Sudah seminggu, sejak kejadian dimana aku mengetahui identitas asli Dr Boun dan juga aku yang hampir meregang nyawa. Entah kenapa aku tidak pernah lagi melihat sosok Dr Boun di kampus ku.
Apakah ia sudah berpindah tempat sekarang? Padahal aku tidak terlalu serius saat ku bilang akan melaporkannya kepada polisi.
Dari kejadian kemarin aku mengambil kesimpulan jika Dr Boun adalah Vampire yang baik, buktinya aku diselamatkannya. Tidak mungkin ia bertindak kriminal. Tapi jika mungkin pun, sepertinya orang-orang akan memaafkannya, wajahnya kan tampan.
Seperti aktor-aktor tampan yang membuat kasus kriminal, mereka tetap dimaafkan dengan mudah karena ketampanannya. Ck! Privilage.
"Oi!!" Aku tersentak mendengar suara Max bergema tepat ditelinga kanan ku.
"Berisik! Kau tidak bisa apa memanggil dengan cara manusiawi?" Sungut ku.
"Dari tadi aku memanggilmu dari nada rendah sampai ku keluarkan nada sopranku. Apa yang kau lamunkan pagi-pagi begini Prem?"
"Tidak ada, aku hanya masih mengantuk.."
"Kau mau masuk kelas tidak? Atau masih ingin bermalas-malasan disini? Sudah jam 8 lewat nih!" Aku tersentak dan buru-buru merapihkan piring bekas sarapan ku dan mengembalikannya ke ibu kantin.
Sesampainya dikelas aku dan Max memilih untuk duduk paling belakang. Untungnya masih ada bangku tersisa. Biasanya mahasiswa yang malas seperti ku, paling tidak mau duduk didepan, takut ditanya-tanya dosen.
"Selamat pagi.." suara berat nan tegas terdengar dari arah pintu kelas ku. Sontak kami semua yang berada didalam menoleh kearahnya. Orang-orang mulai berbisik-bisik, bahkan beberapa wanita disekitar ku mulai tersipu-sipu melihat pria bertubuh kekar yang berdiri didepan kelas.
"Saya Dr Ohm, yang akan memberi materi tentang neurologi pada hari ini..."
"Dr Ohm.. Oh! Shit!" Aku menoleh kearah Max yang tengah membaca website.
"Prem! Dokter ini sangat terkenal! Lihat! Dr Thitiwat Ritprasert, salah satu dokter bedah saraf termuda di Thailand. Diumur 28 tahun dia sudah mendapat title bedah sarafnya. Oh my God! Kita beruntung!" Ucap Max dengan ekspresi terkagumnya.
Aku mulai memandang kembali dosen bedah saraf ku yang tengah memulai presentasinya, mengagumi betapa sempurnanya pria ini. Sudah tampan, pintar, seorang dokter bedah saraf terkenal pula. Pasti para wanita tidak akan menolaknya. Kapan ya aku bisa seperti itu? Jalan ku masih sangat jauh. Aku iri sekali.
"Katanya Dr ohm sampai sekarang masih single.."
"Oh ya, setampan Dr Ohm kenapa masih sendiri? Apa aku bisa mendekatinya?"
"Jangan bermimpi! Memang kau sudah secantik dan sepintar apa sampai berharap bisa mendekati Dr Ohm?"
Entah kenapa telinga ku jeli sekali mendengar wanita-wanita didepan ku berbisik-bisik seraya bergosip dosen yang ada didepan mereka.
'Ternyata Dr Ohm masih single. Tapi tunggu untuk apa juga aku dengarkan mereka?!' Aku menggeleng-gelengkan kepalaku berusaha untuk mengumpulkan konsentrasiku kembali.
Aku kembali mengambil pulpenku seraya mencatat hal-hal penting yang tengah dijelaskan Dr Ohm. Tapi entah perasaan ku atau tidak, kenapa aku merasa Dr Ohm melirik kearah ku terus ya.
♧♧♧♧♧
"Prem, aku pulang duluan ya. Aku buru-buru harus menjemput orang tua ku di bandara.." Max buru-buru memasukan buku-buku dan laptopnya kedalam tasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LONELY VAMPIRE
VampirosPrem, seorang mahasiswa kedokteran tanpa terduga harus bertemu dengan tokoh fiksi yang selalu diceritakan oleh adik perempuannya. Seorang pria dengan kedua bola mata berwarna merah darah pekat, kulit putih pucat dengan rambut berwarna keabu-abuan it...