas sana sudah sangat terik, seperti ingin membakar kulit mulus ketiga remaja yang sedang asik berenang di pantai ini. Ketiga remaja itu terlihat sangat bahagia, suara gelak tawa terus terdengar seperti tidak ada beban yang mereka tanggung.
Satu remaja dari ketiga nya itu memilih untuk pergi ke bibir pantai, merasakan jika matahari semakin terik. Ia pergi ke bawah pohon kepala, mendudukkan dirinya di sana. Berteduh, berharap ia dapat kesejukan. Memerhatikan kedua sahabatnya yang masih asik bermain air di sana.
"WOY DUGONG, UDAHAN MAINNYA. NGGAK NGERASA KEPANASAN APA?!" Ia berteriak dengan lantang, dan di respon baik oleh kedua remaja itu.
Kedua remaja itu sudah mendudukkan dirinya di samping remaja lain, sebut saja Rivan. Remaja itu menatap sosok di depannya, senyum itu bahkan belum luntur dari ranum indah itu. Rasanya, hatinya menghangat melihat hal sederhana ini. Mungkin untuk kali ini ia berhasil membuat sahabatnya melupakan beban di pikiran sahabatnya.
"Kar, besok kita balik ke Jakarta. Udah pada packing barang-barang kan?" Pertanyaan tiba-tiba itu ia lontarkan begitu saja, membuat remaja di depannya dengan segera menoleh.
Ozkar menatap Rivan, kerutan di dahinya menandakan ia sedang mengingat sesuatu. Lalu dalam sepersekian detik ia mengangguk, "gue sama Carlos udah, tinggal berangkat aja besok." Ucapnya sambil mengusap rambutnya yang basah dengan tangannya.
Carlos mengangguk, menyetujui ucapan Ozkar. Benar, mereka akan kembali ke kota asal. Sudah cukup liburannya, sudah cukup mereka merasakan kebahagiaan walau dalam kurun waktu yang singkat. Mereka akan kembali pada kenyataan, kegiatan seperti remaja pelajar pada umumnya. Terlebih Ozkar, remaja itu akan kembali ke kenyataan pahitnya sebagai seorang kakak yang merindukan kehangatan keluarga juga tanggungjawab yang besar.
"Guys, balik villa kuy. Gerah mau mandi nih!" Seru Ozkar memecahkan keheningan diantara mereka, Rivan dan Carlos bangkit mengejar Ozkar yang sudah lebih dulu bangkit dan meninggalkan mereka berdua di sana.
••••
Kedua pasangan itu sedang duduk berdampingan, masing-masing memilih bungkam seperti enggan untuk berbicara barang sedikitpun. Masing-masing diantaranya ialah ; Raeji dan suami, Raka dan Raina.
KAMU SEDANG MEMBACA
D U N I A A D Z E L [END]
Novela JuvenilJika hadirnya memang tak lagi diinginkan,mengapa ia harus dilahirkan di dunia? Mengapa ia pernah di nanti-nantikan, jika akhirnya di singkirkan? Apakah ia hidup hanya untuk di permainkan saja? Mengapa semua orang selalu membuatnya terluka? Apakah se...