Laras kembali memasuki ruang rawat inap bapak. Tapi tampaknya kondisinya semakin mengkhawatirkan. Selang oksigen telah terpasang. Sementara ibu menangis sambil terus menggenggam jemarinya.
"Kenapa dok?" Tanya Rama.
"Tiba tiba Pak Suseno sesak nafas. Kita tunggu besok pagi untuk pemeriksaan lanjutan."
Laras memejamkan mata. Ia baru tidur sebentar saat ditelfon bahwa kondisi bapak semakin parah. Perlahan, pak Suseno memanggil ketiga putra putrinya dengan isyarat jari.
Ia menatap mereka, kemudian berkata dengan terbata.
"Bapak senang kalian ada disini. Meski Jatmiko nggak bisa pulang."
"Bapak titip ibumu, kalian harus sayang. Kamu Ram, kamu anak paling tua. Bapak mau kamu yang memimpin adik adikmu. Jangan sampai mereka salah jalan. Jangan bertengkar karena harta dan tugas menjaga ibumu.
Kamu Dhan, jangan malas pulang kampung. Ibumu sering kangen sama kamu. Meski bapak tahu kalau kamu sibuk.
Dan Laras, kalau bisa kamu temani ibumu. Kamu anak perempuan bapak satu satunya. Jangan sering menangis ya nduk. Percaya sama bapak, pada waktunya nanti akan datang yang sayang sama kamu. Nggak peduli bagaimana keadaanmu."
Pak Suseno berhenti sebentar.
"Terima kasih dokter Ben. Sudah merawat saya."
."iya pak."
Pak Suseno kemudian menatap istrinya.
"Kalau nanti bapak pergi. Kamu jangan nangis ya bu. Ada anak anak yang menggantikan aku menjaga kamu. Bilang juga sama Jatmiko, terima kasih karena sudah ingat sama aku. Sering telpon, "
Tangis Bu Suseno bertambah keras.
"Jangan ngomong gitu pak. Bapak pasti sembuh."
Suaminya menggeleng.
"Sembuh atau enggak, semua ditangan Gusti Allah bu. Yang penting aku sudah ngomong sama anak anak." Jawab pak Suseno sambil berusaha tersenyum.
***
"Apa? Dokter Ben mengijinkan pak Suseno menggunakan ruang rawat inap keluarga?" Teriak Bu Pratikno.
"Iya bu, padahal beliau meminta hanya dipindahkan di kelas satu atau VIP." Orang yang diujung sana menjelaskan.
"Dia punya anak perempuan?" Tanya ibu curiga.
"Lho, ibu nggak tahu? Anaknya yang namanya Larasati lho bu. Cantik banget, jandanya pak Dirga. Keluarga pengusaha hotel dari Semarang."
"Janda?!" Teriakan ibu terdengar melemah.
"Iya, tapi janda kaya bu. Denger denger tunjangan perceraiannya besar sekali. Apalagi suaminya katanya konsultan di luar negeri gitu."
"Orangnya gimana? Maksud saya umurnya gitu."
"Tigapuluhan lah. Tapi ada yang lebih panas beritanya bu."
"Apa itu?"
"Dia dicerai karena mandul. Nggak bisa punya anak. Buktinya suaminya sudah menikah lagi, dan sekarang sudah punya keturunan.
Jadi hati hati bu. Karena Laras itu, dapat pembagian harta yang besar dari mantan suaminya. Supaya mau dicerai. Jangan jangan nanti, dokter Ben...."
KAMU SEDANG MEMBACA
BENUA / Terbit Di IBUK / Fast Order
General FictionBagi banyak orang, move on itu mudah. Tapi bagi Benua susahnyaminta ampun.