Bab 8 - Sebuah Pernikahan

78K 3.9K 214
                                    

Kebahagiaan tengah menyelimuti keluarga Maxwell, tidak lama lagi mereka akan memiliki cucu pewaris kekayaan Maxwell. Awalnya Kanaya pikir ia akan mendapat sumpah serapah dari wanita yang saat ini sedang tersenyum melihatnya. Kanaya tersenyum kecil menyambut seluruh tamu yang hadir di acara pernikahannya dengan Eiden. Lelaki itu tampak menawan di balik balutan baju pengantin khas Jawa Barat. Kanaya sering mencuri pandang ke arah pria yang kini sudah resmi menjadi suaminya. Terkadang ia heran pada suaminya, kenapa begitu ingin menjadikan ia sebagai istrinya. Padahal jika dilihat, orang akan berpikir kalau Eiden pasti melakukan khilaf besar karena memperistrinya.

"Tampan tanpa pengawet." Kanaya terkikik sendiri dengan ucapannya.

"Aku tau ketampanan ini mengalahkan serial webtoon 'Terlalu Tamvan'." Raut wajah Eiden terlihat bangga setelah selesai memuji diri sendiri.

Ingin sekali Kanaya mengetok kepala suaminya dengan gagang cangkul biar jadi suami cangkul sekalian. Eh, tapi nanti Kanaya durhaka dan jadi janda di usia muda. Dia menggeleng ngeri dan kembali berpikir jernih.

"Masih lama lagi nggak Eiden?"

"Apanya?" Tanya pria itu heran.

"Berdirinya."

"Berdiri apa nya?" Tanya Eiden dengan mata menatap ke bawah. "Masih slay kok."

Kanaya kesal karena suaminya salah mengartikan ucapannya. " Berdiri di pelaminannya."

"Udah nggak, sih, emang kenapa?" Eiden tampak khawatir. Mana tahu istrinya kelelahan dan bisa menganggu kandungannya. Dia melihat ke arah kedua orang tuanya yang sedang berbincang dengan para tamu undangan. Dia mau memberi kode juga jadi tidak bisa karena terhalang.

"Ini aku lagi itu ...." Ucapan Kanaya berhenti sejenak saat ia terlihat sedang menahan sesuatu.

"Aku itu apa, kamu kenapa?"

"Sesak pipis, tapi kayaknya bakalan cepirit juga," cicit Kanaya dengan sangat pelan. Ia takut omongannya didengar oleh sang mertua. Sejujurnya dia malu mengatakannya tapi daripada keluar di atas pelaminan. Itu akan lebih memalukan.

"Apa!" teriak Eiden tanpa sadar. Kanaya mengerahkan segala tenaganya untuk mencubit pinggan Eiden dengan kencang. Pria itu terlihat mengaduh kesakitan. Mata tamu undangan mendadak teralihkan dari makanan ke arah keduanya. Mereka semua sudah seperti menonton opera gratis.

"Kalian kenapa?" tanya Anita heran, entah kapan wanita berusia kepala lima itu menuju ke arah Eiden. Tiba-tiba sudah nongol saja.

"Ini, Ma, Kanaya sesok popos compor ceporots." Kanaya membungkam kejam mulut suaminya. Pria itu terlihat mangap bagai ikan kekurangan air. Apa Eiden sudah gila, mau membocorkan rahasia sepenting itu di depan semua orang? Apalagi di depan mertuanya sendiri, bisa-bisanya Eiden mau mempermalukannya seperti ini.

"Kamu ngomong apa sih?" Tanya Anita heran. Sebelum Eiden menjawabnya Kanaya lebih dahulu menginterupsi.

"Mama, aku permisi sebentar." Kanaya segera berlalu dari sana, meninggalkan Eiden dengan penampilannya yang semrawut akibat Kanaya yang sempat menjambaknya tapi masih tjakep.

"Nak jangan lari!" Peringat Angga saat melihat menantunya berlari seperti itu. Kanaya yang mengandung tapi angga yang terasa ngilu melihatnya.

"Kamu pasti melakukan perbuatan tercela, iya, 'kan?" Mata Anita melotot tajam menatap mata putranya.

"Mama apaan, sih, sembarangan!" kesal Eiden. Kekesalannya membuahkan hasil ketika sebuah cubitan mendarat kasar di area cubitan Kanaya. Rasa sakit serta sensasionalnya sungguh berlipat ganda. tubuhnya sudah seperti diskonan yang diserbu banyak pelanggan.

Dipaksa Menjadi Istri CEO (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang