Trust The Promise

32 0 0
                                    

"Kei, gue malam ini tidur di sini, ya?" pinta Denara.

Keina mengangguk. "Tapi malam ini aja, ya? Besok lo harus pulang."

"Kenapa? Lo mau balik ke rumah?"

"Gue balik lusa, sih, tapi lo tetep harus pulang besok. Kasian Bunda pasti nyariin lo."

Denara menghela napas. "Kei?"

Keina mengunci layar ponselnya dan ia letakkan di meja yang berada di sampingnya. "Iya, Ra?"

"Menurut lo, kalau gue nemuin profesional gimana, ya?"

Keina mengrenyitkan dahi. "Kayak psikolog apa psikiater gitu maksud lo?"

"Ini gue random aja sih. Gue ngerasa nggak tahu sekarang harus ke mana dan gimana lagi. Rumah gue bukan lagi rumah bagi gue."

"Selama lo yakin dan memang ini yang lo inginkan, bukan karena tekanan dari siapa-siapa, kenapa nggak, Ra? Bagus dong malah!"

"Masalahnya, gue nggak punya duit. Gue sebenernya udah lama pengen ke sana, tapi gue tahu itu nggak murah. Gue juga nggak tahu harus ke mana. Di sisi lain, gue juga takut cerita semua masalah gue ke orang asing."

Keina terdiam sejenak, seperti sedang mengingat-ingat sesuatu. "Eh, kalau nggak salah gue pernah simpen nomornya...."

"Hah? Nomor apaan, Kei? Nomor togel?"

"Ih, bukan! Bentar deh." Keina kemudian beranjak dari kursinya menuju rak buku. Kini ia sibuk mencari sesuatu.

"Apaan sih, Kei?"

Setelah dua menit, Keina meraih sebuah notebook dari tumpukan buku-buku itu dan membukanya. "Nah, ketemu! Nih, Ra, simpen nomornya dulu. Itu nomor layanan konseling universitas."

"Hah, kampus ada begituan? Kok gue nggak pernah tahu, ya? Lo dapet ini dari mana?"

"Dulu pas Ospek pernah dikasih kok."

"Oh, iya? Gue kan nggak begitu perhatiin materi Ospek. Ya, lo tahu, kan?"

Keina tersenyum. "Gue lupa pematerinya siapa, tapi dia bilang, ini gratis, Ra. Coba aja kalau memang lo udah siap."

"Makasih banyak, ya, Kei. Lo selalu ada di setiap gue lagi begini."

"Kayak sama siapa aja, sih, Ra!"

Mereka pun tertawa bersama. "Ra, lo jangan mendem-mendem sendiri lagi kalau ada masalah, ya? Gue siap dengerin lo, kok."

***

Sudah hampir 30 menit, Denara memandang secarik kertas kecil yang sedari tadi ia pegang. Tanpa sadar, kertas itu sudah hampir tidak berbentuk karena sering diremas-remas oleh Denara. Sejak kertas itu diberikan Keina pada Denara empat hari yang lalu, setiap hari, Denara selalu memandangi kertas berisikan yang kata Keina adalah nomor hotline konseling universitas. Apa yang harus aku katakan? Apakah ini waktu yang tepat? Tanya Denara setiap kali memandang kertas itu.

Denara mengatur napasnya. Kini jarinya menekan nomor yang tertera di kertas itu di ponselnya kemudian menekan tombol dial. Dia tidak akan tahu kalau dia tidak mencoba. It's alright, Ra. Ini, kan, belum ngapa-ngapain.

"Selamat Siang! Ini dengan Layanan Konseling Universitas Citra Buana. Ada yang bisa kami bantu?" sahut suara ramah di seberang telepon.

"Eh?" Denara terkejut karena hotline tersebut ternyata berfungsi. "Ah, iya, ini benar layanan konseling konseling kampus UCB, ya?"

"Betul, Kak. Bagaimana, ya, Kak?"

"Saya Ara, dari Fakultas Hukum 2015. Saya mau tanya-tanya dulu, boleh?"

"Ya, Kak Ara. Silahkan."

Padahal dia belum menjelaskan maksud Denara pada 'operator' itu yang sepertinya adalah mahasiswa juga seperti dirinya, namun ia merasa sangat yakin karena setelah mendengar suara 'operator' itu sepertinya dia akan dilayani dengan baik. "Kalau saya mau konseling prosedurnya bagaimana, ya, Kak?"

"Kira-kira, Kak Ara ingin konseling di hari apa dan pukul berapa? Nanti saya buatkan perjanjian dengan konselor yang available, tidak sedang mengajar, karena konselor-konselor di sini adalah dosen fakultas psikologi juga."

"Oh, ya, Kak, maaf sebelumnya, apakah konseling ini dikenakan biaya?"

"Nggak, kok, Kak. Konseling ini sama sekali tidak dikenakan biaya untuk mahasiswa UCB."

"Baiklah. Kalau begitu, apakah saya bisa melakukan konseling besok siang?" tanya Denara tanpa ragu.

"Sebentar, ya, Kak. Saya cek konselor yang available dulu." Terdengar suara kertas dibolak-balik di seberang telepon.

"Hari Jumat, 27 Oktober 2017 tersedia pukul dua siang, Kak, dengan konselor Bapak Arkenso Sinathrya." Denara terkejut dengan nama itu.

Ini Pak Arkenso yang jaga UTS Hukum Dagang itu, kan? Dia, kan, galak! Tapi, aku hanya punya waktu luang besok karena hari itu merupakan hari libur dari bekerja di firma....

"Bagaimana, Kak Ara? Apakah ada yang kurang jelas? Atau ingin re-schedule?" 

"Eh? Nggak, kok, Kak. Sudah jelas semua dan saya sepakat dengan jadwalnya."

"Baik, Kak Ara. Sebelumnya, boleh saya diberi nomor telepon yang bisa dihubungi?"

Denara mendiktekan nomor ponselnya.

"Baik. Sudah saya book di appointment database. Jumat, 27 Oktober 2017 dengan Bapak Arkenso, ya?"

"Ya, Kak. Terima kasih atas bantuannya."

"Terima kasih kembali." 

Denara menekan tombol end call di ponselnya.


Sunshine After RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang