BS 3. An Absurd Neighbour
🍁🍁🍁
Masing-masing dari kita.
Memiliki kisah berbeda.
Maka tidak perlu gelisah.
Kala keinginan tak sesuai asa.
- Ibrahim Albiansyah Arshad -Ibra menghentikan mobil tak jauh dari gadis yang turut menyetop langkahnya. Kedua alis gadis berkhimar hitam itu menyatu saat mendapati pemuda berkemeja slim-fit turun dari SUV putihnya.
"Masuk!" Itu perintah.
Membuat gadis itu mencebik namun tak membantah. Ia turut memasuki SUV milik Ibra yang pengemudinya juga sudah kembali ke tempat semula.
"Ngapain turun, sih, Bang, kalau cuma nyuruh masuk, doang. Lebay, deh, Pak Dokter jomlo satu ini!" Rentetan kalimat itu membuat Ibra menoyor kepala gadis di sampingnya pelan. Tetangga cerewet Ibra ini memang sedikit kurang mengerti arti terima kasih.
"Ngucap terima kasih padahal nggak susah, lho."
"Aku, kan, ditawarin nebeng bukan minta ditebengin."
"Sama aja padahal!"
"Beda konteks, dong, Pak Dokter jomlo!"
"Sakarep-mu!"
"Yowes! Ngapain pusing, toh, Le." Balasan sembarang itu membuat Ibra menghela napas kasar.
Sejak dulu, bahkan sejak mereka kecil, ia tak akan pernah menang melawan si cerewet ini. Beruntung Ibra menyayanginya bak adik sendiri, beruntung Ibra mengetahui kisahnya sampai-sampai ia rela menemani gadis itu menangis di tengah malam beberapa tahun lalu, beruntung pula bahwa Ibra tak pernah mengambil hati dengan semua tingkah memusingkan gadis ini.
Bukan karena Ibra menyukainya, tetapi Ibra pernah berjanji akan selalu menjaga si cerewet ini apapun masalahnya. Janji itu ia buat sendiri saat pertama kali menemukan pandangan sayu dengan kesedihan mendalam di mata bulat hitam yang selalu berbinar tersebut. Air mata yang mengalir dari gadis itu membuat Ibra tak akan pernah tega jika harus mengilas balik kisah gadis di sampingnya. Terlalu menyakitkan saat Ibra melihat gadis ini harus menjadi pasien sang Mama.
"Dari mana kamu?" tanya Ibra kembali, sembari menjalankan mobilnya memasuki komplek perumahan mereka.
"Kuliah." Jawaban itu membuat dahi Ibra mengerut, ada yang aneh dengan jawaban gadis itu. Tetapi suara gadis di sebelahnya kembali membuat Ibra tak terlalu memikirkan. "Bang, mau nanya, dong!" sambung gadis itu.
"Mau nanya apa, Peachia Canna Indica? Kamu dari tadi juga udah ngomel, tumben pula pakai permisi," balas Ibra.
Bibir gadis bernama Cia itu mengerucut panjang. "Aku, kan, mencoba sopan," ujarnya.
"Halah! Tadi disuruh bilang makasih aja banyak banget alasannya!" tukas Ibra.
Cia mendelik, "Hilih! Ini kenapa Abang sensian banget, sih? Belum ketemu jodoh, ya, makanya kesel terus kalau ketemu aku?! Mohon maaf, ya, Pak Dokter jomlo, saya nggak mau sama Bapak! No, thanks." Gadis itu bersedekap seraya menatap Ibra congkak.
Ibra berdecak, melirik kesal ke arah gadis itu sebelum kembali menoyor dahi Peachia.
"Abang!"
"Apa?"
"Lama-lama nanti aku oon ditoyor terus!"
"Udah lama juga kamu oon-nya, Ci."
"Ish, tega! Aku laporin ke KPHI. Nggak mau tau!"
"KPHI?"
"Iya. Tempat yang ngelindungin anak-anak itu. Gimana, sih, Pak Dokter gitu aja nggak tau!"
Ibra mendengkus pelan, "Itu KPAI [1], Peachiaaa ...." geramnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Surga ✔️ [Terbit]
SpiritualKhadijah dan Fatimah. Sejatinya mereka ditakdirkan menjadi dua wanita yang dirindu oleh surga. Dicintai oleh manusia termulia. Dilindungi oleh Sang Penguasa Jagat Raya. Khadijah dan Fatimah. Adalah dua nama yang sanggup menggetarkan dada, mengiris l...