Adelia tidak segera membuka seragamnya dan lebih memilih berjalan ke hutan setelah meyakinkan Edward kalau dia akan ada di kamar. Kali ini dia tidak memberikan celah untuk Edward melihatnya. Dia tidak mau Edward curiga dan mencari tahu lalu menemukan J dan semua orang malah akan bertemu dengan J. J hanya boleh dilihat olehnya, oleh matanya. Entah sejak kapan dia menjadi pribadi yang posesif begini. Adelia juga tidak mengerti.
"J, kau di dalam?" Adelia telah mencapai pintu gua. Dia mencari J tapi tidak bertemu dengannya dan dia melihat ranjang kapsul itu tertutup, jadi dia yakin J di sana.
Kapsul itu bergerak terbuka. Sosok J keluar dari sana dengan senyuman lebar yang bahkan membuat Adelia percaya kalau dirinya adalah satu-satunya yang bisa membuat senyum itu dengan lebar terangkai.
"Hai, apa yang kau lakukan setelah aku pergi?" tanya Adelia.
Gadis itu masuk ke gua dan mengambil tempat duduk di dekat kapsul tidur pria itu. Pasti sangat nyaman rasanya bisa masuk ke kapsul itu di tengah cuaca dingin hutan. Adelia bahkan sedikit memberanikan diri memasukkan satu tangannya ke dalam kapsul dan merasakan hangat menjalar di lengannya.
"Kau ingin mencoba masuk?"
Adelia menatap J yang sudah mengambil tempat duduk di dekatnya. Tepat di depan Adelia dan mulai menatap gadis itu dengan tatapan seperti biasa. Pemujaan. Adelia tidak akan sanggup rasanya jika J akan menatapnya dengan cara yang berbeda. Dia tidak akan bisa diberikan tatapan lain.
"Kau akan ketagihan," tawar J dengan nada yang terkesan menggoda. Atau hanya Adelia saja yang sedang dalam mode patuh dalam godaan.
Adelia tersenyum. Tidak bergerak dari tempatnya. "Hari ini aku masuk kampus dan aku sudah mengubah jadwal kuliahku. Aku akan bisa datang siang ke sini."
"Aku tidak suka kau datang sendiri, Delia. Itu mengkhawatirkan aku. Aku tidak bisa tenang di sini."
Suara pria itu penuh dengan perhatian dan kelembutan itu membuat Adelia terdiam, lalu tekanannya semakin membuat dada gadis itu sesak. Tangan J terangkat dan menyingkirkan anak rambut Adelia. Dia membuat tangannya menyentuh pipi gadis itu, entah itu di sengaja atau tidak, Adelia tidak bisa memastikan. Dia terlalu terpaku dengan sentuhan ringan yang mampu membuat jantungnya bertalu.
"Mulai sekarang aku akan mengantarmu sampai keluar hutan dan akan menunggumu juga di sana. Ya?"
Adelia mengangguk. Seolah mata biru itu menghipnotisnya. Mata yang indah dan warna yang sangat cantik. Mata J mirip seperti samudera. Begitu menggoda dan juga menariknya mendekat. Rasanya warna mata itu memang untuk memerangkap. Adelia sudah merasa terperangkap.
Segera Adelia mengerjap dan menyingkirkan tangan J dari wajahnya. Dia harus sadar atau saat nanti pria itu meminta banyak hal padanya, dia hanya akan menjadi boneka penurut. Bukan hal mustahil saat nanti J meminta dia untuk tinggal di sini. Adelia menggeleng dengan berlebihan. Dia tidak waras. Dia gila. Dia penuh dengan keasingan pada dirinya.
"Tidak, J. Kau tidak bisa mengantarku."
"Kenapa?"
"Pertama, kau bisa saja dilihat oleh orang lain dan itu gawat sekali. Kedua, aku tidak mau kau menunggu aku seperti waktu itu di depan hutan. Aku tidak mungkin bisa tidur dengan nyenyak di rumah sementara kau di hutan sendiri, dengan suhu lebih dingin di malam hari. Jadi jawabannya tidak."
Pria itu tersenyum dengan lebar. Sama lebarnya dengan saat pertama mata birunya menemukan Adelia datang. Hebat sekali, lama-lama Adelia akan menderIta diabetes.
"Kenapa kau tersenyum seperti itu?"
"Apa yang kau katakan membuat aku senang. Kau perhatian padaku dan khawatir untukku. Kau mulai terbuka dengan perasaanmu."
Adelia hanya berdecih. Dia sudah tidak tahu cara menyangkal perasaannya sendiri. Juga dia tidak mau menyangkalnya dan malah berakhir akan membuatnya menyesal nanti. Jika J meninggalkannya, itu adalah keputusannya. Tapi bersikap seperti orang yang jatuh cinta, dialah yang memutuskan. Dia akan membuat J merasa dicintai agar pria itu tetap ada di sisinya, walau ibu pria itu datang nantinya.
"Kau sungguh tidak ingin mencoba tempat tidurku?" tawa J lagi. Kali ini tidak ada nada menggoda dan Adelia sadar kalau memang suara J yang menggodanya tadi. Bukan karena dirinya yang tahan akan godaan.
Mata Adelia berlari ke ranjang kapsul itu. Dia memang penasaran tapi dia takut pada dirinya sendiri saat masuk ke sana. Dia takut membayangkan banyak hal dan itu termasuk pada J yang akan ada di atasnya. Dia sedang tidak waras jadi otaknya juga gila.
Adelia mengegeleng menolak.
J hanya memberikan dua kali anggukan dengan mengerti. "Mungkin lain kali." Pria itu mengedipkan mata birunya pada Adelia.
Adelia segera memberikan pukulan di dada berotot J. "Hentikan menggodaku."
"Menggoda? Kapan kulakukan itu?"
"Oh kau sangat menyebalkan."
Pria itu tertawa dengan keras. Membuat Adelia merasakan getaran pelan di ulu hatinya. Menusuk dengan tepat ke jantungnya. Dia akan sangat betah di dekat J.
Tadinya Adelia berpikir tentang menanyakan soal apa yang dia lihat malam itu di luar jendelanya. Soal bayangan hitam yang dia pikir adalah J, tapi Adelia yakin kalau sosok itu bukan J. Pria ini tidak mungkin berdiri di luar rumahnya dan tidak cerita padanya. Juga kenapa juga J akan berdiri di sana. Melihat Adelia? Itu sangat mustahil. Tidak ada kesenangan dalam melihat jendela di mana pemilik kamar belum tentu ada di sana.
Jadi Adelia memutuskan untuk melupakan apa yang dilihatnya. Tidak penting untuk dibahas.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Robotic Obsession ✓ TAMAT
Fiksi IlmiahCerita lengkap ada di playstore. Cari dengan kata kunci ENNIYY atau langsung ketik judulnya *** Adelia Clark pindah ke kota baru yang terletak di pinggiran hutan. Menjauh dari hiruk pikuk kota London membuat Adelia merasa berada di neraka dunia. Tap...