Unconscious

25 0 0
                                    

Roseanne Keina Winarta

Gue nggak salah lihat, kan, ya? Berkali-kali gue memeriksa tanggal hari ini di ponsel. Bener kok, hari ini tanggal 30 Oktober 2017. Tapi, kenapa gue perhatikan Ara banyak senyum, ya, hari ini? Biasanya, Ara tuh senyum-senyum sendiri kalau dia lagi ulang tahun. Gue selalu ingat hari ulang tahun Ara adalah 21 Maret. Nggak cuma itu, biasanya Ara kalau ada jadwal kelas selalu terlihat lesu, rambut juga dikuncir seadanya, pokoknya terlihat kacau banget. Sepertinya, this is my first time lihat Ara kuliah pakai kemeja. Rambut panjang sedadanya juga tergerai dengan rapi. Bahkan, dia juga mengenakan lip tint yang warnanya sangat cocok dengan bibir tipisnya. What's wrong with her?

"Kei, kelar kelas lo ada acara, nggak?" tanya Ara ke gue, tiba-tiba.

"Enggak sih, kenapa emang?"

"Temenin gue ke perpus, yuk?"

HAH? Ini gue nggak salah denger? Seorang Ara yang dari semester satu paling anti ke perpustakaan, nggak ada hujan, nggak ada angin, tiba-tiba ngajak gue? "L-lo nggak salah minum obat kan, Ra?"

"Ih, apaan sih! Harusnya sahabat mau berbuat baik tuh didukung, dong!" sergah Ara.

Tunggu, hari ini memang ada yang salah dari Ara. Gue denger nada bicara dia juga nggak kayak biasanya. Lebih... bersemangat? Beneran, deh, ini Ara abis minum obat penambah stamina apa gimana, sih? Tapi, emang kayaknya ada sesuatu yang bikin Ara sebahagia ini. Gue sebagai sahabatnya yang nemenin dia dari ospek juga kasihan lihat dia setiap ke kampus nggak ada semangat. Gue penasaran, sih, dia sebenernya kenapa. Jangan tanya-tanya dulu, deh. Gue nggak mau rusak kebahagiaan Ara hari ini, karena ini pemandangan yang langka juga bagi gue.

"Ya, udah, iya. Gue temenin. Tapi, kita makan di kantin dulu, ya?" tawar gue.

"Beres!" jawab Ara sambil tersenyum.

Sumpah, gue bener-bener penasaran! Gue merasa udah kenal Ara lebih jauh. Tapi, kali ini gue bener-bener nggak bisa nebak apa yang terjadi. Apakah ada yang gue lewatkan? "Eh, Ra. Tapi beneran, deh. Lo ngapain mau ke perpus. Soalnya, ini kan baru hari pertama kuliah, belum ada tugas-tugas?"

"Gue lagi nyari bacaan baru tentang psikologi. Setelah gue cek di sistem online perpus, buku ini ada di sana. Daripada gue beli apa baca di toko buku, mager gue. Hehehehe."

"Ooh, iya deh." Pungkas gue.

Sebenarnya, masih ada yang mengganjal dari jawaban Ara. Jawabannya seperti kurang menjawab rasa penasaran gue. Tapi gue memilih diam, nunggu Ara cerita sendiri aja nanti ke gue.

*

Rasa penasaran gue belum berhenti sampai keesokan harinya. Karena sampai hari ini, Ara masih bersikap seperti kemarin. Gue malah takut kalau Ara bertingkah kayak gitu karena ada masalah. Sebelumnya, gue terakhir ketemu Ara di kostan gue seminggu yang lalu, pas liburan abis UTS, sore-sore sambil nangis parah. Setelah itu gue baru lihat Ara lagi pas kuliah udah masuk dan malah bertingkah yang menurut gue, bukan Ara yang biasanya, gimana gue nggak takut?

"Ra, are you okay?" tanya gue ke Ara, akhirnya.

"Ha? Of course, I'm okay!" jawab Ara, mantap. Gue yang malah bersikap nggak percaya. "Gue beneran nggak kenapa-napa, Kei. Kenapa, sih?"

Gue pun juga bingung gue harus gimana ke Ara supaya dia mau cerita ke gue. Gue yakin banget kalau sebenarnya ada sesuatu yang terjadi pada Ara. "Nggak. Gue rasa lo kenapa-napa. Kan gue udah bilang sama lo kalau ada apa-apa jangan disimpen sendiri...."

"Tapi, gue emang lagi nggak ada masalah. Jadi apa yang mesti diceritain ke lo, sih." Ujar Ara sembari tertawa, yang tambah membuatku semakin takut.

"Denara... lo nggak lagi naksir seseorang, kan?"

Gue entah kenapa dari kemarin yakin banget kalau Ara lagi kasmaran. Gue tahu kalau Ara nggak pernah terlihat lagi interaksi sama cowok di kampus. Bisa dibilang, Ara tuh ke mana-mana sama gue. Mungkin dari teman-temannya yang nggak gue tahu, kayak temen sekolah? Kenalan di aplikasi dating online? Entahlah, gue malah sibuk sama pikiran gue sendiri.

"Hah? Lo kok tiba-tiba nanya itu, sih, Kei? Nggak lah! Lo kan tau gue nggak pernah deket-deket cowok di kampus." Elak Ara, dengan wajah yang memerah. Fix sih, Ara emang lagi naksir seseorang, sih. Tapi... siapa?

"Ya, gue tahu. Tapi bukan berarti lo nggak bisa naksir orang lain, kan?"

"Ya, iya, sih. Tapi beneran, gue emang lagi gak naksir siapa-siapa, kok!" Tegas Ara.

Gue jadi geli sendiri liat Ara begini, tapi juga takut. Emosi Ara terlihat unstable. "Iya deh, gue percaya sama lo, kok."

Gue berharap semoga Ara bener-bener bahagia kali ini. Dia berhak untuk merasakan hal-hal selain kesedihan dan kemarahan. Siapapun orang yang udah buat Ara bahagia, gue akan sangat berterima kasih pada orang itu, karena telah menuntun Ara keluar dari jalan gelap dan panjang yang telah Ara lalui.

Sunshine After RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang