7. That Eye Never Fault

206 37 1
                                    

"HADYAN ANJIR PRAMANA, BALIKIN BUKU GUE SEKARANG!!!"

Siang itu, bak anak kecil yang kehilangan setangkai permennya, Nata berlarian ke seluruh penjuru kelas hanya demi dapat ambil bukunya yang dirampas paksa oleh Hadyan. Karena apa? Tentu saja untuk dicontek.

Satu kelas itu bahkan menggelengkan kepala. Sudah cukup mengerti dan menoleransi serangkaian hal gabut yang selalu dilakukan dua manusia itu.

Yah, tak heran. Nata dan Hadyan sudah mendapat predikat "penghibur kelas".

Terpojok, Hadyan sudah tidak bisa lari kemana-mana lagi. Dan itu artinya, Nata berhasil memenangkan pertandingan--eh, mengambil kembali bukunya.

"Balikin. Sekarang. Hadyan. Itu. Nggak. Sopan. Oke?" ujar Nata penuh penekanan disetiap katanya.

Wajah Hadyan memelas. Tapi bukan Hadyan namanya kalau tidak bisa membalikkan keadaan. Ia langsung menyeringai.

"Sahabat-sahabat! Tolongin gue, plis! Gue mau diapa-apain sama Nata, nih!!!"

"WOI LAKNAT AMAT SIH JADI TEMEN!"

Kemudian satu kelas tertawa terbahak.

Namun, belum sempat Hadyan membalas kalimat pada Nata, dari arah pintu, seorang kakak kelas mendorongnya keras sampai menyita perhatian.

Perawakannya tinggi, tampan, dan sudah pasti populer. Nata sih, kenal. Orang kakak itu ketua ekskulnya. Oh, omong-omong Nata anak basket, lho sejak SMP.

Keren tidak?

"Nata mana?" tanyanya karena mungkin ia tak temukan Nata dimana pun. Yah, Nata sedang di pojok kelas, sih.

"NATA!"

"IYA!"

Nata melambaikan tangan. Ia memberi isyarat pada kakak kelas itu agar menunggu. Maka, ia kembali mendelik pada Hadyan. "Mumpung gue lagi baik, nih. Begitu gue balik ke kelas pokoknya udah harus selesai."

Hadyan menggeleng tak terima. "Cepet itu mah!"

"Nggak bersyukur, udah dipinjemin juga."

Menghiraukan segala kekesalan Hadyan, Nata berlari kecil ke arah kakak kelas itu. Mereka keluar dari kelas. Berbicara di balkon kesayangan Nata kalau datang terlalu pagi.

Disana, Nata melupakan sesuatu. Turnamen bentar lagi akan dilaksanakan. Dan ketuanya sedang mau melakukan pencarian anggota tim yang bisa diajaknya ikut lomba untuk kelompok kedua.

"Jangan lupa nanti sore ikut kumpulan, ya. Bentar kok nggak bakal lama," ujar si kakak kelas sebelum kembali ke kelasnya.

Nata mengangguk begitu senang. Akhrinya, setelah sekian lama ia bisa ikut turnamen basket lagi!

. . .

Dan yah ... seperti kata Kak Milan--nama si ketua ekskulnya ini--kumpulan sepulang sekolah memang tidak memakan waktu yang lama. Hanya sekitar setengah jam? Entahlah. Nata tidak yakin akan hal itu.

Namun, yang membuatnya senang luar biasa sampai melupakan sakit hatinya adalah, ia dipilih sebagai salah satu anggota untuk tim kedua! Bayangkan?

Sekolah mengirimkan dua tim. Satunya dipenuhi kakak-kakak super kece yang selalu memenangkan lomba. Satunya lagi berisi anak-anak berbakat yang memang kemampuannya sudah diakui. Dan Nata ada didalam salah satunya!

Sepertinya Dewi Fortuna sedang baik hari ini kepadanya.

"Na, gue balik dulu ya? Jaga kesehatan, istirahat yang banyak. Turnamen bakal mulai dua minggu setelah ujian. Masih sebulan memang, tapi kita harus siap-siap. Semoga kita bisa menang lagi."

Nata mengangguk. "Iya. Lo juga hati-hati kak. Jagain itu Milea-nya jangan sampe lecet!"

"Namanya Adila bego, bukan Milea."

"Santai dong kak. Gue juga tau kali," balas Nata yang sudah ditatap sinis oleh kakak kelasnya.

Tanpa berpanjang cerita, Kak Milan, dengan pacarnya akhirnya pulang. Pergi meninggalkan Nata yang masih malas untuk beranjak apalagi ada angin sejuk yang membuatnya ingin diam sejenak dan sekadar menikmati.

Tapi tak lama, suara dering nyaring dari ponsel pintarnys berbunyi kemana-mana. Bahkan Nata sampai dibuat kaget juga. Dilihat sebuah notifikasi yang muncul, Bunda meneleponnya. Menyuruhnya untuk segera pulang ke rumah kalau tidak ada kegiatan.

Terpaksa, Nata harus menuruti atau uang jajannya dipotong setengah persen. Ia sudah pernah merasakannya, dan itu sangat menyebalkan. Jadi, maaf kalau Nata harus menurut setelahnya.

Beranjak menuju tempat parkir, senyum yang sedari tadi tak luruh dari bibir merahnya perlahan mulai menyusut. Matanya menangkap sesuatu.

Entah keberanian dari mana, Nata lekas mengambil ponsel dan membuka fitur kamera. Diarahkan dengan baik, satu foto tersimpan sudah di galeri dan ia tidak berniat untuk menghapusnya.

Sesaat, Nata berharap ia salah lihat. Tapi itu nyata. Sungguh. Karena Nata tidak punya masalah rabun mata. Dan ia yakin siapa mereka yang menarik tindakan besar dalam hidupnya.

Arka dan Andine pelukan? []

. . .

an.
jeng jeng~~

[✓] Nostalgic NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang