Eiden menatap wajah Kanaya dengan bahagia. Sebentar lagi ia akan mendapatkan seorang putra sekaligus pewarisnya dari wanita yang baru saja ia kenal. Meskipun terdengar aneh, tapi bagi Eiden semua tidak menjadi masalah asal ia tidak menikah dengan wanita pilihan ibunya. Memandangnya saja dia sudah ngeri apalagi kalau sampai menikah. Eiden sampai dibuat merinding jika mengingat itu. Di sela pengamatannya, mata Kanaya terbuka secara perlahan. Manik kehitaman menatap aneh pada Eiden.
"Kamu di mana? Aku di mana?" Kanaya mengedarkan pandangan mata ke depan. Ia terlihat meneliti tempat ia berada saat ini.
"Kamu tadi pingsan, terus saya bawa ke rumah sakit." Eiden menatap lekat wajah polos Kanaya yang terlihat cantik. Ia mulai berpikir betapa bodohnya pria yang sudah mencampakkan gadis cantik seperti Kanaya.
Kanaya memilin jemarinya dengan pelan sambil membuang pandang dari Eiden. Kanaya harap-harap cemas melihat kehadiran Eiden di sana, apa jangan-jangan pria itu hendak menyuruhnya menggugurkan kandungannya. Sedangkan Eiden mendadak teringat dengan janjinya pada Kanjeng Ratu alias ibunya. Dia merasa ini adalah saat yang tepat untuk membuat ibunya tidak menganggu hidupnya lagi.
"Kana, saya mau mempertanggung jawabkan kehamilan kamu." Eiden menatap mata Kanaya dengan serius karena dia memang berniat serius dengan gadis itu. Dia tidak ada tujuan membuat kontrak apalagi membuat perjanjian yang aneh-aneh seperti para pria dalam Novel yang dia baca. Dia benar-benar ingin bertanggung jawab sebagai suami sungguhan.
Kanaya menatap heran wajah Eiden yang tiba-tiba membahas soal tanggung jawab. Seingat Kanaya dia tidak pernah menuntut pria itu untuk bertanggung jawab. Dia tahu pria seperti apa Eiden sedangkan dirinya terlalu rendahan untuk bersanding bersamanya. belum lagi keluarganya, Kanaya tidak ingin berada dalam situasi yang sulit dan rumit. Dia akan membuat Eiden tidak perlu bertanggung jawab.
"Tapi kamu nggak salah, ini murni kecelakaan semata. Aku nggak mau menyeret kamu atas kesalahan yang tidak disengaja. Lagi pula kamu tidak perlu merasa bersalah seperti ini."
"Nggak, saya tetap harus bertanggung jawab. Bagaimana pun anak yang sedang kamu kandung itu anak saya juga." Terang Eiden berharap Kanaya paham dengan maksud dan kebaikan hatinya.
"Eiden, saya tidak ingin membebani kamu dengan kehamilan ini. Saya nggak mau kamu terpaksa melakukannya, apalagi jika kamu sudah menikah kamu tidak akan lagi bebas seperti sebelumnya. Dipikir-pikir dulu aja." Tawar Kanaya.
"Saya sudah berpikir sebelumnya. Jadi izinkan saya bertanggung jawab." Tegas Eiden yang kini terlihat mengintimidasi Kanaya agar setuju menikah dengannya.
"Mungkin belum berfikir jernih, dipikir-pikir aja dulu." Tawar Kanaya lagi. Mana tahu Eiden berubah pikiran.
"Pikiran saya sudah sejernih air mineral Kanaya, kamu mau pikiran saya sejernih apalagi." Dengkusnya kesal.
"Ya mana tahu masih ada sisa pikirannya," cicit Kanaya asal.
Eiden menggeleng geram melihat penolakan Kanaya terhadapnya. "Kana, tolong dengarkan saya. Oke, sekarang kamu menolak tapi gimana kalau nanti perut kamu sudah besar dan buncit. Terus ada yang bertanya itu anak siapa. Apa kamu bisa menjawab?" tanya Eiden panjang lebar. Sesekali ia melihat ponselnya yang bergetar.
Kanaya tampak berpikir keras mencerna segala ucapan Eiden. Mungkin sekarang dia bisa mengatakan tidak perlu pertanggung jawaban Eiden. Namun, bagaimana kalau perutnya buncit seperti yang Eiden katakan. Kanaya merasa bimbang. Tapi kalau dia menikah dengan pria ini hanya karena dia hamil, bukankah itu akan menjadi hal yang menyeramkan. Tidak ia harus teguh pada pendiriannya.
Eiden tersenyum menang melihat kebimbangan di wajah Kanaya. "Gimana? Kamu mau menerima saya untuk bertanggung jawab? Lagian kamu nggak akan menyesal. Selain ganteng saya juga tajir melintir." Eiden tersenyum sombong. Ia yakin dengan begitu Kanaya akan mau menikah dengannya. "Saya akan memenuhi segala keinginan kamu, kamu mau apa tinggal bilang aja saya akan kabulkan." Sambungnya lagi. Biasanya perempuan tidak akan tahan dengan godaan sebesar itu kan.
Kanaya masih asyik memikirkan segala kemungkinan yang menganggu otaknya. Sampai ia menemukan ide. "Aku punya ide," ucapnya semangat sambil menatap Eiden dengan wajah berbinar.
"Ide apa itu? Jangan yang aneh-aneh!" Eiden sudah merasa was-was mendengar ide Kanaya mengingat gadis itu selalu diluar prediksinya.
"Kalau nanti aku sudah hamil besar atau pun anakku sudah lahir dan menanyakanmu. Aku tinggal bilang aja kalau ayah mereka sudah meninggal karena kecelakaan." Kanaya menjentikkan jemarinya seolah ia sudah mendapat sebuah ide berlian atas pertanyaan Eiden tadi.
Rahang Eiden terbuka lebar mendengar ide yang disampaikan oleh Kanaya. Dia kemudian mengelus lembut kepala Kanaya membuat gadis itu meremang. Firasatnya memang selalu benar jika menyangkut Kanaya. Baru kali ini dia bertemu dengan wanita yang anehnya di luar nalar. Bukannya bangga apalagi senang mendapatkan pria seperti dia, malah terus menolaknya dengan berbagai cara.
"Kenapa kamu terus menolakku sampai mengatakan ide yang tidak menguntungkanku? Apa kamu sebegitu tidak inginnya menjadi istriku?" tanya Eiden sedih.
Di saat Eiden dengan wajah sedihnya, wajah Kanaya malah bersemu merah karena pucuk kepalanya dielus dengan lembut oleh Eiden. Selama dia hidup, bahkan kekasihnya yang dulu tidak pernah melakukan hal itu kepadanya. Dia kembali menyimak perkataan Eiden barusan.
"Bukan begitu, tapi supaya kita nggak perlu menikah. Aku ya nggak mau kalau harus merusak masa depanmu." Kanaya menatap mata Eiden sambil berkedip mirip anak kucing yang sedang meminta sumbangan di depan mulut buaya.
"Astaga, saya sendiri nggak masalah menikahi kamu. Kenapa kamu malah repot-repot memikirkan masa depan saya yang jelas-jelas sudah sangat cerah. Kamu tau nggak masa depan saya malah akan suram kalau kamu nggak mau menikah dengan saya. Kamu siap bertanggungjawab kalau sama nggak bahagia terus bunuh diri. Mau kamu?" Tanya Eiden sambil bersedakap. Dia melayangkan tatapan tajam ke arah Kanaya yang lagi-lagi hendak bersuara. Eiden yakin gadis itu pasti akan melayangkan penolakan lagi.
Kanaya mengurungkan niat melawan Eiden karena menyadari raut wajah pria itu sudah tidak bersahabat. Daripada dirinya disuruh bertanggungjawab dia mengalah sajalah. Jika dipikir-pikir oleh akal sehat Kanaya memang tidak ada ruginya menjadi istri pria itu. Pikirannya mendadak dipenuhi dengan lembaran uang dan emas batangan.
Eiden tersenyum kecil melihat kepatuhan Kanaya. "Nanti malam kita akan bertemu kedua orang tuaku. Ingat ya mereka tidak suka basa-basi."
Kanaya menganga mendengar perkataan Eiden "Secepat itu?"
"Iya, kalau bisa cepat ngapain harus nunggu lama. Nanti perut kamu keburu buncit duluan."
"Terus kalau misal orang tua kamu tidak menerimaku bagaimana? Setahuku ni ya orang kaya pada umumnya pasti melihat bebet bibit bobot dari calon menantunya." Kanaya merasa ada kesempatan untuknya agar tidak menikah dengan Eiden.
"Orang tuaku tidak seperti orang kaya kebanyakan, apalagi kalau sampai tahu kamu hamil, mereka akan segera menikah kan kita." Kekeh Eiden yang spontan membuat bulu kuduk Kanaya berdiri.
"Oh, iyaa kata dokter, kamu sudah bisa pulang. Ingat! Nanti malam saya jemput ke rumah. Dandan yang cantik."
Kanaya lagi-lagi mengerutkan alisnya. Memangnya Kanaya secantik apa sampai disuruh berdan-dan cantik. Kanaya menarik napas lelah dan mengembuskannya perlahan. Pria yang kini ada di sampingnya sangat menyebalkan. Dia tidak bisa membayangkan semenyebalkan apa jika mereka sudah menikah nanti. Pasti pria itu akan mengaturnya dengan segala tuntutan. Memikirkannya membuat Kanaya lesu. Apa dia akan hidup terkekang nantinya.
"Dengar nggak?" tanya Eiden dengan sedikit penekatan.
"iya iya harus tampil cantik kan."
"Kamu tambah manis kalau menurut seperti ini."
"Kamunya serem gitu gimana nggak nurut." Cicitnya pelan.
"Apa kamu bilang?"
"Nggak ada kok." Kekeh Kanaya kecil.
☘☘☘☘☘
Karya ini update rutin di Karyakarsa. Judul tetap sama dan kabar bahagianya, kalian bisa berlangganan selama satu bulan 20.000 untuk menikmati semua bab dari karya ini.
Jangan lupa mampir ya. Itu versi revisinya
KAMU SEDANG MEMBACA
Dipaksa Menjadi Istri CEO (REVISI)
RomanceTersedia di Karyakarsa, judul tetap sama. Nikmati langganan satu bulan hanya dengan 20k ------- Eiden Maxwell, seorang CEO sebuah perusahaan yang sedang berkembang pesat di Indonesia. Sosoknya yang tampan, dingin dan tak bersahabat kerap membuat pos...