10. The Family [END]

8.2K 519 39
                                    

Menunggu dalam cemas.

Keempat orang yang ada di sana seperti bernafas di tengah arena perang. Takut, khawatir dan kebingungan bercampur baur. Menjadi satu dan terasa akan meledak di dalam kepala.

Seulgi tidak tahu harus bagaimana menghadapi ketakutannya untuk kehilangan. Bagaimanapun juga, bayi nya masih sangatlah kecil. Dia baru berusia dua minggu, tapi penderitaannya sudah setara orang dewasa.

Tidak bisa dipungkiri, rasa pesimis dalam dirinya-lah yang menang.

"Tidak apa-apa. Dia akan kembali." Bisikan Jimin datang seperti angin.

Memeluk Seulgi ke dalam gulungan lengannya yang kokoh, walaupun tidak bohong, bahu Jimin juga terasa lesu.

"Yeonjun pasti akan kembali." Gumam yang lebih kecil di dalam pelukan.

Jimin tersenyum segaris mendengar Seulgi memanggil anak mereka dengan nama pemberiannya. Betapa kedamaian yang tidak ada tandingannya.

"Tentu saja. Kamar Baby Blue Yeonjun sudah siap untuk digunakan."

Detik demi detik berlalu dalam suasana mencekam.

Yeri berulang kali mengetukkan kepalanya ke dinding dan beribu maaf sudah dia ucapkan. Seulgi juga sudah berkata bahwa ini bukan salahnya karena membawa kabur keduanya saat Bubble baru lahir.

Kalau menurut Seulgi, ini sudah keinginan Tuhan. Semacam bentuk sederhana dari hukuman untuk orang tua yang saling membohongi.

"Aku pasti sudah gila karena membawa dia pergi saat umurnya baru satu hari. Aku minta maaf..." ucap Yeri sampai gemetaran di dalam rangkulan Seulgi yang justru terlihat lebih tegar.

"Aku juga minta maaf. Aku yang menggendongnya waktu itu." Jungkook berdiri di hadapan Jimin dengan wajah menyesal.

Berpikir kalau dua atau tiga pukulan di wajah sudah setimpal dengan perbuatannya. Tapi, Jimin hanya menepuk bahunya dua kali.

Seperti yang selalu Jungkook lakukan kalau Jimin sedang jatuh.

Tiba-tiba pintu terbuka dengan seorang dokter berjalan keluar. Melepas masker di wajah dengan pelan dan mendapati empat orang menghadangnya dengan wajah cemas.

"Denyut jantung pasien sempat hilang. Suhu tubuhnya juga turun drastis sekali." Buka sang dokter.

Seulgi meremas jemari Jimin di genggamannya begitu erat. Begitu ketakutan.

"Beruntung bayi kalian sangat pintar. Dia punya keinginan hidup yang kuat jadi masa kritisnya sudah lewat. Tinggal menunggu sampai dia sadar lalu kami akan melakukan tes malnutrisi." Dokter itu berucap dalam senyuman.

Melepaskan ketakutan yang menggantung di hati siapa pun. Yang telah satu jam menunggu dalam cemas.

.

.

.

Dia telah gagal menjaga anaknya sendiri.

Begitu pikir Seulgi saat melihat bayinya yang sedang terlelap dengan alat bantu nafas. Sangat miris memang, apalagi sisi kiri dadanya yang ditempeli alat pendeteksi jantung. Orangtua mana yang tidak hancur melihat keadaan anaknya seperti itu?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TCATB || seulmin•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang