Part 5 : Sunflower 🌻

54 9 4
                                    

Sayup-sayup terdengar nyanyian dari seseorang yang diiringi dengan petikan gitar. Semakin terdengar jelas nyanyian itu ketika langkah ku mulai mendekat kearah sanggar.

Got me spinning like a ballerina,
Feeling gangsta every time I see ya,
You're the king and, baby, I'm the queen of
Disaster, disaster...
(Lana Del Rey-Queen of Disaster)

Dan ternyata Caca yang sedang menyanyi dengan iringan gitar dari Reza. Sedangkan yang lainnya tengah asik mengobrol, ada juga yang sibuk menggambar. Mereka menghentikan kegiatan kecilnya itu ketika melihatku datang bersama Mas Baskara.

"Udah kumpul semua kan ya?" Tanya mas Baskara lalu matanya menelusuri ke setiap penjuru area sanggar.

"Udah mas."

"Yaudah kita mulai aja ya rapatnya." Dengan cekatan semuanya berkumpul, duduk bersila membentuk pola lingkaran. Lalu rapat dimulai, dengan dipimpin mas Baskara sebagai penanggung jawab. Rapat kali ini membahas lebih dalam konsep drama teater yang akan di tampilkan. Tak lupa juga pembahasan anggaran yang dibutuhkan.

Untuk urusan kepanitiaan sudah ditunjuk beberapa orang. Dan betapa beruntungnya aku mendapat bagian tim setting latar tempat. Setidaknya aku tak menjadi salah satu toko di drama teater kali ini. Karena menurutku bekerja dibalik layar itu lebih menyenangkan, daripada menjadi pemeran utama.

"Kurasa cukup untuk hari ini, Nita jangan lupa ditulis hasil rapat kali ini."

"Dan untuk semuanya, walaupun tak semua berperan main di dalam drama. Tapi kita semua harus tetap latihan untuk mengenal setiap karakternya. Karena kitapun tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Bisa saja salah satu pemeran yang ditunjuk tadi berhalangan hadir atau sedang sakit. Jadi mohon kerja samanya." Sambung Mas Baskara.

Anggukan kompak tercipta setelah mendengar penuturan dari Mas Baskara. Tak ada perdebatan alot terjadi, karena semua berjalan dengan lancar mencapai kata mufakat. Rapat selesai, semua membubarkan diri masing-masing. Ada beberapa orang yang masih stay di sanggar untuk sekedar bercengkrama, ada pula yang berlatih bernyanyi.

"Mau langsung pulang Key? Nggak mau di sanggar dulu?" Tanya Mas Baskara duduk tepat disamping ku saat aku tengah memakai sepatu.

"Iya nih mas, soalnya udah dipesen sama ayah buat mampir beli bunga. Keburu tutup toko bunganya."

"Kamu naik apa?"

"Naik bus." Jawabku lalu beranjak dari posisi duduk, bersiap untuk meninggalkan area sanggar.

"Aku anterin aja ke toko bunganya gimana?"

"Duh, nggak usah mas nanti ngrepotin. Lagian nanti mas harus bolak-balik kesini." Sanggahku mencoba untuk menolak ajakan Mas Baskara untuk mengantarku. Sebenarnya bukan aku tak mau diantar olehnya, hanya saja aku mencoba untuk menjaga hati seseorang. Aku tahu mungkin dia tidak tahu jika aku akan diantar oleh laki-laki lain. Tapi tetep saja, hatiku yang merasa tidak enak.

"Ini udah hampir sore lo, nanti kamu masih nunggu bus dateng. Ya kalau langsung dapet bus nya, kalau enggak?"

Mendengar penjelasan dari mas Baskara ada benarnya juga. Toko bunganya memang berdekatan dengan jalan raya. Hanya saja untuk jam-jam segini menunggu bus yang jalannya ke arah toko bunga itu butuh waktu lama. Dulu aku pernah harus pindah bus karena tidak melewatinya.

"Beneran ini nggak ngrepotin?"

"Kamu ini sama siapa aja. Nggak ngrepotin kok, toko bunganya yang samping toko kue itu kan?"

Kuanggukan kepalaku sebagai tanda pengiyaan dan persetujuan dengan tawaran mas Baskara. Menuju ke area parkir dan sebuah vespa rally berwarna cream tampak mencolok diantara motor lainnya. Dan benar saja ternyata itu milik mas Baskara. Dua buah helm sudah berpose manis diatasnya.

RaguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang