"tolong, Fia. Ngertiin Mas ya.."

28 0 0
                                    

Drrrt.. Drrt...

My. Lollypop : G.U.E  B.U.T.U.H. P.E.N.J.E.L.A.S.A.N. Jangan ngehindar lagi lu. Ntar malem jam 7, tunggu gue di apartement. Kalo gak, kita BYE. TITIK.

Huft..
Aku menghela nafas dalam. Apa yang harus aku jelaskan coba. Emang dia fikir, ini mudah untukku.

Tin.. Tin.. Tin
Lelaki gagah perkasa yang ku tahu bernama “Baron”, bodyguard pribadi yang selalu ikut Mas Reno kemanapun, kecuali pas ingin berdua saja denganku, turun dari kursi penumpang depan dan membukakan pintu penumpang belakang untukku.

“Makasih, Baron.”
“you’re welcome, Nona.”
Dia tidak ingin kupanggil “pak” atau “mas”, tapi justru memaksa memanggilku nona.

Mas Reno lah yang pasti memaksanya. Kesal aku dibuatnya.

“sore, Fia.”
Masih bergetar diriku setiap kali dia memanggil.

Aku tak menjawab, hanya fokus melihat ke depan. Perlahan pembatas kaca, yang memisahkan bagian penumpang depan dan belakang mobil bergerak menutup.

Itu yang selalu terjadi, kalau dia bersamaku. Dia tidak mau diganggu, kalau sedang ada aku.

Merasa tak kupedulikan, dia memegang daguku lembut, mengarahkan wajahku untuk menatapnya.

“kenapa hemm?”
“aku masih kesel ya soal tadi pagi ke Mas.”

Dia menyunggar rambutnya kasar.
“oh stop, Fia. Mas kan bilang, gak ada yang perlu kita perdebatkan lagi soal itu. Plis, ngerti ya.” Pintanya tulus padaku.

Huft..
Apalagi yang bisa aku lakukan, selain hanya bisa luluh pada wajah puppies eyes nya itu.

Aku heran kenapa didepan semua orang, dia tampak kokoh tak tersentuh, tapi kalau didepanku, dia bisa bersikap manja seperti ini.

“Hemm...”
“Fia, kok cuman gitu jawabnya.”
“Iya... aku ngerti, Mas.”
Aku melihat ke arah jendela, setelah berkata begitu.

“Fia.. Plis lihat, Mas. Kamu tau kan Mas paling gak suka diabaikan.”
Hufft..
Aku menghela nafasku dalam. Aku membalikkan tubuh ke hadapannya, dan ku pandangi wajahnya tanpa bersuara.

Kali ini dia yang menghela nafasnya berat, lalu berusaha menjelaskan kembali agar aku mau mengerti dirinya.

“Fia, Mas udah pernah bilang kan, Mas gak suka apa yang kamu pakai mengundang tatapan-tatapan liar pria lain. Dari tatapan, itu bisa membangkitkan sisi kejahatan yang setiap manusia pasti punya. Apalagi kaum seperti Mas, Fia. Dan sampai mati, Mas gak mau terjadi sesuatu yang buruk sama kamu. Kamu gak sadar apa, dikantor aja, 90% yang katanya fans club garis kerasmu itu isinya laki-laki semua. Taruhan sama Mas, dari mereka yang tertarik sama kamu karena kredibilitas, loyalitas, juga kecerdasanmu paling cuman 40%, sisanya mereka hanya tertarik dengan tubuh dan kecantikanmu.”
Wajahku memanas. Air mataku sudah tergenang di pelupuk mata. Aku cepat menoleh ke samping kembali sebelum air mata itu benar-benar turun.

Oh..shit.
Ku dengar dia memaki dirinya sendiri pelan.

Aku rasa dia mulai bergerak mendekatiku. Dia sentuh pundakku pelan. Dan membawa tubuhku berbalik dan mendekat padanya.

Dia sentuh pipiku halus, menghapus air mata yang perlahan mengalir deras.

“no, baby. Mas sudah janji sama diri sendiri, gak akan pernah biarin kamu mengeluarkan air mata setetespun. Jadi tolong jangan lakukan ini. Mas ngerasa gagal.”
Aku tatap matanya dalam, samar-samar memancarkan kesedihan.
Sebegitu berharga kah air mataku untuknya.

“maafin Mas ya, Fia. Tadi Mas terlalu keras ya ngomongnya. Mas nyakitin hati kamu ya.” Aku mengangguk.

“Baby, Mas cuman ingin kamu tahu, it's a fact. We are a human man. Yang punya hasrat seperti binatang. Karena Mas sejenis mereka, Mas tahu dengan jelas apa yang ada di kepala bodoh mereka. Oh, trust Me, baby. Mas bahkan ingin mencongkel mata mereka satu persatu setiap melihat mereka menatapmu. Dan itu sungguh menyakitkan untuk Mas, Fia. Tolong mengertilah.”
Dia menundukkan kepalanya di kedua tanganku yang ia genggam.

Darahku berdesir. Sesuatu yang aneh mengguncang tubuhku lagi jika bersentuhan dengan dia. Aku berusaha menepisnya, tapi tangannya terlalu erat memegangku.

Seketika ia mendongak. Manik matanya mengunciku untuk tetap disitu.

“tolong, Fia. Ngertiin Mas ya. Mas khawatir. Mas bisa gila kalo kamu tidak dalam kondisi yang baik atau aman.” Akhirnya aku menangguk. Dan tersenyum.

Bagaimana aku bisa menolak kepedulian yang diberikan olehnya ini.

“Makasih, baby.”

Tunggu.. Baby?
Aku baru menyadarinya beberapa kali sudah dia memanggilku begitu.

Apa sih maksudnya?  Aaaaarrg..

Rasanya aku ingin berteriak saja. Tapi tak akan pernah aku lakukan dihadapannya.

Karena..
Aku malu.

*****F.T.W*****

A Mistake (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang