Suara bising menguasai seluruh ruangan, musik dengan suara begitu kencang mengalun keras. Lautan manusia bergoyang acak mengikuti irama musik yang dimainkan seorang DJ. Di meja bartender duduk gadis dengan rambut kecokelatan yang panjangnya sepinggang. Dia terlihat sedang menahan tangis. Dia tidak tahu kenapa dari banyaknya tempat bisa-bisanya terdampar di sana. Ini kali pertamanya ia berada di klub.
Di samping kanan seorang pria sedang meneguk segelas Vodka. Seorang bartender kembali memberi satu gelas Vodka ke meja tersebut sesuai permintaannya. Raut wajahnya hampir sama dengan gadis yang berada di sisi kirinya. Bedanya raut sedih dan marah tercetak jelas di wajah tampannya.
Gadis itu menegak minuman yang ada di depannya, efek sedih membuatnya bingung membedakan air mineral dengan minuman keras. Baru saja diteguk rasa panas menguasai lehernya. Dia mengernyit dan mengomel kesal.
“Astaga, air macam apa ini? Kenapa rasanya sangat aneh. Dari sekian banyaknya air kenapa manusia repot-repot menciptakan minuman seperti ini.”
Pria disamping kanannya menoleh lalu tertawa kecil. “Apa kamu tidak pernah minum vodka?”
“Vodka?”
Pria itu menunjuk gelas yang berada di depan gadis itu. “Minuman yang baru saja kamu tenggak namanya Vodka. Sejenis minuman keras.”
“Astaghfirullah.” Gadis itu berucap spontan dengan mata melotot.
“Kenapa? Halal kok minumannya, memang rasanya aja yang nggak enak kalau baru pertama kali mencobanya.”
“Eh, halal? Beneran halal? Halal yang asli halal?” tanyanya guna memastikan tidak ada kekeliruan. Dia masih takut jika menenggak minuman yang dicap haram. Gini-gini dia masih pengen masuk surga.
Pria itu terkekeh geli. “Memangnya ada halal yang halalnya palsu?”
Keduanya saling menatap lalu tertawa. Pria itu menatap Kana dari ujung rambut sampai kaki. Dia tahu gadis yang ada dihadapannya bukan tipe-tipe gadis nakal. Lihat saja pakaian yang dia kenakan cukup tertutup. Biasanya wanita yang melepas penat ke klub malam pasti memakai pakaian super seksi. Dia jadi penasaran mengapa gadis itu sampai berada di tempat ini.
“Ngomong-ngomong, kenapa kamu bisa berada di tempat seperti ini?”
Gadis itu menghela napas dalam-dalam. Ia kembali teringat sesuatu dan air matanya hampir saja jatuh. Suaranya bergetar dan siapa pun pasti tahu ia sebentar lagi akan menangis. “Aku hanya sedang patah hati, lalu temanku mengajakku ke sini.”
Pria itu turut prihatin, sesekali dia juga menarik napas panjang. “Aku juga sedang patah hati.”
“Aku tidak bertanya.”
“Sekedar pemberitahuan aja.” Kekehnya tapi suaranya tersirat kesedihan mendalam.
“Kasihan juga ya kamu, padahal tampan.” Gadis itu berkata lesu.
“Kenapa Memangnya kalau tampan?”
“Aneh aja, bisa-bisanya pria setampan dirimu malah disakiti. Apa mantanmu matanya juling?” Tanya gadis itu penasaran. Jika dia yang jadi wanita itu sampai maut pun tidak akan dia lepaskan pria setampan itu. Bahkan mantan kekasihnya yang muka pas-pasan saja bisa dia tangisi, apalagi kalau setampan pria itu.
“Aku baru sadar jangan-jangan dia memang juling.” Desahnya kemudian melanjutkan kalimatnya. “Memangnya ketampanan bisa menjamin seseorang akan setia, nggak kan?”
“Iya sih, tapi aku kasihan kepadamu, aku ingin menghiburmu tapi kurasa kamu tidak ingin mendengar kalimatnya.”
“Katakan dulu baru aku bisa tau inginku atau tidak.” Decak pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dipaksa Menjadi Istri CEO (REVISI)
RomanceTersedia di Karyakarsa, judul tetap sama. Nikmati langganan satu bulan hanya dengan 20k ------- Eiden Maxwell, seorang CEO sebuah perusahaan yang sedang berkembang pesat di Indonesia. Sosoknya yang tampan, dingin dan tak bersahabat kerap membuat pos...