Pergi

5 2 0
                                    

...

Saat ini Hanin sedang mengerjakan tugas dikamarnya. Ia sudah pusing dengan segala rumus yang diberikan gurunya saat di sekolah tadi. Karna, jujur Hanin bukanlah siswi cerdas apalagi famous. Ia hanya siswi biasa seperti yang lainnya, tapi karna terlalu sering berdekatan dengan Elang jadi banyak orang yang mengenalnya.

"Nin " panggil seseorang dari balik pintu kamar Hanin.

Hanin berjalan dan membuka pintu tersebut, nampaklah seorang wanita paruh baya yang membawa nampan berisi segelas susu ditangannya.

Wanita itu berjalan mendahului Hanin dan duduk di sisi kiri ranjang.

"Gimana sekolahnya?" tanya wanita itu.

"Biasa aja" jawab Hanin singkat.
"Ma, kapan kita balik ke Sulawesi?"

"Mama masih belum tau. Mama masih mau cari abang kamu, Nin." Hanin menatap mamanya dalam.

"Emang abang beneran di Jakarta?"

"Menurut info yang mama tau, abang kamu emang di Jakarta."

"Tapi Jakarta kan luas ma."

"Mungkin nanti setelah kamu lulus kita akan balik ke Sulawesi."

"Kalo belum bisa ketemu, masih tetap pulang?"

Mamanya hanya mengangguk pasrah.

Sudah 6 tahun mereka berada di Jakarta mencari anggota keluarga mereka yang dibawa paksa oleh mantan kepala keluarga tersebut.

...

Disisi lain Elang sedang berdiam dirumahnya yang terbilang cukup besar itu.

"Percuma punya rumah gede, kalo ga bisa kumpul sama keluarga." gumam Elang sambil menatap kaca luar jendela kamarnya.

Drrrtttt....

Handphone Elang bergetar menandakan ada seseorang yang menelfonnya. Saat ia menatap layar handphonya tertera nama...

Papa is calling.

Dengan malas Elang mengangkat telfon tersebut.

"Hallo."

"..."

"Maaf pa, tadi Elang lagi di toilet"

"..."

"Besok? Elang ada latihan, pah."

"..."

"Iya. Elang ikut."

"..."

Pip.

Elang hanya mendengus kasar saat telfon dimatikan secara sepihak.

"Sebenernya mama dimana?" tanya Elang pelan

Ia ingin sekali bertemu dengan mama kandungnya. Tapi, karna ia tidak tahu sama sekali tentang wajah ibunya jadi... sangat sulit untuk membantu ia mencari sosok wanita itu.

...

"Yah, bun. Nanti kalo Ale lulus sekolah, Ale pengen kuliah di luar negri boleh ga?" tanya Alena pada kedua orang tuannya yang sedang fokus menonton televisi.

"Gaya lu! Keluar komplek aja masih suka nyasar." tiba-tiba Adnan menjawab dengan tidak santainya.

"Brisik!" Alena menatap abangnya sengit.

"Ya, kalo kamu mau sekolah di luar negeri gapapa. Tapi emngnya berani tinggal sendiri di negara orang?" ucap Ayah Alena.

"Berani dong." seru Alena percaya diri.

"Emangnya kamu mau kuliah dimana?" kini bunda Alena ikut menimbrung.

"Di Thailand, bun. Mau liat gajah." ketiga orang didepan Alena langsung menatap Alena bingung.

"Lah gajah di Ragunan juga ada saodah..." ucap Adnan gregetan.

"Beda bang."

"Apanya? kan sama-sama hewan."

"Beda serper lah bang."

Adnan mengangguk, ia tidak ingin melanjutkan pembicaraan adiknya yang kelewat bodoh itu.

"Oh iya bun. Kata abang, bunda sama ayah besok pergi ke luar kota?" tanya Alena.

"Iya, kenapa?"

"Ikut dong bun."

"Dih libur cuma sehari doang."

"Tapi kan Ale di rumah sendiri, abang aja ikut."

"Abang tuh lagi ayah suruh nyoba kerja, biar nanti bisa nerusin perusahaan ayah."

"Trus nanti Ale di rumah sama siapa?"

"Nanti nenek bunda suruh ke sini buat temenin kamu."

Alena mengangguk pasrah. Bukan sekali duakali Alena di tinggal seperti ini, sudah sangat sering bahkan Alena sudah merasa terbiasa.

Tapi, yang ini berbeda!

Abangnya sekarang ikut ayah dan bundanya. Sedangkan Alena? ia dititipkan oleh neneknya:(

...

Ingat saat papa Elang menelfon?

Nah, sekarang ia sudah berada di rumahnya pagi-pagi sekali hanya untuk menjemput Elang.

Mereka sudah siap untuk pergi dari sana. Dengan malas Elang meng'iya'kan setiap ucapan papanya yang menurut dia tidak terlalu penting.

Saat ini mereka sudah sampai di bandara Seokarno-Hatta. Karna tidak memiliki waktu lagi mereka segera mengecek segala macam apa saja yang dibutuhkan.

Setelah 3 jam perjalanan kini mereka sudah sampai di Bali dengan selamat.

"Nanti pas disana kamu hanya cukup mengiyakan perkataan papa, ngerti?" suru papanya tegas.

Elang mengangguk, patuh.

Mereka sampai dihotel pada pukul 11 kurang. Perjalanan dari bandara menuju hotel tidaklah jauh ia hanya membutuhkan waktu 30 menit saja.

"Kamu istirahat. Nanti jam 3 papa bangunin."

Lagi-lagi Elang hanya mengangguk patuh. Ia tidak paham mengapa papanya membawa dirinya kesini. Menurutnya kehadiran dirinya juga tidak penting tapi kenapa papanya terus memaksa kehadiran dirinya?

Elang tidak memikirkannya lagi sudah terlalu banyak yang ia pikirkan jadi ia tidak ingin menambahkannya lagi.

...

Ting tong ting tong

"Assalamualaikum, Lin." ucap seseorang dari luar rumah Alena.

Bibi yang sedang membersihkan ruang tamu segera berlari menuju pintu utama untuk membukakan pintu.

"Waalaikumsalam, eh bu." bibi itu menyalimi tangan wanita itu yang ternyata adalah nenek Alena.

"Alin udah berangkat mba?" tanya nenek Alena.

"Udah dari tadi pagi bu." jawab sang bibi. "Ayo masuk dulu bu."

Mereka berjalan menuju sofa ruang tamu.

"Haduh! ibu telat, kasian Alena sendirian." nenek Alena segera mencari cucu kesayangannya itu.

Ia berjalan menuju kamar Alena yang terletak di lantai 2.

Tok tok tok.

"Alena." panggil nenek Alena dari luar kamar Alena.

Ceklek

Alena membuka pintunya dengan wajah yang masih mengantuk.

"Bangun udah siang, ayo makan." ucap nenek Alena.

Alena mengangguk dan segera pergi ke kamar mandi.
...

HopedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang