𝐍𝐢𝐧𝐞

243 36 0
                                    

“Koko yakin mau jogging di cuaca yang kayak begini?” ujar Joe seraya menoleh ke arah jendela dorm milik Jeffrey.

Jeff yang baru saja menyiapkan botol minum mengangguk kecil, “Udah jadi rutinitas aku, enggak afdol kalau dilewatin.”

Ekspresi wajah Joe mendadak berubah setelah menyadari sesuatu. Ia : panik.

“K-Koko, Koko duduk dulu deh!”

Jeffrey dengan wajah (amat) bingungnya langsung menuruti perkataan Joe, ia segera duduk di sofa. Dengan sigap, gadis itu menghampirinya dan menatap wajahnya dengan intens.

“Koko sakit? Wajahmu pucat begitu.” Tanya Joe khawatir, telapak tangannya terarah untuk memegang dahi Jeffrey. “Lho 'kan, anget.”

“No jogging for this morning, I told you.” Sambung gadis itu setelah mengambil hoodie Jeff yang terlipat rapih di totebag-nya. “Pakai hoodie dulu untuk sementara, aku buatin teh hangat.”

“Joe, tapi—”

“PSSSST! I don't accept any argument, hari ini istirahat daripada makin memburuk. Jangan nakal atau kujewer?”

Jeff menelan ludahnya, “Galak.”

“Kalau enggak galak, ntar Koko makin nyebelin. Diem disini, jangan kemana-mana,” Gadis itu beranjak ke dapur setelah memastikan Jeff sudah memakai hoodie dan kaus kakinya.

Butuh beberapa menit di dapur bagi Joe setelah ia dilanda kebingungan dengan kompor dorm Jeffrey yang tidak mau menyala.

“Coba aja kalau si Koko enggak ceroboh dan ngejatuhin dispenser ini, pasti 30 detik juga tehnya udah jadi,” Joe bergumam sendiri.

Gadis itu kini sibuk dengan beberapa bahan masakan di hadapannya. Sudah menjadi kebiasaan baginya jika melihat ada orang yang sakit, ia akan segera membuat bubur. Baginya, makan bubur adalah suatu tips cepat menuju kesembuhan.

“Kokoooooo, masih di tempat 'kan? Enggak kemana-mana?” Tanya Joe, memastikan.

Suara lirih dari Jeffrey terdengar, “Iyaa, bawel.”

Joe menggelengkan kepalanya, “Koko kok bisa sakit ya?” Ia kembali bermonolog. “Apa gara-gara kemarin dia abis survey sama temen-temennya itu? Mmm, outdoor. Iya deh, kayaknya dari situ dia masuk angin. EH TEH!”













“Wajib habis, kalau enggak habis, aku angry.” Titah Joe setelah menaruh secangkir teh di meja.

” Titah Joe setelah menaruh secangkir teh di meja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Masih panas... Nanti ya diminumnya?”

Joe mengangguk, “Awas jangan sampai lupa terus teh-nya jadi dingin duluan.” Ujarnya, kemudian duduk di sebelah Jeffrey.

“Dingin...” Lirih Jeff, mengeratkan hoodienya.

Joe kembali berinisiatif, kini ia bergerak perlahan untuk memeluk tubuh Jeffrey dan menggenggam tangannya. “Koko jangan sakit dong, nanti aku sedih.”

“Jangan sedih, nanti aku enggak sembuh-sembuh,”

“Hih,” Joe mengeratkan pelukannya. “Get well soon, ayang. Makanya nanti-nanti sedia hoodie di tas, biar kalau lagi ada keperluan di outdoor kamu enggak masuk angin.”

“I'll do, Joe. Anyway, thank you for sticking by my side. It feels so good to know that no matter what, you're there for me.”

“Babe, that's my pleasure to be here, standing beside you and give you a LOT of affection. Now, AYO MINUM TEH NYA!”

Dearest, JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang