"kalungku..."

28 0 0
                                    

Waktu semakin malam, tapi bahkan aku masih belum punya cukup keberanian untuk datang.

Aku sudah siap semenjak 2 jam yang lalu. Tapi segala keraguan yang aku rasakan, menghentikan langkahku.

Mas Reno, Lolly, Brean sedari tadi menghubungiku, tapi tak satu pun yang aku hiraukan.

Drrrrt.. Dddrrrt...

Aku beranikan diri membuka WA yang terakhir ini...

My. Lollypop :
- 16.30 ~ Gue lebih dari tahu dari siapapun gimana perasaan lu. Tapi percaya sama gue, lu harusnya tetep dateng aja. At least, just come as his employees, maybe. Setidaknya dia nggak akan berani deket" lu di depan anak istrinya kan.
- 17.15 ~ Gue udah di seret Brean ke acara. Disuruh stand by donk disini. Ngeselin lama" tuh anak. Ehm...jadi dateng gak lu?
- 18.30 ~ kenapa lu gak baca chat sih, Ra. Telpon juga gak lu angkat. Tuh Sir Reno udah kebakaran jenggot nungguin lu. Ini aneh, Ra. Sumpah. Lu yakin gak sih doi dah nikah? Kok yang gue liat dia gak ada sungkan" nya atau takut" nya gitu keliatan cemas nungguin lu. Secara ini di depan keluarga besarnya loh ya, yang kemungkinan besar kalo bener apa yg lu bilang, diantara mereka ada istri anaknya kan. Wah...aneh sih nie.
- 19.25 ~ O EM JI, Naaaaara...Mas Reno pergi gitu aja dari pestanya yang bahkan belum di mulai. Semua orang bingung, apalagi keluarganya. Ada kemungkinan gak sih doi bakal nyusulin lu....

"Hah..."
Aku menghela nafas ku dalam. Aku sungguh sedang tidak bisa berpikir tentang spekulasi yang sahabatku beberkan tadi.
Aku bingung...
Aku seret langkahku ke balkon, menghirup udara sebanyak-banyaknya yang aku bisa.
Sesak..terlalu sesak rasanya memikirkan tentang dia...

Lalu tak berselang lama, kaki ku mulai bergetar mendengar...

Teeeet... Teeeeet....

Bel apartement berbunyi.
Jadi benar dia datang?
Untuk apa?
Aku harus bagaimana?

Sungguh..
Aku tak ingin membukanya. Aku tak ingin bertemu dengannya.

Teeeeeet… teeeeeeeeeet…. Teeeeeeeeeeeeet

Belku terus-terusan berbunyi. Dari caranya berkali-kali dan terus-terusan tak berhenti, aku rasa dia benar-benar cemas...atau bahkan marah..

Aku semakin rapat menutup telinga. Air mataku tak sengaja mulai menetes.

Sudah 15 menit lamanya, bel apartementku masih juga berbunyi. Kini Aku yang mulai cemas.

Tetangga-tetangga sebelah pasti mulai terganggu.
Kenapa dia tak menyerah sih? Bagaimana ini? Kalau tidak aku buka, aku yakin dia akan semakin membuat kegaduhan.

Oh Tuhan…tolong. Bagaimana aku bisa menghadapinya?

Akhirnya dengan sangat berat dan cemas yang berlebih, aku terpaksa memutuskan untuk membukakan pintu saja. Akan aku hadapi apapun yang terjadi nanti.

Pintu aku buka, dan benar…mukanya terlihat suram.

Aku terkaget dengan pergerakannya. Tiba-tiba dia menggenggam tanganku erat, menutup pintu dengan kasar, menarikku masuk, dan berhenti di depan ruang televisi.

Dia menatapku tajam.  Ternyata aku tak bisa menghadapinya. Aku tak kuat ditatap seperti itu.
Lalu aku pun tertunduk dan mencoba membuka kataku.

“M…a…s…dateng. Aku buatkan minum dulu ya.”
Meskipun yang keluar hanya kata terbata, ini lebih baik daripada aku hanya diam saja.

Aku berusaha menghindar dengan pergi membuatkan minum untuknya. Tetapi tanganku dicegahnya cepat.

Untuk kali kedua aku kaget dengan perlakuannya ini. Dia masih menatapku tajam, tanpa bicara dan itu membuatku jengah.

A Mistake (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang