Baru kali ini selama aku hidup, aku merasakan perasaan yang entah kenapa aku sendiri bingung mendeskripsikan nya. Bersamaan dengan jantungku yang seakan-akan ingin mencelos dari dalam dada, aku melihat sesuatu yang sangat asing melalui layar yang ada di depanku. Aku menangis begitu saja saat menyadari yang ada di layar kecil itu ada bayiku. That's my baby.Aku semakin takjub mendengar apa yang sudah ia alami di dalam sana. Meski masih sangat kecil, tubuhnya sudah terbentuk. Tangan dan kakinya bisa aku lihat dengan jelas. Air mataku menetes begitu saja karena takjub dan mungkin bersyukur. Entahlah.
"Usianya sesuai perkiraan, masuk minggu ke-14." Doren, teman Jeffrey itu masih sibuk menggerakan alatnya di atas perutku. Matanya fokus pada layar monitor dan sesekali melihatku. "Dia mulai bisa dengar suara dari luar perut."
"Jeff..."
Aku sedikit mengabaikan Doren saat kaget melihat Jeffrey ikut meneteskan air mata. Meski tak bersuara, matanya memerah dan tangannya selalu menepis genangan air di pelupuk matanya sebelum benar-benar jatuh. Doren ikut menoleh, ia tertawa melihat reaksi Jeffrey setelah melihat hasil USG itu.
"Lanjutin Doy, nggak usah ngeliatin aku." Kata Jeffrey malu.
"Ya udah. Udah selesai." Kata Doren sambil merapikan alatnya. Lalu mengelap perutku dengan tissue. "Semuanya bagus."
Aku dibantu Jeffrey untuk duduk dan membenarkan bajuku. Aku turun dari tempat tidur saat Doren sudah duduk di meja. Aku menghampirinya bersamaan dengan Jeffrey yang sudah duduk duluan di depan Doren.
"Aku resepin vitamin ya. Diminum nya sehari sekali aja."
Aku mengangguk. Jeffrey di sampingku masih diam dan belum mengeluarkan suara apapun. Tangannya menggenggam erat tanganku di pahanya. Aku baru tahu Jeffrey punya perasaan sesensitif ini.
Aku menarik tanganku dari genggaman tangan Jeffrey saat Doren menyerahkan sebuah kertas resep padaku. "Makasih, Mas." Kataku.
Aku memang memanggilnya Mas karena sebelumnya aku juga memanggilnya seperti itu. Awalnya aku tidak tahu jika dia juga dokter. Pertama kali bertemu dengannya saat Jefrrey menyeretku paksa kesini malam itu. Dan saat itu aku melihatnya hanya mengenakan kaos dan celana pendek.
"Oh iya." Aku hampir lupa. Aku membuka tasku dan buru-buru mengeluarkan undangan yang memang aku bawa untuk Doren. "Kita nikah besok sabtu, datang ya Mas."
"Uang aja Doy, nggak usah bawa kado." Celetuk Jeffrey saat Doren masih sibuk mengamati undangan yang ku berikan. Aku menyenggol Jeffrey dengan lenganku, dia tidak sopan. Belum apa-apa udah minta uang. "Bercanda, sayang." Kata Jeffrey sambil tertawa.
Doren tertawa pelan. "Oke. Besok aku bawa amplop." Candanya. Aku juga ikut tertawa.
"Makasih ya Doy. Kita pamit dulu." Jeffrey menggandeng tanganku untuk bangkit. Aku tersenyum dan menundukkan kepala ku ikut berpamitan pada Doren.
Doren bangkit. Ia mengantarku dan Jeffrey sampai di depan pintu. "Sering-sering minta dibeliin makanan yang banyak dan bergizi ya Sya. Jual vinyl nya kalau dia nggak mau beliin.
"Diem Doy! Nggak usah bawa-bawa vinyl ku."
Aku tertawa memdengar candaan Doren. Namun tidak lama saat Jeffrey kembali menarik tanganku untuk terus berjalan keluar. Aku mengikutinya sambil memeluk erat lengannya. Aku terkekeh pelan mengingat bagaimana wajah Jeffrey yang terharu melihat baby.
"Nggak usah ketawa." Ketusnya saat sadar bahwa aku menertawakannya. Dia membuka pintu untukku, lalu memutari mobil untuk masuk dan duduk di depan kemudi. "Nih, disimpen. Jangan hilang." Katanya lagi sambil menyerahkan buku KIA padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
CIRCLE | Jaehyun
Fanfiction°kita dipaksa semesta untuk hidup di lingkaran takdir yang sama'' 18+