POV San Reno (2)

38 0 0
                                    

“Sialan, Rilo....” aaaaarrrrrhhgh..
Teriakku marah.

Bagaimana tidak, hampir 3 minggu tidak pulang kerumah, hanya karena masalah yang seharusnya bisa dia bicarakan baik-baik dengan istrinya. Bukan menyeret-nyeretku masuk dalam masalah ini.

Memang benar.. Sebagai kakak tertua, setelah kedua orang tua kami dijemput Yang Maha Kuasa, tak pelak akulah yang bertanggung jawab tentang apa yang terjadi pada mereka.

Tapi plis.. Dia bahkan sudah memiliki istri dan seorang putra, bagaimana aku masih harus bertanggung jawab akan sikapnya ini.
Shit...

Kaburnya Rilo yang sungguh ingin kuseret sebenarnya dia ke depan anak dan istrinya, tapi karena dia memohon untuk diberi waktu agar lebih tenang menghadapi masalah ini, membuat Kiara bolak balik menemuiku.

Menangis di kantorku dan mau tidak mau aku memeluknya untuk menenangkannya. Marah-marah bahkan memecahkan barang-barang diruanganku, sungguh ingin kuremukkan saja tubuh adikku yang lari dari masalah itu.

Aku suntuk.
Belum lagi masalah-masalah di beberapa anak perusahaan yang harus ku tangani langsung.

Belum lagi memikirkan kamu, yang entah kenapa lagi selalu menghindariku di setiap ada waktu. Aku pikir malam di singapura waktu itu menjadi titik balik untuk hubungan kita. Aku pikir kamu akan mulai menerimaku dengan tangan terbuka.

Sungguh..
Tak sampai ada dipikiranku, apa lagi yang membuatmu menjadi begini. Semingguan ini kamu memilih Brean daripada aku. Menemani Brean meeting ketimbang memilih menemuiku di ruanganku. Mencari sejuta alasan hanya tidak ingin berpapasan atau satu lift denganku.

Bahkan kamu memilih menemani Brean makan siang hanya demi alasan klient, yang sungguh 100% aku yakin itu cuman akal-akalanmu, padahal aku sengaja menjemputmu sendiri ke ruanganmu sampai Brean yang aku kira tidak tahu apa-apa kamu minta untuk bersekongkol denganmu.

Aku dilanda cemburu. Sungguh.

Hingga petang itu aku rasa aku sudah tidak sanggup kamu hindari lagi, aku datang lagi ke meja kerjamu, dan kamu tidak ada disitu.

Aku cari keberadaanmu dimana, dan akhirnya aku menemukan sosok indah itu membelakangiku entah sedang membuat apa di pantry.

Kamu kaget melihatku, kamu kira aku salah satu OG. Tak menunggu lama aku memelukmu.

Shit...
Tubuhku berdesir. Aliran darahku rasanya mengalir dengan lancar hanya karena memeluk tubuhmu erat. Kenyamanan menjalar cepat ke seluruh tubuh.

You're my heroin, baby.” Batinku.

Tapi mungkin kenyamanan ini hanya aku yang merasakannya, aku pergi meninggalkanmu begitu saja setelah meluapkan segala emosi yang aku rasakan.

Bagaimana tidak, sedang bersamaku saja yang ada dipikiranmu hanyalah Brean... Brean.. Dan Brean.

Don't ever you thinking if I'am jealous with that guy.

Shit....

Pulang ke apartement, aku langsung menjatuhkan tubuhku di ranjang. Memijat dahiku yang tampak terasa sakit. Pusing sungguh.

Lalu tiba-tiba kurasakan ada tangan kecil memijat kedua kakiku lembut. Aku beranjak dari tidurku dan melihat kedua mata polos penuh senyuman hangat menyapaku. Sekejab rasanya hilang lelahku.

Aku pangku anak lelaki mungil itu ke atas tubuhku. Ku gelitiki dan ciumi seluruh tubuhnya, hingga ia berusaha melepaskan diri dan lari sambil tertawa karena ku kejar. Dengan sigap ku tangkap tubuh mungilnya itu, lalu...

Where is your father, prince Alde?”
begitu dia memintaku memanggilnya.

“meeting.. Hhihhii.. Geli ayah. Aku disuruh kesini.. Hihihii... Sama bunda bawa makanan.. Hihiihi... Buat ayah. Kata papa... Hihiih.. Ayah belum mamam dari pagi... Hihiih..”
katanya panjang lebar sambil tertawa geli karena lehernya kuciumi.

A Mistake (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang