7

20.4K 3K 381
                                    

"Mas, ada telfon dari pak Subroto." Ujar Laras sambil membuka sedikit pintu kamar mandi.

"Nanti mas telfon balik. Biarkan saja dulu." Jawab Ben sambil meneruskan mandi.

Saat keluar dari kamar mandi, pria itu hanya mengenakan handuk sebatas pinggang sebagai penutup tubuh. Ia memilih duduk di meja rias sambil meraih ponsel yang diberikan istrinya. Pak Subroto? Keningnya sedikit berkerut.

Ben segera menghubungi Ayah Jasmine tersebut. Sementara Laras yang gemas dengan rambut basah tersebut memilih mengeringkan rambut sang suami menggunakan handuk lain. Ben tersenyum sambil mengecup perut istrinya. Membuat Laras geli.

"Hallo pak Subroto?"

"Hallo dok, hari ini nggak di rumah sakit ya?"

"Tidak pak, saya kebetulan sedang diluar kota."

"Wah sayang sekali, tadi istri saya bawa salad lho. Untuk kita makan pagi ini rame rame."

"Terima kasih banyak pak, sampaikan salam saya pada ibu."

"Kapan kembali dok?"

"Belum tahu, karena masih ada yang harus saya urus."

"Dokter sedang dimana?"

"Di Semarang pak."

"Ya sudah kalau begitu. Semoga lancar ya dok. Saya nelfon karena akhir akhir ini dokter jarang di rumah sakit walau minggu. Saya kira ada apa."

"Terima kasih atas perhatiannya pak. Saya baik baik saja. Hanya ada urusan yang tidak bisa ditinggal. "

Ben segera menutup sambungan telfon. Kemudian meraih dan mengecup tangan Laras yang masih mengeringkan rambutnya.

"Dia sering telfon?" Tanya sang istri.

"Kadang sih, kenapa?"

"Yang calon mantu idaman... ehem.." godanya lagi.

"Ini bukan calon mantu pak Subroto, tapi sudah jadi mantunya pak Suseno."

Laras tertawa, tapi kemudian ia menatap wajah Ben dengan intens.

"Tapi, rasanya dia ada benarnya."

"Maksud kamu?"

"Mas sudah terlalu sering meninggalkan rumah sakit. Padahal mas adalah ikonnya. Bapak juga kemarin mengeluh tentang itu." Jawab Laras sambil menunduk.

Ben menyentuh bahu istrinya kemudian berkata dengan lembut.

"Itu tugas mas sebagai dokter dan pemilik rumah sakit. Yang mas lakukan sekarang untuk kehidupan pribadi. Banyak yang harus dijaga agar hidup kita seimbang."

"Apa aku seperti mencabut pohon dari akarnya mas?"

"Sama sekali enggak. Kenapa?"

"Mas punya tanggung jawab disana."

"Mas juga punya tanggung jawab untuk kamu."

Perempuan itu tersenyum. Kemudian balas memeluk suaminya.

"Nanti aku coba cari kerja di daerah Surabaya ya mas. Supaya mas bisa tetap menjalani pekerjaan."

"Kalau kamu mau mas kembali seperti semula, mudah kok."

"Caranya?"

"Kita melegalkan pernikahan. Kamu berhenti bekerja, dan tinggal sama aku."

Laras terdiam,

"Cuma itu satu satunya cara. Tapi mas tidak meminta adek untuk melakukan itu sekarang, apalagi kalau belum siap tinggal di daerah. Mas akan tunggu kapan kamu siap." Ucap Ben serius.

BENUA / Terbit Di IBUK / Fast OrderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang