13. Graduation Ceremony

178 38 0
                                    

"Nata, ayo buruan turun! Astaga kenapa jadi Bunda yang panik begini, sih?"

Jangan heran. Tapi semua orang juga tahu, bahwa yang namanya waktu sejatinya berjalan begitu cepat. Tanpa disadari, tahu-tahu Nata sudah kelas dua belas. Tahu-tahu Nata sudah dihadapi oleh rentetan ujian sekolah dan ujian nasional. Bahkan Nata sudah frustrasi dengan universitas mana yang menjamin prospek kerjanya kelak.

Semua hal itu, berlalu tanpa Nata sadari. Berlalu cepat, tapi meninggalkan banyak kenangan.

Pukul setengah tujuh, di dapur Bunda sudah pening kepala karena putranya tak turun-turun. Bahkan Sheila sudah siap dengan mengirim surat ke sekolah bahwa hari ini ia ada acara keluarga.

Ya, hari ini adalah hari kelulusan Nata!

Di kamar, Nata berkaca sebentar sebelum turun untuk sarapan. Walau sudah didandani Sheila--dalam artian hanya diberi dempul tipis karena sudah jelas Nata menolak dan Sheila keras kepala, dan juga tatanan rambut yang harus Nata akui karena ia terlihat sangat tampan.

"Anjir, ternyata gue ganteng banget."

"NATA BURUAN TURUN ASTAGA!!!"

Terkejut, Nata menjawab Bunda tak kalah heboh. "IYA BUN, BENTAR LAGI!!"

Lantas, Nata segera menyambar jas hitam yang Bunda pesankan khusus sejak jauh-jauh hari. Ia memakainya selagi melangkah menuruni tangga sambil tergesa-gesa. Hampir saja Nata bangun kesiangan kalau bukan Bunda yang sangat antusias sampai ribut sendiri.

Astaga, jantung Nata jadi berdebar.

. . .

Mobil Bunda terparkir sempurna di halaman mahaluas--oh, itu hanya hiperbola--yang memang milik sekolah. Memang pada dasarnya sekolah terkenal di kawasan elit, tak banyak dari satu angkatan Nata semuanya membawa keluarga penuh hanya untuk hari kelulusan sekolah menengah atas.

Berlebihan sebenarnya. Tapi sepadan dengan pamor dan kualitas, iya, kan?

Karena acara kelulusan berlangsung amat mewah, bahkan dahi Nata sampai harus mengernyit. Ini upacara kelulusan atau pesta bangsawan, sih? Benar-benar sekolah anak pejabat.

Bagaimana tidak, ada tiga kategori bagi murid yang bisa masuk sekolahnya ini. Jalur prestasi, jalur mandiri, dan jalur beasiswa. Kebetulan saja Nata pindah lewat jalur prestasi atas kemenangan telak di Pertandingan Basket Nasional sewaktu di SMP dulu.

Diarahkan oleh panitia, Nata dipandu dan dudul ke deretan para siswa. Sedangkan keluarga murid duduk di barisan yang terpisah. Aula yang dipakai juga sangat luas. Mungkin satu lapangan--atau dua--bisa muat di dalamnya.

Bebas duduk dimana saja, mata Nata mulai menerawang. Dan tak lama, ia menangkap sosok kawan karibnya, alias Hadyan Pramana sudah memanggil-manggil namanya. Maka Nata segera menghampiri.

Hadyan tersenyum lebar. "Tumben ganteng."

"Emang, ya, mau lulusan aja masih kurang ajar," gerutu Nata sebal. Lagian, orang ganteng gini dibilang tumben.

"Santai aja kali. Lo emang ganteng kok, sampe banyak ciwi-ciwi yang nembak. Tapi sayangnya si doi nggak ada rasa ke lo. Yang sabar, ya."

Nata mendelik. Tuh, kan? Bicara dengan Hadyan itu memang bikin emosi. "Bisa diem nggak?"

"Bisa sayang."

"HADYAN MESUM! GUE TABOK BIBIR LO MAMPUS LOH YA!"

Begitulah mereka. Hobinya menarik perhatian orang lain. Padahal acara kelulusan akan mulai setengah jam lagi.

. . .

"Student of The Year, Helina Nadira!"

Gemuruh tepuk tangan membenamkan suara-suara di sekitar aula saking kerasnya. Seisi aula berdiri sambil bertepuk tangan. Ada pula yang berteriak kencang dan mengucapkan selamat.

Semuanya hanya untuk Dira.

Gadis itu tidak begitu terkejut. Sudah lewat katanya. Bahkan Nata tak seterkejut Hadyan yang mengguncang tubuhnya.

Seminggu sebelum upacara kelulusan, kategori Student of The Year memang sudah diberitahu. Dan hari itu, Dira terkejut dengan amat. Bahkan ia sampai memberitahu Nata sambil gelagapan saking tak percayanya mendapat surat penghargaan dari Kepala Sekolah.

Dari sebuah kursi yang jauh di depan, seorang gadis bergaun putih sepanjang lututnya berdiri dan melangkah maju. Gadis itu, Dira.

Nata sudah tahu. Kalau Dira sesempurna itu. Saat SMP juga sama. Di matanya, Dira amatlah sempurna. Tanpa celah.

Ia tahu seperti apa perjuangan Dira selama ini. Walau sesekali ada masalah yang menerjang, tapi setidaknya Nata senang. Karena Dira mempercayakan Nata untuk mendengar keluh kesahnya. Yah, walau tidak semua masalah Dira terselesaikan, sih.

Dira naik ke atas panggung yang lebih tinggi. Oleh Kepala Sekolah, ia diberikan ruang untuk mengucapkan pidato singkat.

Dan barulah Nata melihat, ada sesuatu yang dulu pernah ia berikan pada Dira sebagai hadiah kenang-kenangan.

"Untuk semua orang yang membantu diriku sampai titik ini, aku mengucapkan banyak terima kasih. Tiga tahun berharga ini, akan aku simpan sebagai kenangan paling indah. Semuanya, tunggu aku sukses, ya!"

Satu angkatan di ruangan itu kembali bersorak-sorai penuh semangat. Namun tidak dengan seseorang.

Nata ... hanya terpana.

Gelang pemberiannya, dipakai oleh Dira. Di hari istimewa bagi mereka berdua. []

[✓] Nostalgic NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang