“Apa kalian saling mencintai?” Anita menatap keduanya dengan mata penuh menyidik. Dia mencium gelagat aneh dari keduanya sejak tadi.
“Tidak.”
“Iya.”
Eiden menatap Kanaya tajam, dia lupa memberi bimbingan pada gadis itu. Dia menatap ibunya yang mulai curiga. Eiden tertawa garing sambil kembali menatap Kanaya. “Sayang, kamu ngomong apa sih. Katanya kamu cinta sama aku iya kan?” Eiden memberi isyarat kepada Kanaya agar gadis itu bisa mengerti.
“Kapan kubilang begitu.”
“Hahahaha sayang kamu bisa aja becandanya.” Gigi Eiden sudah kering, dia mulai harap-harap cemas saat melihat wajah ibunya. Kalau dia sampai ketahuan bohong, hanya ada satu cara agar ibunya merestui.
“Eiden, Kanaya, sebenarnya kalian ini pacaran atau tidak?” Anita bertanya dengan nada tegas. Dia tidak akan mentolerir jika putranya sampai berbohong. Apalagi jika sampai mengambil wanita sembarangan. Kanaya tidak luput dari tatapan tajamnya.
Eiden menutup matanya, dia sudah pasrah dengan jawaban Kanaya. Sedikit lagi gadis itu akan menghancurkan hidupnya yang damai.
“Kami baru saja berpacaran, Ma. Saat ini kami memang belum begitu mencintai satu sama lain, kami ingin menumbuhkan rasa cinta yang tulus. Saya tidak ingin mencintai Eiden hanya karena dia tampan dan kaya. Saya ingin mencintai dia karena sifatnya.”
Eiden menganga mendengar jawaban bijak dari Kanaya. Dia pikir gadis itu hanya bisa mengacau. Dia takjub dan Anita tersenyum mendengar jawabannya. Dia tidak peduli dengan kasta calon menantunya karena yang dia lihat hanya ketulusan dan kebaikan. Kanaya sudah menunjukkan keduanya, Anita sangat merestui hubungan keduanya.
“Jadi kapan kalian akan menikah?” serang Anita yang masih menyimpan kecurigaan.
Kanaya hanya mampu mengigit bibir saat tangan Eiden mencubit pinggangnya. Raut yang terlihat aneh membuat Anita penasaran, apalagi tingkah keduanya semakin mencurigakan. Jika keduanya benar-benar membohonginya, maka tidak akan ada ampunan sedikit pun.
"Kamu kenapa, Kanaya?" tanya Anita dengan tatapan tajam, apalagi Kanaya tampak menahan sesuatu yang terlihat jelas dari wajahnya.
"Hah! Tidak ada Ma, tadi ada semut," ucapnya sambil menggosok pinggangnya yang terasa nyeri.
"Semut? Mana semutnya?" tanya Angga sambil mengambil sebuah majalah untuk membunuh semut yang mengganggu Kanaya. Setahunya tidak ada serangga apa pun yang bisa masuk ke rumahnya, mengingat seisi ruangan selalu dibersihkan setiap hari. Tapi mungkin Semut nyan mengikuti Kanaya atau putranya dari suatu tempat."Papa mau ngapain?" Eiden bertanya heran.
"Mau membunuh semutnya. Kanaya bilang ada semut," ucap Angga serius. Eiden meneguk ludah.
“Mana ada semut di rumah kita, Pa. Ada-ada aja.”
"Sekali lagi Mama tanya sama kalian, jawab dengan jujur, apa kalian apa kalian pacaran? Mama tidak suka sama orang yang membohongi Mama." Tatapannya menusuk bagai leser yang bisa menembus isi kepalanya. Kanaya jelas ketakutan. Dengan memantapkan hatinya, dia berkata jujur kepada Anita. Meski sebatang kara tapi dia tidak pernah diajarkan berbohong.
"Tidak!"
"Ya!"
"Apa ada yang kamu sembunyikan dari Mama?" suaranya terdengar tegas. Dia jelas bisa melihat Kanaya yang sudah berkata jujur.
"Ti-tidak, Ma," jawab Eiden sedikit terbata.
Kanaya sudah berkeringat dingin di tempatnya. Ia mengutuk Eiden yang mengajaknya menemui kedua orang tuanya tanpa persiapan. Harusnya kalau Eiden mau mengajaknya bekerja sama setidaknya berikan dia pengarahan atau apa pun itu. Tapi pria itu malah mengajarinya berbohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dipaksa Menjadi Istri CEO (REVISI)
RomanceTersedia di Karyakarsa, judul tetap sama. Nikmati langganan satu bulan hanya dengan 20k ------- Eiden Maxwell, seorang CEO sebuah perusahaan yang sedang berkembang pesat di Indonesia. Sosoknya yang tampan, dingin dan tak bersahabat kerap membuat pos...