"The first place. Cumlaude Predicate. Congrats, Helina Nadira!!!"
Si pemilik nama tersenyum tipis. Dalam hati ia berharap. Andai ada Nata disini.
. . .
"Nadira, congrats!!!"
"Oh my God, this is my gurls."
Dira tersenyum lebar--bahagia. Lantas ia memeluk teman sekaligus sahabat satu perjuangannya sejak awal kuliah. Nancy.
"You too, dear."
Gadis berdarah campuran itu menggeleng. "But, I'm not like you. Cumlaude? Kamu serius? Itu sempurna tahu!"
Dira terkekeh pelan. Ia malu. Tapi jujur saja ia merasa senang--bahkan bisa dibilang sangat bahagia. Lantas, Dira memeluk sekilas Nancy. "Hahaha.... Kamu berlebihan. But, thank you, Nancy! You always bring me support."
Sibuk merayakan hari wisuda bersama teman dan keluarganya, Dira sampai tidak sadar bahwa ada salah seorang sahabat suka dukanya berlari kencang menubruk banyak orang sambil melambaikan tinggi tangan kanannya.
Kebetulan sekali. Itu pacarnya Nancy.
"Gosh! Nadira! Come here!!!"
Pemuda itu ngos-ngosan. Kalau saja dia orang Indonesia, mungkin sudah Dira katakan seperti orang yang lari ketakutan karena dikejar setan.
Di sebelahnya, Nancy bersedekap. "Felix!! What do you want, huh? Don't messed my Dira!!"
Felix, memutar netra matanya. Ia menyibak rambut cokelat itu--peduli amat soal kelulusan. Sudah selesai begini, kan.
"Seseorang mencarimu."
"Aku?" tanya Dira mengulang.
Dengan geram, Felix cuma mengangguk. "Disana! Ada seseorang yang terus menanyakan dimana kamu. Do you now a girl with the name Helina Nadira? Yeah, i think ... something special? I dunno, argh!!! Better you go find him!"
Oh, Felix tidak mengusirnya. Hanya saja, mungkin dia sudah terlalu pusing dengan tumpukan tugas akhir sebelum akhirnya dinyatakan lulus. Lagipula, Dira tahu itu sudah bagian dari sifat yang mendarah daging dalam DNA Felix.
Hendak pergi mencari, tapi Dira juga tidak tahu harus memulai dari mana. Ia hanya berjalan tanpa arah begitu pamit dari Nancy dan Felix yang kini sibuk saling ambil gambar.
Mengelilingi sekitar seorang diri, tubuhnya tertarik begitu saja ke sisi yang jauh lebih sepi. Membuatnya nyaris menjerit, kalau saja sosok itu tidak langsung membuat Dira bungkam seribu bahasa.
"NATA?!"
. . .
Dilhat berkali-kali, itu memang Nata. Iya. Adinata Candra temannya Hadyan Pramana itu!
"Kamu jauh-jauh susulin aku kesini?"
Sungguh, Dira hampir hilang gagasan. Seniat itu Nata pergi dari Indonesia menuju Australia demi menemuinya di hari wisuda? Yang benar saja.
Kini, perawakan Nata semakin menggila saja. Sudah tambah tinggi, wajah itu pun tak berubah. Hanya lebih tampan ratusan persen dari beberapa tahun saja. Rambut hitam itu masih sama. Hanya mungkin lebih panjang sedikit.
Kalau ditanya bagaimana kabar jantung Dira, penuh keyakinan ia akan menjawab: Sangat. Tidak. Baik.
Dira benar-benar ambyar.
"Kaget, nggak?"
"Nanya?" Dira kembali tertawa kecil, lalu menggeleng-geleng kepala. "Banget. Kamu bikin temen aku panik tau gara-gara aku dicariin orang nggak dikenal."
Nata tersenyum kecil. Lihat, bahkan senyum itu masih sama seperti dulu.
Manis.
"Jadi ... kamu mau jelasin sesuatu?"
"Sesuatu apaan?" balas Nata (pura-pura) tidak paham.
"Alasan kamu kemari? Kamu dateng jauh-jauh, nggak mungkin cuma mau bilang selamat, kan?"
Nata menggeleng. "More than that."
"Okay, tell me."
Maka suasana mendadak hening. Ada debar jantung ia Dira rasa dan menyebar luas dalam perasaannya. Tolong, jangan hancurkan ekspetasinya.
Di lain sisi, Sang Pemuda hanya senyum-senyum manis. Dari jas hitam yang dikenakannya, ia mengeluarkan sebuah kalung dengan ukiran nama Dira berwarna perak.
Nata tersenyum tipis. "Ulang dari awal, ya. Kamu mau terima aku yang apa adanya ini jadi pacar kamu?" []
. . .
--THE END--
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Nostalgic Night
Fanfiction[ COMPLETED ] Nata menyukai malam. Tapi ia juga kehilangannya di waktu malam. Ini adalah kisah sederhana, di mana ia berjuang untuk mendapatkan bintang-nya. alternative universe. ©lunariasticz, 2020