Yuki Keinarra

136 8 0
                                    


POV Yuki

Aku adalah orang yang paling bahagia saat hari ini ada. Aku menunggunya bertahun-tahun, dan hari ini akhirnya terwujud. Kehancuran keluarga kecil menjijikanku.

Terasa begitu lambat, menjalani hari bersama kedua orang tua yang sehari-hari mengajarkanku rasanya kebencian, amarah, dan kekerasan. Aku berhasil membuat ibuku memutuskan untuk menceraikan pria itu. Hebat bukan?

Sebagai anak tunggal, hari ini aku di minta menjadi saksi di persidangan perceraian mereka. Usiaku sudah 17 tahun, aku di berikan hak sebagai saksi.

Ku persiapkan hari yang indah ini dengan saksama. Aku sudah memikirkan semua jawaban yang di minta dengan yakin. Akan ku buat semuanya berjalan lancer dan mudah.

Ku kenakan pakaian terbaikku karena aku pun akan menghadiri sebuah casting layar lebar berjudul "Ketika Cinta Bisa Memilih", tidak jauh dari tempat itu. Setelan blazer dan celana motif garis-garis berwarna biru tua, kemeja putih, dan heels hitam. Aku akan nampak mempesona pagi ini.

Aku berangkat sendiri, menaiki taksi online yang ku pesan setelah ibu berangkat lebih dulu. Kami dan ayah sudah tidak tinggal serumah sejak aku menemani mama mengajukan gugatan perceraian. Aku tidak tahu, kapan dia akan berangkat. Mati, lebih baik untuknya.

Ku posting foto tercantik hasil editan ku ke akun Instagram @Yuki_Knrr. Begitu banyak Like dan Comment yang ku terima. Aku membalasnya satu persatu. Memeriksa jumlah tanggapan setiap beberapa menit. Peduliku sangat dengan jumlahnya, apalagi jumlah followers ratusan ribuku. Para penggemarku.

Sesampainya aku di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, aku duduk di ruang tunggu menunggu jadwal. Ramai sekali ternyata di ruangan ini. Banyak sekali kegagalan dalam hubungan rumah tangga rupamya.

Ku temui ibu yang ada di tengah ruangan.

"Abis ini giliran ibu". Ku lihat matanya berlinang, berusaha sekuat tenaga tak ia tumpahkan dari bibir matanya. Aku memeluknya tanpa mengatakan apapun. Sudah cukup ku keluarkan semua yang ada di hati dan kepalaku selama ini sebelum akhirnya ibu memutuskan untuk berpisah.

Ibuku di panggil ke ruangan sidang dan ku lihat, tak lama pria itu menyusul di belakangnya. Sementara aku, masih menunggu disini. Aku duduk memainkan gadget ku sambil melihat semua respon followers Instagram ku.

Aku tak merasa perlu latihan dengan keras hanya untuk mendapatkan peran seorang remaja perempuan yang nakal dan liar di layar lebar nanti. Aku yakin akan lolos dengan mudah. Kecantikan, kepopuleran, dan talentaku sangat menjamin semua itu.

Di sebelahku, seorang anak kecil lusuh berusia sekitar 7 atau 8 tahun menatapku tanpa henti. Sesekali ia berusaha menghirup udara di sela-sela blazerku. Aku menyadarinya sedari tadi dan mengacuhkannya, sampai akhirnya ia berusaha mencoba menyentuh blazer mahalku ini dengan tangan busuknya. Aku memakinya, "Eh tengik! Jangan coba sentuh baju mahal gue pake tangan bau lo itu ya!".

Membuat semua orang menatap kami. Seorang berseragam menghampiriku dan memperingatkan agar aku tak membuat gaduh disini. Ibu anak itupun meminta maaf kepadaku dan berusaha menenangkan anaknya yang menangis. Dasar cengeng!

Seorang ibu yang baik seharusnya mengajarkan anaknya untuk menjaga sopan santun dan meminta maaf ketika membuat sebuah kesalahan. Bukan hanya bisa menangis dan menangis, kemudian orang tuanya yang menyelesaikan masalah yang ia buat.

Hidup tidak semudah itu, dude!

Sudahlah, aku tak ingin merusak hari indahku ini.

"Saudari Yuki Keinarra" dipanggilnya namaku. Aku melangkah dengan begitu percaya diri dan senyum tercerah ku.

Dalam ruangan sidang, ada 4 orang berjubah di depan ruangan, ibuku, aku, pria itu, dan 1 orang yang aku tak ketahui siapa dan jabatannya apa.

Hakim membacakan nama kami satu persatu yang sebelumnya sudah ibu tuliskan di sebuah formulir pengajuan perceraian. Ia menanyakan agama dan kesediaan menjadi saksi sebelum mengambil sumpahku.

Aku menatap wajah pria yang akan mengakhiri status sebagai suami orang itu dengan senyum penuh bangga. Lihat, aku lebih berhasil kan menghancurkan keluarga kita daripada kamu kan?

"Wallahi, Saya bersumpah bahwa Saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain daripada yang sebenarnya" ucapku mengulangi apa yang di sebutkan seesorang yang memanduku bersumpah dengan posisi berdiri.

Tak jauh, pertanyaan hakim adalah pertanyaan yang sudah ku pikirkan dengan matang dan meyakinkan sebelumnya. Mereka harus bercerai, harus segera berpisah apapun caranya. Usahaku sudah sejauh ini dan aku tak ingin ada kegagalan sekecil apapun.

Tak lebih dari 10 menit sesi ini berlangsung hingga akhirnya aku di persilakan meninggalkan ruangan.

Sial, antrian sebelumnya membuatku tak dapat menunggu hasil sidang. Aku harus segera datang ke tempat casting atau aku akan gagal.

Aku segera memesan taksi online kembali.

"Gimana hasilnya bu?" ketikku di handphone ditengah waktu ku menunggu mobil itu datang.

Suara klakson mobil mengejutkanku dari belakang. Sialan!

"Mbak Yuki?" ucap pria di kursi pengemudi. Aku segera menaiki mobil hitam itu dan mengabaikan emosiku padanya. Aku membutuhkannya segera menginjak pedal gas.

"Buruan! Gue ada casting!" tegasku duduk di kursi belakang.

"Nak..." ibu membalas pesanku. Aku kembali menanyakan hasil persidangannya. Mengapa ia tak terus terang saja apa yang terjadi, aku menunggunya sedari tadi.

Sepotong sapu tangan memenuhi bagian hidung dan wajahku. Baunya sangat menyengat hingga ke saraf otakku. Aku berusaha memberontak dan berteriak.

Usahaku tak bekerja dengan baik. aku merasakan tangan lain memegang tanganku yang berusaha melepaskan sapu tangan itu. Aku menendang kursi pengemudi berkali-kali agar supir itu sadar bahwa aku membutuhkan bantuan.

Ia menoleh ke arahku dan kembali fokus ke jalanan.

Ini semua pasti ulah ayahku. Ia pasti sakit hati denganku. Bajingan memang! Ia takkan pernah melihatku bahagia!!!

Aku melihat cahaya di sekitarku memudar...


***

The Faces of The Devil (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang