Aku memilih pulang ke rumah. Meskipun resiko untuk berhadapan dengan kedua orang tuaku yang sangat besar, aku tetap memilih untuk pulang ke rumah. Setelah menghadapi berbagai pertanyaan dari kedua orang tuaku tentang apa saja yang sebenarnya terjadi, aku menjawabnya seadanya, tetapi tentu saja tidak semuanya. Mereka jelas kecewa dengan keputusanku, tapi aku mengatakan jika ini adalah keputusan yang sudah aku pilih. Dan akhirnya aku dibebaskan setelah mendekam selama 2 jam dihadapan mereka.
Aku melangkah gontai menuju kamarku. Aku perlu istirahat. Aku perlu untuk memulihkan tenagaku. Tapi sepertinya tidak untuk malam ini. Tasya ada di depan pintu kamarku. Dia menungguku.
"Ngapain lo disini, sana ke kamar tidur. Udah jam 11 malem juga." Aku menyuruhnya pergi.
"Tasya mau minta maaf sama Abang. Tasya nggak ngira kalo pas kak Lia nganterin Tasya dan saat itu juga Abang pulang."
Aku melewatinya dan segera masuk ke dalam kamarku. Dia mengikutiku masuk dan duduk diranjangku tanpa permisi seperti biasanya. "Kami ke kedai es krim itu. Maksud gue, kak Lia ngajak kita makan es krim di kedai yang sama."
Tentu saja bodoh, itu kan tempat favoritnya, batinku.
Aku mematikan ponselku dan membuangnya begitu saja entah kemana. Aku mengganti pakaianku dengan kaos rumahanku. Lalu aku berjalan ke arahnya dan meletakkan tubuhku disampingnya.
"Abang masih sayang sama kak Lia?" tanya Tasya tiba-tiba.
Aku terdiam. Aku masih melihat ke arah langit-langit kamarku.
"Abang masih pacaran sama pacar baru Abang?" tanya Tasya lagi.
"Udah putus barusan." Jawabku lirih.
"Kenapa?" tanyanya penasaran.
"Karena gue jahat." Aku mengarahkan tubuhku membelakanginya.
"Pantes." Celetuk Tasya yang kemudian melakukan hal yang sama denganku. Lebih tepatnya dia membelakangiku.
"Kak Lia tadi pulang sama siapa?" tanyanya lagi.
"Gatau, dia pergi begitu aja."
Aku menutup kedua mataku. Berusaha cepat-cepat tidur.
"Tadi pas di kedai es krim... kak Lia kelihatan aneh."
Aku membuka kedua mataku. Percakapan tentang wanita itu ternyata masih bisa mengusikku.
"Kak Lia terlihat bukan seperti kak Lia... maksudku, kak Lia terlihat sangat lelah. Aneh. Bukannya dia punya teman banyak?"
Aku tetap terdiam.
Teman? Sepertinya hanya bertahan satu. Awan, batinku.
"Dan ada satu yang bikin aku ngerasa kalau kak Lia aneh, dia bilang gini, 'Tasya, jangan bandel ya kalau dibilangin sama Papa Mama, trus jangan sering bertengkar sama Abang. Jangan lupa belajarnya dan jangan keseringan makan pedes, supaya lambungmu tidak sakit-sakit lagi. Kak Lia mungkin nggak bisa ngajak kamu beli es krim lagi, maaf.' Gitu.."
Aku masih terdiam. Dia benar-benar mengenal adikku.
"Dan ini yang paling aneh, pas aku tanya ke kak Lia kenapa kak Lia terdengar seperti hendak pergi jauh? Kak Lia cuma tersenyum tipis. Lalu kak Lia tanya tentang perkembangan Melli Molli. Kak Lia seperti menyembunyikan sesuatu. Kak Lia seperti—"
"Udah deh, mungkin kak Lia kebawa perasaan aja. Toh memang dia udah nggak seharusnya berurusan dengan keluargaku lagi kan. Kami udah berpisah. Dan memang seharusnya dia ngelakuin hal itu." potongku cepat.
Aku mendengar helaan napas dari Tasya.
"Tasya rindu kak Lia yang dulu," celetuknya sebelum tertidur untuk kesekian kalinya di kamarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
EX : dua sudut pandang setelah putus (completed)
Fiksi Remaja"Semua ini berawal dari kejadian yang terjadi di tahun-tahun yang lalu. Aku pikir dengan menyembunyikan semuanya dan berlaku baik-baik saja adalah solusinya. Tapi tak apa, aku paham. Kau memang pantas bahagia, meskipun bukan aku penyebabnya." Lia po...