Aku memastikan jika diriku sudah membawa cukup banyak uang untuk menghampiri Tasya sekarang. Saat di panggilan telepon tadi, ia mengatakan jika lokasinya saat ini tak jauh dari tempatku berada. Aku memilih menggunakan layanan ojek online lagi untuk pergi menemuinya. Aku harap dia baik-baik saja disana.
Aku datang dengan situasi yang cukup membuatku teringat akan masa lalu. Akan situasi dimana aku sendiri pernah menjadi yang saat ini Tasya alami. Aku segera memeluk Tasya dan berusaha untuk menenangkannya. Tubuhnya bergetar hebat dengan wajah yang penuh dengan air mata, begitu juga dengan temannya. Mereka berdua bergetar hebat, masih terkejut dengan apa yang barusaja mereka alami.
"Kalian ga kenapa-napa kan?" tanyaku setelah memeluk mereka.
Mereka mengangguk bersamaan.
"Tapi kak, orang yang kami tabrak. Berdarah cukup banyak." Tasya menunduk ke arah lain.
Aku melihat ke arah Tasya. Aku meneguk salivaku berat. Benar. Berdarah cukup banyak. Aku mengatakan kepada mereka berdua untuk tetap tenang, aku akan membantu semuanya hingga selesai. Aku berkata kepada semua orang yang membantu kami di pinggir jalan itu jika aku akan bertanggung jawab atas semuanya.
Ambulan datang dan si korban segera dinaikkan ke dalam ambulan. Ada seseorang yang rumahnya tepat di depan kejadian tadi yang mengatakan akan mengamankan sepedah motor si korban dan akan berusaha memperbaiki juga, aku berterima kasih hal itu, aku akan kembali kepadanya untuk mengurusi hal itu.
Aku, Tasya dan juga temannya itu menaiki ambulan bersamaan dengan si korban. Aku merangkul kedua anak kecil itu yang masih meneteskan air mata. Aku mengelus-elus pundak mereka bersamaan. Aku terus mengatakan kepada mereka jika semua ini akan baik-baik saja, ada aku disini untuk mereka.
Si korban akhirnya mendapatkan pertolongan dengan cepat. Kami menunggu di depan UGD dan aku sengaja pergi sebentar untuk melakukan administrasi dan juga membelikan mereka minuman. Aku kembali dan tatapan Tasya terlihat sangat ketakutan, dia memegang ponselnya yang sedang berdering dengan tulisan 'Mama' diatasnya.
"Mau kakak bilang ke Mama?" tanyaku kepadanya memberinya saran.
Tasya mendongakkan kepalanya ke arahku. Setetes air mata melesat jatuh melewati pipi chubby nya. Aku seperti melihat kilasan balik diriku saat dulu. Saat berada di posisinya pula. Dia menggelengkan kepalanya cepat. Aku mengerti hal itu.
"Biar kakak bilang sama Mama, kakak nanti bilang alasan kamu lagi makan sama kakak. Gimana?" aku menyarankan lagi.
Tasya yang awalnya tidak mau perlahan memberikan ponselnya padaku. Aku menghela napas berat menerima ponsel itu dan aku berjalan pergi dari rumah sakit. Sekiranya cukup jauh aku menerima panggilan telepon itu dengan degup jantung yang tak beraturan. Ini terbilang sudah cukup lama aku tidak berbicara lagi dengan keluarga Artha. Aku harap mereka masih mengenalku.
"Halo?"
"Tasya, kamu dimana nak? Ini sudah malem lho, katanya cuma mau beli buku tulis? Kok nggak pulang-pulang?" Itu suara Mama Artha.
Tanganku sedikit bergetar. Aku merindukan pemilik suara itu sungguh. "Halo tante, ini saya Lia."
"Loh Lia? Tasya mana nak?" Mama Artha terkejut.
"Tasya ke kamar mandi te. Ini saya ga sengaja ketemu Tasya sama temennya di toko buku, jadi saya ajak Tasya dan temennya buat makan sama saya. Boleh kan te?" alasanku.
"Oh boleh kok nak, tapi kalo bisa Tasya pulangnya jangan malem-malem ya, soalnya besok masih ada Ujian Tengah Semester."
Aku lega. "Iya tante, nanti sekitar jam 9 an saya antar Tasya pulang kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
EX : dua sudut pandang setelah putus (completed)
Ficção Adolescente"Semua ini berawal dari kejadian yang terjadi di tahun-tahun yang lalu. Aku pikir dengan menyembunyikan semuanya dan berlaku baik-baik saja adalah solusinya. Tapi tak apa, aku paham. Kau memang pantas bahagia, meskipun bukan aku penyebabnya." Lia po...