𝐒𝐞𝐯𝐞𝐧

219 39 2
                                    

“Aku angry!”

Joe ikut merengut kala Jeff memajukan bibir bawahnya.

“Kok Koko malah angry?!” Gadis itu mulai berkacak pinggang.

“Kamu pergi tapi enggak bilang-bilang ke aku. Pokoknya aku angry dan angry!” Jeff menghentakan kaki, ngambek.

“Lho—kan aku ngomong ke Koko. Aku udah ngasih kabar!” Joe masih mempertahankan pertahanannya. Dirinya tidak mau disalahkan.

“Iya tapi 'kan enggak dari awal ngomongnya, telaaaaat!”

Sang gadis menghela nafas panjang, ekspresi wajah kesalnya semakin terlihat. “Seenggaknya 'kan akhirnya ngomong, daripada enggak sama sekali?”

“Iya udah tapi aku angry.”

“Ih nyebelin bange—”

“Stop! Jangan ajak aku ngomong!” Jeff semakin menggembungkan kedua pipinya dan menyipitkan matanya.

“CIH—”

dddddrrrt ddddddrrt ddddrrrrrt dddddrt

Handphone milik Jeff bergetar dan terpampang nama 'Lalisa' di layar. Teman kampusnya menelepon.

“Halo, Lis? Oh? Iya, saya otw. Iya, mungkin sekitar 15 menit. Tolong siapin dulu file di laptop merah itu, nanti kamu bisa tanya sama Jeon untuk form-nya. Dan untuk makalah yang baru jangan lupa diprint lagi. Saya tutup ya,”

Jeff kembali menatap Joe dengan tajam setelah ia menutup teleponnya. “Aku berangkat ke kampus sekarang, nanti titip salam buat Mamamu. Dan, detik ini pokoknya aku masih angry sama Joe!”

“Hih?!” Joe segera mendekatkan dirinya ke arah Jeff dan mencubit pinggangnya dengan tempo yang cepat, namun sedikit keras.

“EH, itu sakit tau, Joe!”

“Biarin! Karena hari ini Koko lagi angry, so, untuk tanda dadah-nya bukan pelukan, tapi cubitan!”

“Aku makin angry! Bye!”



























































Ddrrrrt.
Koko sent you a message.

Koko
| rrrrraaaaaawwwrrrr!

Dearest, JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang