BRAK.
"Kamu berani macam-macam sama saya ya! Keluar dari kelas saya!!! SEKARANG!!!"
Mulutku bungkam. Mataku memandang wajah orang itu datar.
Aku sungguh tak peduli dengan semuanya, ucapku dalam hati.
Aku berdiri dari bangku ku, seluruh pandangan mengarah padaku. Tak terkecuali pandangan mereka, para sahabatku. Aku mengambil ponsel berserta earphone-ku. Tanpa sepatah kata aku keluar dari ruang kelasku sendiri. Berjalan dengan tatapan lurus tanpa mengindahkan apapun itu.
Aku sama sekali tidak terusik dengan murid-murid yang sedang mempersiapkan festival tahunan di sekolahku. Aku tak peduli. Sama sekali tidak peduli. Kedua kakiku membawaku menuju jalan tikus untuk keluar dari sekolah ini. Masa bodoh dengan poin yang akan aku dapatkan esok hari yang aku pastikan aku akan mengunjungi ruang kesiswaan lagi.
Setelah melompati pagar belakang sekolah, aku memasang kedua earphone-ku ke salah satu lubang telingaku sembari memilih lagu apa yang sepertinya cocok untuk aku dengarkan kali ini. Namun pencarianku terhenti saat tak sengaja aku berpapasan dengan sekelompok laki-laki dari sekolah sebelah. Mereka semua menatapku lamat-lamat.
"Bukankah itu pacarnya si wakil geng motor disekolah kita?"
"Eh iya benar! Itu dia! Bolos lagi?"
"Pasti mereka bertengkar lagi..."
"Lo ga denger berita terbarunya?"
Ternyata mereka mengenaliku, tapi aku tak mengenali mereka seorang pun. Aku memasang earphone satunya lagi. Memutar lagu sembarangan dan menaikkan volume-nya hingga aku sama sekali tidak bisa mendengarkan ucapan mereka. Aku berjalan lurus entah kemana. Yang jelas aku ingin pergi. Itu saja.
Inilah aku, Aprillia Wulantika. Ketua Harley's Club dari SMA Ciptaloka. Sekolahku bersebelahan dengan SMA Abdi Bangsa yang merupakan sekolahan para sekelompok laki-laki tadi. Dan untuk ucapan mereka tadi, aku harap semuanya segera mereda. Aku harap hubunganku dengannya memiliki titik terang dan tak menjadi bahan pembicaraan publik antar sekolah lagi. Jujur, aku benci untuk mendengarkan asumsi-asumsi mereka yang sama sekali tidak ada benarnya.
Ponselku bergetar di tengah-tengah perjalananku. Aku melihat layar ponselku, ada pesan dari sekretaris Harley's club. Dia mengingatkanku jika ada rapat tentang pementasan kami untuk acara festival itu. Aku mengatakan jika semua bahan pembahasan rapat kali ini sudah aku beritahukan kepada wakil ketua. Aku mengatakan jika aku tidak bisa datang untuk rapat kali ini.
Aku menghela napasku berat. Meletakkan tubuhku di salah satu kursi kota yang telah disediakan oleh pemerintah kota pada tiap-tiap sudut kota ini. Aku mematikan ponselku, aku mematikan data selulernya dan menutup kedua mataku sambil menengadahkan wajahku ke atas. Aku mencoba mengontrol perasaanku. Ini tidak adil mengetahui jika hanya diriku yang tidak baik-baik saja atas semua perubahan yang bagiku terjadi secara tiba-tiba ini.
Aku kembali membuka ponselku. Melihat kembali roomchat kami berdua, maksudku aku dan dia. Aku mencari dimana letak kesalahanku lagi. Tapi hasilnya nihil. Teks yang terakhir kali aku kirimkan sejak seminggu yang lalu pun sama sekali tak dia baca.
Apakah semudah itu untuk mengabaikan?, tanyaku dalam hati.
Sebuah panggilan telepon biasa masuk ke dalam ponselku. Bertuliskan 'tabel periodik berjalan', aku mengerutkan keningku dan bertanya-tanya kenapa dia menelponku. Sungguh tak biasa. Aku menerima panggilan teleponnya dan menatap lurus ke arah jalanan.
"Halo?" sapaku santai.
"Gue denger lo dikeluarkan dari kelasnya pak Atma."
Aku mengangguk mengiyakan, "Emang faktanya kayak begitu kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
EX : dua sudut pandang setelah putus (completed)
Teen Fiction"Semua ini berawal dari kejadian yang terjadi di tahun-tahun yang lalu. Aku pikir dengan menyembunyikan semuanya dan berlaku baik-baik saja adalah solusinya. Tapi tak apa, aku paham. Kau memang pantas bahagia, meskipun bukan aku penyebabnya." Lia po...