3

6.5K 590 58
                                    


"Aku belum siap!"

Aku tersenyum miring. Apa maksudnya dia belum siap? Dia pikir aku sudah siap hamil? Dia pikir aku sudah siap menjadi istri dan seorang ibu? Dia pikir aku sudah siap merelakan semua hidupku untuk hidup anak ini?

Mataku berkaca-kaca. Jeffrey masih menunduk di sampingku. Aku memutar tubuhku, lalu menutup wajahku dengan kedua tangan. Aku terisak, rasanya duniaku sudah hancur. Aku pikir aku bisa menangani semuanya tapi ternyata tidak.

Jawaban Jeffrey cukup memukul ku dengan kenyataan yang begitu rumit. Aku tidak bisa memaksakan, siap atau tidak itu memang pilihan Jeffrey. Tapi sampai kapan aku harus menunggu hingga Jeffrey siap?

Tangan Jeffrey menyentuh pundakku dari belakang. "Sya, sabar sebentar ya. Aku pasti nikahin kamu."

Aku menepis tangan Jeffrey yang berada di pundakku. Lalu beranjak, berdiri di depannya. "Pulang!"

"Sya..."

"Pulang Jeff!" Ulangku dengan suara yang cukup tinggi. Aku tidak peduli semua orang di rumah akan mendengar itu. Lebih baik jika mereka malah menyadari apa yang terjadi padaku. "Pulang atau aku bunuh dia di depanmu." Kataku mengancam Jeffrey sambil memukul perutku berkali-kali.

Jeffrey sama sekali tidak beranjak. Dia malah menarik tanganku untuk mendekat padanya. Satu tanganya meraih pinggangku, satu tangannya lagi ia gunakan untuk menahan kedua tanganku.

"Pergi Jeff, pergi!" Aku berusaha berontak, mencoba melepaskan diri dari Jeffrey.

"Aku nggak akan pergi, Sya. Nggak akan." Jeffrey menempelkan kepalanya pada perutku. Melindungi dia dari pukulan tanganku. Jeffrey mengerahakan kedua tanganku pada rambut tebalnya. "Pukul aku, pukul aku! Jangan dia, Nesya."

Aku semakin menangis. Tanganku meremas rambut Jeffrey tanpa menghiraukan sakit yang mungkin Jeffrey rasakan. Aku menangis sekuatku, mencoba melepaskan semua beban yang aku coba sembunyikan selama ini.

"Brengsek kamu, Jeff!" Remasan tanganku mengendur. Aku malah memeluk erat leher Jeffrey. Jeffrey juga menangis di balik perutku. Bukan hanya aku yang ingin jalan keluar, bukan hanya aku yang merasa dunia akan hancur saat ini. Jeffrey juga.

Tapi itu bukan alasan untuk Jeffrey bisa bermain sesuai dengan kemaunnya. Dia satu-satunya yang bisa ku harapkan dan ku salahkan. Salahnya berani mengajakku berbuat sesuatu yang sangat salah. Salahnya juga membuatku mempertahankan kehamilanku sejauh ini.

"Kalau kamu nggak mau. Biar aku sendiri." Aku mendorong tubuh Jeffrey menjauh dari tubuhku.

"Sya jangan gila!" Jeffrey kembali meraih tanganku saat aku sudah berbalik. "Kamu mau apa?"

"Kalau kamu bisa sesuka mu, aku juga mau berbuat semau ku."

Jeffrey berdiri. Ia mencengkram tanganku begitu erat. "Ikut aku!" Aku meronta saat Jeffrey tiba-tiba menarikku keluar rumah. Aku mencoba melepaskan diri dari cengkramannya, tapi tenagaku bukan tandingannya. Jeffrey sudah seperti orang kesetanan saat marah.

"Gila ya kamu?!" Teriakku saat Jeffrey membanting pintu mobilnya sebelum duduk di sampingku. Dia duduk di depan kemudi tanpa sabuk pengaman nya dan menginjak pedal gasnya begitu kencang. Aku bahkan merasa terlonjak saat mobilnya berjalan begitu kencang di atas jalanan aspal yang tak begitu rata.

"Jeff!"

"Diem!"

"Mau kemana?!"

Aku masih terus ribut di dalam mobil. Sedangkan Jeffrey masih dengan amarahnya mengendalikan kecepatan mobil di jalanan. Jujur saja ini pertama kalinya Jeffrey menarik ku dan bicara keras padaku. Sebelumnya tidak pernah dan aku cukup takut sebenarnya.

CIRCLE | JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang