JIMIN POV
Buruk. Suasana ini benar-benar buruk. Aku tidak bisa menggambarkan apapun. Yang bisa aku katakan hanyalah bahwa semua orang menjadi panik karena hal yang baru saja terjadi.
Aku tidak menyangka sama sekali. Jungkook bahkan baru saja saling debat—maksudku bercanda—dengan Taehyung. Aku benar-benar terkejut saat melihat dia terjatuh dan mengeluh jika nafasnya sesak. Dan semuanya terjadi dengan begitu cepat. Hyungdeul datang dan suasana berubah menjadi begitu panik seketika. Yang membuatku kecewa adalah karena aku tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal aku yang paling dekat dengannya sedari tadi.
"Jungkookie, sudah lebih baik?" tanya Jin hyung kepada maknae itu. Jungkook hanya mengangguk pelan masih sibuk mengatur nafasnya.
"Kau terlalu lelah. Sudah kubilang jangan terlalu memaksakan diri." kata Jin hyung lagi. Jungkook hanya diam dan memilih untuk tidak merespon. Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu—setidaknya untuk menenangkan kami yang sudah terlanjut panik—tapi dia tidak memiliki kesempatan untuk melakukan itu.
"Bangunlah! Kau bisa kedinginan dan sakit." meski tidak terlalu jelas, tapi aku mendengar Jin hyung mengatakan itu. Kemudian dia membantu Jungkook untuk berdiri dan mendudukkannya di tempat tidur Taehyung.
"Hyung, apa tidak sebaiknya kita memanggil dokter? Meskipun..."
"Tidak, hyung." Jungkook buru-buru memotong ucapan Namjoon hyung. "Aku sudah... lebih baik." Dilihat dari mana pun dia terlihat tidak baik. Bahkan nafasnya masih sangat tidak teratur. Bisa saja dia kesulitan bernafas lagi jika... Ah, kenapa aku malah memikirkan kemungkinan itu?
"Taehyung, kau pindah ke kamar lain. Biarkan Jungkook tidur di sini." kata Jin hyung kepada Taehyung yang entah kenapa masih diam sambil memandang Jungkook. Tentu saja dia mencemaskan maknae itu. Aku juga, itu sudah pasti.
"Apakah tidak sebaiknya ada yang menemani di sini? Jimin sedang cedera, dia tidak bisa bangun." kata Taehyung seolah sedang memberikan alasan agar dia bisa tinggal.
"Ada benarnya juga. Tapi..."
"Tidak apa-apa, hyung. Aku bisa tidur di sofa." Taehyung memotong ucapan Namjoon Hyung yang kemudian dibalas oleh helaan nafas yang jelas-jelas dapat diartikan sebagai ketidaksetujuan terhadap perkataan Taehyung.
"Hyung... aku tidak..."
"Diam, Kookie." meskipun Taehyung mengatakannya dengan sangat lembut, tapi aku mendengar nada 'jangan menentangku' saat dia memotong ucapan Jungkook. "Hyung, sudahlah. Aku tidak bisa tenang." ucapnya kepada hyungdeul.
"Kau yakin baik-baik saja jika melakukan itu?" tanya Hoseok hyung.
"Tentu saja."
"Baiklah. Terserah kau saja. Jika terjadi sesuatu segera panggil kami." kata Jin hyung kepada Taehyung. "Dan kalian, segera keluar. Biarkan mereka beristirahat." lanjutnya kepada hyungdeul yang masih memperhatikan.
Akhirnya semuanya pergi satu persatu mulai dari Jin hyung. "Jangan lupa untuk memanggil kami jika sesuatu terjadi." Hoseok hyung masih sempat mengatakan itu sesaat sebelum dia benar-benar keluar.
Taehyung langsung menghampiri Jungkook yang masih terduduk di tepi tempat tidur setelah menutup pintu. "Jungkook-ah, kau yakin sudah baik-baik saja?" tanyanya kepada maknae itu.
"Aku sudah merasa lebih baik. Jangan cemas, hyung." akhirnya aku mulai percaya. Setidaknya Jungkook sudah bisa berbicara dengan lancar. Dia juga sudah tidak kesulitan bernafas lagi.
"Syukurlah. Jangan berbaring dulu, duduk saja." kata Taehyung sembari membantu Jungkook untuk naik ke tempat tidur kemudian duduk bersandar pada headboard.
"Kau ingin teh hangat? Aku bisa membuatkannya untukmu." tawar Taehyung sementara aku masih diam sambil memperhatikan mereka. Terkadang Taehyung bisa bersikap dewasa meskipun lebih sering bersikap menyebalkan.
"Iya. Terima kasih, hyung."
Taehyung langsung berbalik dan melangkah pergi. Tapi sebelum itu dia sempat memandangku dengan tatapan mengancam―yang demi apapun terlihat menyebalkan bagiku. "Aku tidak ingin mengulang ucapanku, Park Jimin-ssi." ujarnya. Tanpa memberi waktu untukku membalas, Kim Taehyung yang menyebalkan itu langsung berjalan keluar. Aku hanya bisa berdecak kesal setelah dia menghilang di balik pintu yang kembali tertutup.
"Jungkook-ah, kau yakin sudah tidak apa-apa?" aku memilih untuk berbicara kepada si maknae yang masih menunduk. Aku yakin jika dia masih sesak―meskipun kuharap tidak terlalu parah―tapi Jungkook berusaha untuk menyembunyikannya.
Maknae itu sedikit mendongak lalu menoleh ke arahku. Aku baru bisa melihat wajah pucatnya itu dengan jelas. Tapi dia masih memaksakan diri untuk tersenyum lalu menjawab, "Sudah lebih baik, hyung. Tenang saja."
Aku terdiam sejenak sambil tetap memandangnya. Kemudian aku bergerak turun dari tempat tidurku dan berjalan―dengan sangat berhati-hati―ke tempat tidur Taehyung yang hanya berjarak satu meter dari tempat tidurku.
"Hyung, jangan..."
"Aku masih bisa berjalan, Jungkook-ah. Jangan terlalu panik begitu." aku memotong ucapan Jungkook tanpa menghentikan langkah kakiku. "Tapi ternyata sakit." aku bergumam pelan setelah menjatuhkan bokongku di tepi tempat tidur Taehyung. Aku pikir Jungkook tidak mendengarnya, tapi kurasa itu salah. Terbukti saat tatapannya semakin terlihat cemas.
"Sebaiknya kau mencemaskan dirimu sendiri, Kookie." ujarku sembari mengusak rambutnya. Entahlah, aku terbiasa melihat Taehyung melakukan itu kepada Jungkook. Sekarang tanpa sadar aku melakukannya juga.
"Ya! Jimin-ssi, kau benar-benar tidak mendengarkanku." ketika aku menoleh Taehyung sedang berdiri dengan satu tangan di pegangan pintu sementara tangan yang satunya lagi membawa sebuah cangkir.
"Aku tidak berjalan lebih dari satu meter, Taehyung-ah. Berhentilah bersikap menyebalkan." ucapku kesal. Aku tahu jika dia mencemaskanku juga karena aku cedera. Tapi aku tidak menyukai caranya yang terasa hanya mengekangku saja.
"Ah, kenapa sulit sekali membuatmu mengerti." keluhnya sembari menghela nafas. Akhirnya dia masuk ke dalam dan menutup pintu kembali. Dia berjalan menghampiri kami―lebih tepatnya hanya Jungkook―lalu duduk di sisi lain ranjang.
"Minumlah." sembari menyodorkan cangkir yang dibawanya kepada si maknae, Taehyung mengatakan itu. Jungkook menggumamkan terima kasih lalu mengambil cangkir itu dari Taehyung. Aku hanya memperhatikan saat menyadari jika tangan Jungkook terlihat gemetar.
Aku meraih tangannya yang memegang cangkir lalu membantunya menyodorkan mulut cangkir itu ke bibirnya. Tapi Jungkook malah diam sambil menatapku. "Tanganmu gemetar." ucapku singkat, mencoba menjelaskan jika dia mungkin akan melukai dirinya sendiri dengan menumpahkan teh―yang menurutku terlihat panas―karena tangannya tak bisa menahan beban berat dari cangkir.
"Ah, terima kasih."
Aku memilih untuk tidak menjawab dan malah memperhatikan Jungkook yang mulai meniup teh dalam cangkir lalu menyesapnya sedikit. Tapi sepertinya itu memang terlalu panas untuknya. "Taehyung-ah, apa tadi kau tidak menambahkan air dingin?" tanyaku kepada Taehyung.
"Apa terlalu panas?" Taehyung justru mengacuhkan ucapanku dan memilih untuk balas bertanya. "Aku akan mengambil air dingin." ujarnya tanpa menunggu jawaban dariku ataupun Jungkook. Dia bahkan langsung berdiri dan bergegas keluar lagi.
"Ah... padahal tidak terlalu panas, kok." kata Jungkook dengan sedikit bergumam. Aku tahu jika dia pasti merasa menyesal karena membuat Taehyung harus bolak-balik ke dapur. Terlebih karena kamar kami berada di lantai atas sementara dapur ada di lantai dasar.
"Lagi pula dia mau." aku memilih untuk mengatakan itu.
"Tapi aku terlalu merepotkan."
"Tidak ada yang berpikiran seperti itu, Jungkook-ah."
Setidaknya jangan berpikiran seperti itu. Kami tidak ingin kau berpikir jika dirimu hanya merepotkan kami, Jungkook-ah. Berhentilah berpikir seperti itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly [END]
Fanfiction[방탄소년던 x 전정국] "Jika aku melepaskanmu, kau akan terbang jauh dan hancur." Tidak. Bahkan jika pun kau tak melepaskannya, dia bisa saja benar-benar hancur di depan matamu.