"Prem, sedang memilih apa?" Aku menoleh kebelakang dan menaruh kembali botol minuman yang berisi susu kedelai ketempatnya. Pria berkulit sawo matang bertubuh kekar dan berambut hitam legam didepanku menatapku sambil menenteng beberapa barang belanjaan ditangannya.
"D-dokter Ohm..?"
"Sedang belanja juga ya?" Tanyanya dengan suara bassnya tapi nadanya lebih lembut ketimbang saat ia mengajar dikelaskuㅡpenuh wibawa dan kharisma.
"Iya dok. Perut ku sering lapar tengah malam.." Dr Ohm tersenyum tipis seraya mengambil beberapa botol beer dan menaruhnya kekeranjangnya.
Jujur aku tidak suka beer, rasanya aneh. Tapi orang-orang bilang jika pria dewasa pasti menyukai beer, berarti aku masih anak-anak ya.
Aku terkesiap saat Dr Ohm menaruh botol susu kedelai yang ku pegang tadi dan menaruhnya kekeranjangku.
"Minum susu baik untuk pertumbuhan.." godanya lalu melengos pergi meninggalkan ku yang tengah menahan malu karena ucapannya.
'Memangnya pertumbuhan ku tidak baik?!' Batin ku.
Setelah memilih beberapa cemilan, aku menuju kasir lalu membayarnya. Baru juga hendak keluar supermarket, hujan deras membasahi jalanan.
'Sial sekali aku! Aku tak membawa payung lagi..' gerutu ku.
"Kau mau sakit hujan-hujanan seperti ini?" Saat aku hendak lari, Dr Ohm menarik tanganku dan melarangku untuk menerobos hujan.
"Hujannya sangat deras, aku tak yakin akan reda. Aku ingin pulang dok.."
"Istirahat saja ditempat ku, nanti saat reda, kau bisa pulang."
"Memang dokter tinggal dimana?" Telunjuknya mengarah keatas dan membuat padangan ku beralih keatas. Ternyata Dr Ohm tinggal di apartemen yang berada diatas supermarket yang ku kunjungi.
Aku mengernyitkan dahiku. 'Bukannya gaji seorang dokter bedah banyak ya? Kenapa hanya tinggal dikawasan seperti ini? Aku rasa gajinya masih sanggup membeli apartemen dikawasan elit..'
Sebenarnya tidak ada yang salah sih dengan gedung apartemen ini, hanya saja didalam pikirkanku dokter spesialis pasti bisa hidup mewah. Sedangkan Dr Ohm hanya tinggal diapartemen biasa seperti ini. Apa dia tipe yang merakyat ya?
"Ayo lewat sini!" Dibanding sebuah ajakan, suaranya terdengar seperti memerintah. Ya aku pun tak punya pilihan lain. Rumah ku masih diujung blok, sekitar 900m lagi, pasti aku akan kuyup sekali jika memaksa pulang.
Sepanjang koridor hingga menuju lift, kami berdua sama sekali tidak berbicara. Kalau dilihat-lihat dari dekat, ketampanan Dr Ohm jadi berkali-kali lipat lebih tampan ya. Aku jadi kepikiran gosip teman-teman seangkatanku, kok bisa ya Dr Ohm masih sendiri? Aku rasa tanpa pendekatan pun para wanita tidak akan menolaknya.
"Masuk.." ucapan Dr Ohm membuyarkan lamunanku. Dengan kikuk, aku mulai melangkah masuk dan mengamati studio yang berukuran kurang lebih 5m x 5m ini. Tidak terlalu luas dan juga tidak terlalu sempit.
Tak ada hal yang menarik sebenarnya, hanya banyak sekali tumpukan buku tebal yang berjejer rapih dilemari dan beberapa poster lukisan skeletal dan sistem saraf dan juga otak manusia. Aku menyakini jika Dr Ohm sangat suka belajar.
"Kau tidak mau duduk?"
"Oh iya dok.." aku menaruh pantat ku keatas sofa kecil disamping kasur Queen Size nya.
"Prem ingin minum apa?"
"Tidak usah dok.." meski aku sudah bilang seperti itu, Dr Ohm tetap mengeluarkan beberapa botol minuman dingin dari dalam kulkasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LONELY VAMPIRE
VampirePrem, seorang mahasiswa kedokteran tanpa terduga harus bertemu dengan tokoh fiksi yang selalu diceritakan oleh adik perempuannya. Seorang pria dengan kedua bola mata berwarna merah darah pekat, kulit putih pucat dengan rambut berwarna keabu-abuan it...