2. Bertemu

20 3 1
                                    

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Story and Pictures Editing by tinarnarra

Picture from Pinteres

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Suara alarm nyaring membangunkan pemuda bersurai cokelat gelap di sampingnya, di ranjang empuk dengan sprei biru muda. Pemuda itu membuka matanya perlahan. Mengerjap beberapa kali demi menyesuaikan cahaya yang terpantulkan oleh retina matanya. Cahaya itu masuk melalui celah tirai dari jendela kamarnya.

Terdiam ia menatap langit-langit kamar dalam selimut biru yang membungkus hangat tubuhnya, sambil mengumpulkan nyawa yang berceceran kemana-mana.

Dalam benaknya ia mengingat kembali jadwal kegiatan hari ini, Sudah hari sabtu ya... belanja... rawat taman... bersihkan kamar mandi... apalagi ya, hmm....

Tersentak, dengan cepat ia bangun dan berlari menuju kamar mandi. Secepat kilat ia menarik handuk di samping pintu sampai gantungannya terhempas di udara dan mendarat di lantai dekat ranjangnya. Suara jatuhnya lumayan nyaring karena terbuat dari besi. Tak ia perdulikan dan langsung masuk begitu saja.

10 menit berlalu dan pemuda itu keluar dengan keadaan masih setengah basah kuyup, hanya ada handuk yang melingkar di pinggangnya. Ia berlari kecil menuju lemari di pojok ruangan. Langkahnya terhenti karena menginjak sesuatu. Benar, itu ujung gantungan tadi. Ia meringis kesakitan. Dengan kaki sedikit pincang ia melanjutkan langkahnya walau rasa sakit masih menyerang. Ia mengambil lalu memakai baju pertama yang ia lihat, ia tak perduli akan se-aneh apa penampilannya nanti.

***

"Aku berangkat," Ucapnya sambil bergegas mengunci pintu rumahnya.

Ia berlari cukup kencang menuruni anak tangga menuju stasiun kereta. Kurang hati-hati ia terpeleset hingga jatuh terduduk. Ia meringis lagi. Sudah kesekian kalinya ia terjatuh minggu ini. Sekarang ia berjalan dengan kecepatan normal sambil sesekali mengusap bagian yang sakit.

"Ayo cepat..." ucapnya sedikit gemetar sambil sedikit bersandar pada dinding.

Sesampainya di stasiun ia duduk di kursi terlebih dahulu, meluruskan punggungnya yang sedari tadi ia bungkukkan karena sakit. Memutar setengah pinggulnya hingga berbunyi.

Mendengar keretanya akan segera tiba pemuda itu beranjak berdiri. Mengambil ancang-ancang berlari. Kereta tiba dan ia langsung lari masuk dengan segera. Ia terdiam heran karena kali ini gerbongnya kosong, hanya ada dirinya seorang. Tak mau ambil pusing ia pun duduk di sana. Ia terlihat senang mendapat kursi lagi setelah sekian lama.

Bosan, ia pun memakai headset dan menyetel sebuah lagu, sambil mendengarkan ia juga bersenandung tapi suara itu semakin lama semakin pelan, sangat pelan sampai tak terdengar. Ia teringat saat Ervan tertawa terbahak-bahak saat mendengarnya menyanyi. Temannya itu memang sangat pandai bernyanyi.

Hampir lima menit berlalu tapi hanya dirinya saja yang ada di gerbong itu. Heran, ia pun keluar sebentar melihat jadwal.

Eh? Benar kok, tapi kenapa gerbongnya sepi sekali?

Ia semakin heran, karena tak pernah terjadi sebelumnya. Sambil menggaruk pundaknya yang tak gatal ia kembali masuk dan duduk di tempatnya semula. Ia melihat sekitar. Ia terkejut mendapati seseorang berdiri di sana, di ujung gerbong. Seorang perempuan dengan rambut panjang memakai baju hitam berdiri membelakanginya.

The God of The Rings ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang