"Sepertinya kita terlalu banyak membeli snacks. Padahal kita belajar hanya berdua.." ucap Max seraya mengangkat semua kantung belanjaan kami seraya menggeleng-gelengkan kepala.
Sebernarnya aku agak khilaf tadi, asal mengambil snacks dan minuman yang ku anggap enak. Padahal belum tentu juga aku bisa menghabiskan semuanya, dan pastinya aku tidak akan menghabiskannya.
Bahkan jika aku berbelanja makanan, aku akan lupa pernah membelinya karena terlalu lama menyimpannya sehingga ibu dan adikku akan selalu berinisiatif menghabiskannya.
"Aku berharap penguji OSCE ku nanti bukan dokter Jessi. Bisa mati aku jika ditanyakan tentang anatomi.." Max membuka salah satu snacks rumput lautnya dan memakannya. Belum juga sampai dirumah, ia sudah tidak tahan untuk mengemil.
"Aku juga tidak mau dengannya. Dia pasti sudah sewot denganku karena aku pernah terbengong dikelasnya.." bulu kudukku langsung meremang membayangkan dokter Jessi yang menjadi pengujiku.
"Oh ya. Kau tidak mau ikut klub sepak bola? Kemarin kak Andy menanyakan padaku apakah kau ingin masuk team juga atau tidak.." aku berfikir sejenak. Saat aku sekolah, aku sangat hobi bermain Futsal, tapi sejak ujian kelulusan sekolahku, aku memutuskan untuk lebih fokus pada pendidikanku. Terutama karena aku ingin melanjutkan pendidikanku dibidang kedokteran. Aku bukan orang yang bisa mengerjakan segala sesuatunya dalam waktu bersamaan, jadi harus ada yang ku korbankan.
"Aku tidak yakin. Semakin lama mata kuliah kita semakin sulit. Aku takut mempengaruhi nilai semesterku.."
"Dicoba dulu saja. Yang penting kita akan selalu ada waktu untuk belajar bersama. Kasian senior kita jika tidak memiliki junior untuk klub sepak bola, sementara mereka akan Coass sebentar lagi.."
"Aku akan pikir-pikir dulu. Besok aku akan bilang padamu kalau memang aku setuju..."
"Eu. Santai saja lagipula.." aku sudah tidak lagi terfokus pada ucapan Max. Aku terdiam saat disebrang jalan, aku melihat sosok pria yang pernah ku temui sebelumnya. Ia masih menggenakan hoodie hitam yang sama seperti waktu itu dengan celana jins biru dongkernya.
Pria dengan surai abu-abu itu menatap gelandangan yang tertidur didepan toko yang telah tutup.
'Apa yang akan dilakukannya?'
Ingatanku akan malam dimana pria itu tertangkap basah olehku tengah meminum kantung darah membuat jantungku berdetak kencang.
'Jangan bilang jika dia akan menghisap darah gelandangan itu secara langsung??!'
Kedua bola mataku seakan ingin keluar saat pria itu berjongkok didepan gelandangan itu. Aku harus menolongnya bukan? Tapi bagaimana caranya?
"OI PREM!" Aku terkejut saat Max meneriaki telingaku, membuat aku berbalik menatapnya.
"Ngapain sih malah diem disini? Aku sudah jalan sampai diujung sana, ternyata kau malah berdiri diam disini! Aku sudah seperti orang gila tadi berbicara sendirian!!" Max terlihat sangat kesal sekali.
"Itu.. tadi..."
"Itu tadi apa?!"
Saat aku ingin menjelaskan kenapa aku berdiam diri disini, tapi objek yang ingin ku tunjukkan sudah hilang. Pria yang ku yakinin adalah seorang Vampir tidak ada lagi disana, bahkan gelandangan tadi masih tertidur nyenyak disebrang sana.
'Pria itu tidak jadi menghisap darah gelandangan itu?' Batinku bertanya-tanya.
"OIII! Ada apa sih?"
"Ehm.. Tidak. Tidak apa-apa. Tadi aku hanya sedang melihat anjing.. hehe. Ya anjing itu lucu ya... hehe.." aku menunjuk asal kearah anjing liar yang tengah memakan sampah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LONELY VAMPIRE
VampirePrem, seorang mahasiswa kedokteran tanpa terduga harus bertemu dengan tokoh fiksi yang selalu diceritakan oleh adik perempuannya. Seorang pria dengan kedua bola mata berwarna merah darah pekat, kulit putih pucat dengan rambut berwarna keabu-abuan it...