Devils Room
Seorang pria 27 tahun tersedak. Ia terbangun dari ketidaksadarannya entah setelah berapa lama. Nafasnya masih memburu, tersengal-sengal bagai tengah di kejar pembunuh berantai, terasa sangat sesak di dadanya. Ia memaksa kedua bola matanya terbuka diantara rasa sakit yang memenuhi kepala.
Cahaya terang berebut masuk ke dalam pupil-pupil matanya yang masih belum bisa fokus. Senti per-senti. Dengan pandangan yang masih agak kabur, ia memandangi sekelilingnya dengan tetap memegang belakang kepalanya yang sedikit mengeluarkan darah. Mata perih pria itu menangkap beberapa siluet tubuh manusia. Terlihat seperti berpindah-pindah dari pandangannya.
Pria itu masih tergeletak dan belum sanggup mengangkat punggung remuknya dari lantai.
Ia mengedipkan matanya beberapa kali, berusaha membuat pandangannya untuk lebih fokus. Tak pula ia berusaha mengetuk-ngetukkan kepalan tangan di kepalanya. Di telinganya masih terngiang jeritan keras seorang perempuan penyebab ia terbangun sesaat lalu.
***
POV Adipati, Flashback
Hari ini, entah apa yang membuatku memenuhi keinginanku untuk berangkat shalat jumat jauh lebih cepat dari biasanya. Rasanya, aku ingin lebih berlama-lama menikmati Mesjid Agung baru di komplek rumahku. Hanya ada dua pilihan, sepi dan sunyi atau ramai dan bising. Fenomena ini pasti terjadi. Euphoria pada sesuatu yang baru.
Aku juga merasa, aku sedang membutuhkan Allah SWT. Tidak tahu pasti, apa yang ingin aku sampaikan pada-Nya. Hanya saja, aku memiliki jutaan pertanyaan di kepala yang menghantuiku. Aku mempertanyakan mengapa apapun yang terjadi di hidupku tidak juga bisa membuatku bahagia. Hati ini terlalu kosong untuk menjalani hidup dan berkata bahwa aku baik-baik saja.
Aku menatap lingkaran kayu jati dengan kedua jarum tipis hitam. Jarum pendek di angka 11 dan jarum panjang di angka 10, terlalu dini memang. Tak apa, butuh waktu 10 menit dengan jalan santai agar aku tiba disana.
"Tuan, mau makan siang sekarang?" perempuan dengan daster cokelat menghampiriku dengan sedikit membungkukkan tubuhnya.
"Shalat jumat dulu, baru Saya makan" ucapku pada asisten rumah tanggaku, Bi Mimi. Anggukan kepalanya membuatku tahu bahwa ia mengerti maksudku. Tak lama, aku bangkit dari sofa, keluar rumah, mengenakan sandal jepit putih, dan mulai melangkahkan kaki menuju tempat yang suci.
Kehidupan yang nyaris sempurna dengan kekayaan yang ku miliki tak membuatku lantas mencintai hidupku. Aku benci. Semua topeng yang harus ku kenakan, semua pekerjaan yang harus ku jalankan, semua dosa yang harus ku tanggungkan. Hanya demi hidup serba ada. Tak ada pilihan lain, aku bukan siapa-siapa tanpa itu semua.
Hari ini banyak hal aneh terjadi padaku. Mulai dari bangun dengan kepala sebelah kanan yang sakit, 8 panggilan telephone yang tak terjawab dari nomor yang di sembunyikan, sebuah surat bertuliskan nama lengkap dan profesi yang telah ku jalani bertahun-tahun, juga karangan bunga yang sepertinya salah alamat ke rumahku.
Seterik ini, belum pula nampak kepala manusia yang berjalan searah denganku. Hanya motor sehitungan jari yang lalu lalang melewati jalanan ini.
Dengan baju koko hitam berbordir warna emas, peci rajut cokelat yang seirama dengan warna sarung tenunku, aku berjalan dengan penasaran bagaimana isi di dalam masjid agung yang baru 4 hari di buka itu.
"Mas!" seseorang memanggil dan menepuk bahuku dengan cukup keras, aku menoleh...
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Faces of The Devil (ON GOING)
Mystery / ThrillerRasakan sensasi membaca cerita yang lebih REAL. Kamu dapat mendengar suara dari PRIA MISTERIUS dibalik layar, otak dari DEVILS ROOM ini. Nikita Mirzani, Adipati Dolken, Yuki Kato, Reza Rahadian, Chico Jericho, Jefri Nichol, Raditya Dika, Kenta Yamag...